Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2007

Tergusurnya Idealisme oleh Cultural Shok

Tergusurnya Idealisme oleh Cultural Shok Oleh : Matroni el-Moezany *) Menyikapi masalah rusaknya kultural saat ini memang tidak asing lagi bagi telinga kita, baik dari kalangan yang memang sudah berkecamuk dalam dunia “kekultularan”, tapi itu semua menjadi masalah sepele karena masyarakat modern saat ini kayaknya tidak mempedulikannya. Mengapa? Karena masyarakat zaman modern ini adalah masyarakat yang berbahaya dalam perspektif religius, sebab kata modern menurut hemat saya berasal dari bahasa arab “mudhirrun” yang artinya adalah berbahaya. Dalam era saat ini banyak mainstream yang mengalami pergeseran paradigma (sheftim paradigm) jika sudut problematika tersebut dipertajam, maka lewat merebaknya budaya modernitas tidak saja mengubah keberadaan dunia, tapi juga mentalitas dan cara berfikir, yang dirasakan paling mendesak saat ini adalah perubahan mentalitas seseorang dalam menghadapi persoalan, baik itu persoalan fisik maupun mentalitas yang berhububgan dengan tingkah laku.

Sebuah Tanya di Ladang Sunyi

Sajak-sajak Matroni el-Moezany* Sebuah Tanya di Ladang Sunyi Saat sunyi menghias malam jiwa tertatih menuju jalan gundah rasa tenang tiada kurasa ia hanya mawar yang tak punyak madu untuk dibuang kesurga dia hanya sunyi yang bermaian di ladang tanya Mengapa tanyamu menyiksa sunyi? saat malam angin mengodamu kisahkanlah padaku ya sunyi Engkau kuhias dengan desis musim hujan saat membasahi bintik-bintik daun yang membiru Kutulis hasrat dilautan untuk memaknai seutas tanya yang terucap sunyi seakan-akan akulah kini yang tegak berdiri ditepi sana 2004 Rindu Mencuci Malam di Kesunyian Kala daun menangis minta air hujan turun untuk menjemput risaunya Di kesunyian malam yang tak kutemukan selalu menjadi makna yang tak terurai Mungkin hanya sebatangkara yang mengembara saat malam masih sunyi Antara malam dan rindu selalu menemaniku saat ayat Tuhan tak lagi terucap diatas lembaran-lembaran kicau kunang 2005 Menaksir Angin Malam Malam itu lembaran demi lembaran telah terurai oleh tangisan makna

Cinta, Sastra dan Kita

Cinta, Sastra dan Kita (Oleh: Matroni El-Moezany) Cinta tak lain adalah sebuah reaksi kimia tubuh yang segalanya bisa di terangkan sebagai persoalan senyawa kimia. Belakangan ini para ilmuwan mulai dunia semakin tertarik untuk menerangkan perasaan manusia sebagai gejala kimia biologi. Bukan lagi gejala jiwa atau psike. Sesungguhnya ini sangat kontroversial. Tren penemuan-penemuan belakangan ini menunjukkan bahwa yang selama ini di anggap sebagai jiwa dalam bentuk sifat, perasaan, perilaku ini dapat di kendalikan bahkan di ubah melalui manipulasi hormon dan senyawa kimia otak. Jadi implikasi secara ekstrem adalah tak ada jiwa, tak ada badan, tak ada psikis, yang ada biologi. Tak ada ruh, yang ada organisme, kalau tak ada ruh, ya tak ada yang namanya hari kiamat. Bukanlah aku sangat paham akan cinta dan bila kusingkap dan kutumpahkan cinta kekasihpun telah menyingkapkan dan menampakkan dirinya sungguh aku hanyalah mencintai cinta (Puisi Amen Wangsitalaja). Dan demi pemahaman akan cinta k

Peran Seni dalam Masyarakat Kapitalis

Peran Seni dalam Masyarakat Kapitalis oleh: Matroni El-Moezany* Hakekat seni selama ini telah menjadi perbicangan dan perdebatan yang sangat memukau di kalangan seniman maupun tokoh intelektual. Perbincangan tersebut terjadi antara para filsuf maupun kritik seni. Tidak mungkin pembicaraan seni sebagai realitas independen yang lahir begitu saja tanpa adanya pertarungan konsep, ideologi, dan filsafat yang ada di benak para seniman. Maka, untuk membicarakan masalah seni, pada akhirnya adalah membicarakan kesenian itu sendiri. Pada akhirnya perbincagan gagasan-gagasan dari manusia yang berkarya di belakang penciptaannya seni itu sendiri. Dalam hal ini ada aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam proses seni, yaitu aspek ’obyektif’ dan aspek ‘ subyektif’. Aspek obyektif berkaitan dengan pertimbangan berbagai faktor yang yang membatasi antara proses perkembangan seni, seperti teknologi, material, konvensi. Aspek subyektif berkaitan dengan kemampuan artistik dan daya kreativitas seniman,

Ketika Waktu, Tak Berwaktu

Sajak-sajak: Matroni Mserang* Ketika Waktu, Tak Berwaktu Malam kuhirup angin membius rasa tanpa makna kering waktu kering layu Sejuk air diatas rumah memeras energi sunyi pada kapal senja di samudera dada Hitungan air hujan meronai singgah kunang diranjau sarang Sisa air minum kuraba tergapai disinggasana bambu yang dingin Cahaya meronai jembatan dalam gubahan puisi yang tak selesai aku baca Siang merana dalam sungai meluka pada singa dalam dekap awan Suram terasa bagi pagi yang cerah di pucuk bulan Pagi mentari yang mencurap aura-aura di tepi lorong kosong Malam bulan terusap kunang di kelopak surga Ketika matahari berdetak di jantung sarang angin mengupas mata Sarang puja pada pohon sekilas rona singgah sekelupas daun menguning Embun lebih baik jadi kenang daripada jadi matahari dalam jiwajiwa Luka yang menimbun airmata derai tertulis di dada, tapi kematian tetap mahal dalam linang, kapankapan? Kapankapan adalah kapankapan yang

Wajah Kebijakan Pemerintah dibalik Krisis Pangan

Wajah Kebijakan Pemerintah dibalik Krisis Pangan Oleh : Matroni el-Moezany* Krisis pangan yang dialami bangsa indonesia terus berkepanjangan. Impor beras yang ahir-ahir ini menjadi polemik krusial merupakan salah satu pertanda dari pahitnya kebijakan pemerintah yang kian hari terus berkesinambungan menunjukkan bahwa bangsa kita masih mengalami krisis pangan. Padahal predikat masryakat agraris (pertanian) masih lengket dan sangat akrab dengan rutinitas pekerjaan masryakat indonesia yang secara logika sehat tak mungkin bangsa indonesia mengalami krisis pangan apabila efektifitas pengelolaan pangan berjalan secara sehat. Kenyataannya berbicara lain, lahan yang cukup potensial untuk menghasilkan pangan ternyata tidak mampu menjadikan bangsa ini berswasembada. Segala hal yang yang terkait dengan perberasan seperti produksi, konsumsi, harga dasar gabah, pasar, dan agen pelaksana kebijakan ( bulog) pada kenyataan menunjukkan kekurangannya terhadap pangan. Sehingga dengan adanya krisis pangan

Peran Kita dalam Sastra

Peran Kita dalam Sastra Oleh: Matroni A el-Moezany* Sekarang ini permasalahan lemahnya kecintaan terhadap karya sastra di Indonesia telah mendetail di berbagai media, baik itu media cetak maupun elektronik. Bahkan, dalam lembaran-lembaran yang berkembang dalam sastra kita saat ini sangat mengenai melempemnya kesukaan atas sebuah karya sastra. Sedangkan dalam perkembangan sastra terus diangkat ihwal kekurangan minat dalam sastra ini. Lalu, apa benar cinta kita telah mencapai taraf yang memilukan? Sebenarnya apa yang sedang terjadi dalam dunia sastra kita? Tentunya kita berusaha kembali mengangkat mengenai kecintaan terhadap sastra itu sendiri, yang membuat kita sedikit menggeleng-gelengkan kepala. Mengapa pula di negeri yang punya banyak sekali penyair, sastrawan, maupun pemerhati sastra bisa terjadi gejala ini? Dalam hal ini kita tidak ingin menyalahkan siapapun. Namun, perkembangan sastra dari mulai angkatan Balai Pustaka hingga saat ini (tahun 2007) telah memberikan sedemikian banyak

Bila Kata

Sajak-Sajak: Matroni A. el-Moezany* Bila Kata kuingin memasuki waktu di matamu bila kata sulit melahirkan rasa Dalam kata akan kutemukan lautan untuk berlayar bersama kaki, tapi dihaluan tak kutemukan apaapa Yang ada sebuah jiwa tak bertepi sementara makna bertebar di cakrawala berkincir seperti angin hingga terjatuh didalamnya di dalam kata-kata kita Dari bibir terbit serumpun matahari menginjak sebutir waktu yang usang ketika bumi dengan kata merana dan pergi berbecek-becek ke sebuah ketika Mengalir bersama hujan sementara hati adalah luka bersama mendung Cabean,Yogyakarta, 2007 Darahku, Bertanya darah, itulah yang tergambar di lengkungan celurit Terserah apa katamu tentang darah lengkung itu tapi, itulah kehidupanku dan kehidupanmu Tentu saja darah boleh mengalir karena mengalir itu adalah waktu Cabean, 2007 Lagu Batu tiap kali kudengar irama senja seakan ada yang lain dikejauhan itu sepi dan kosong Kaukah nyanyian tipis? terbias di dinding waktu ketika tertegak menatap kelopak lang

Menyikapi Wacana Humanisme Filsafat

Menyikapi Wacana Humanisme Filsafat Oleh: Matroni A el-Moezany* Fenomena pertengkaran dalam wacana humanisme yang saat ini terus mengiang. Pertengkaran antara pembela nalar di satu sisi dan pembela naluri di sisi lain. Antara yang Cartesian dan yang Nietzschean. Para Cartesian menuduh pembela naluri merendahkan manusia. "Cogito Ergo Sum!" jerit mereka. Kodrat manusia terpusat pada nalar, bukan nalurinya. Naluri dilempar dari kemanusiaan karena menyamakan manusia dengan hewan. Bersembunyi di balik Cogito, manusia berada di puncak hierarki gradasi perwujudan. Nalar mengandaikan semesta yang hadir dan bisa dimengerti. Bersembunyi di baliknya adalah iman akan ketersambungan antara pikiran dan kenyataan. Naluri, di lain pihak, memiliki cara berpikirnya sendiri. Dengannya, manusia melampaui yang hewani dan manusiawi sekaligus. Naluri untuk penguasaan Nietzsche, misalnya, mengenyahkan logos yang membentang diluar, namun menariknya diam-diam ke dalam. Dua tradisi tersebut berseteru s

Refleksi Tahun Baru Polemik Cinta Di Tahun Baru

Refleksi Tahun Baru Polemik Cinta Di Tahun Baru Oleh: Matroni el-Moezany * Dalam tatanan sejarah tahun baru tidak akan pernah terlepas dari sesuatu yang di sebut cinta sekaligus kata-kata yang bermukim di dalamnya untuk bertugas dalam berinterakasi dengan cinta patah yang penuh kompleksitas budaya. Berbicara tentang cinta, dimana cinta merupakan realitas terdalam dan tertingi, sebab cinta laksana lembah-lembah keterasingan yang selalu memanggil-manggil nama sang laskar cinta. Dari pemahaman akan suatu cinta di mana kita butuh matahari untuk menyinari alam-alam yang gelap, agar alam yang gelap itu menjadi terang dalam mengarungi samudera ketakterbatasan itu. Cinta di tahun baru inilah yang menjalin dan bergumam di berbagai kehidupan. Selalu menjadi esensi-eksistensi jiwa, memberi satu tujuan dan arah yang tenang, cinta memberi kebebasan untuk bernafas di cakrawala yang luas dengan jalan spiritual. Apabila bangsa, budaya dan manusia di dunia ini ingin berbunga dan subur secara lembab ser

Ramadhan dan Kebudayaan Transformatif

Ramadhan dan Kebudayaan Transformatif Oleh: Matroni El-Moezany* Ramadhan telah riba, bulan suci ini bisa menjadi momentum yang sangat baik untuk merenungkan praktik budaya transformatif yang membelit bangsa Indonesia ini. Mata dan nurani juga sebagian rakyat bisa melihat praktik budaya transformatif yang dulu sebagian besar di lakukan secara mapan dan mampu mengatasi budaya sekuler, kini di praktikkan secara telanjang. Tudingan berbagai lembaga internasional tentang budaya transformatif di republik kian memperkokoh kebebasan mereka: kesejahteraan dan keadilan sosial untuk rakyat kalah oleh nafsu budaya transformatif. Budaya transformatif adalah kebebasan kemanusiaan yang biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki perangkat sekularisasi. Lebih jauh lagi, budaya transformatif adalah kebebasan yang membangun sistem yang akan berlansung hampir pasti akan kontaminasi. Budaya transformatif menuju pada tindakan yang bercirikan tidak bermoral. Di sinilah berlaku dalil crime by the best is the

Negeri Sunyi

Sajak-sajak: Matroni El-Moezany* Negeri Sunyi Di negeri yang sunyi batubatu sendirian menebar bunga dengan rasa bangga dia hidup bersama angin dan kesenyapan tapi di lautan kasihNya kuberlayar bersama ombak dan pasir yang menepi di tataran kelorkelor Sendiri kulihat langit itu puingpuing dan gunung emas yang menepi di sarang rumahmu kau hias dengan kalimat dan jedajeda nafiri kalam ilahi Jogja, 2006 Senja Hari mulai dingin yang melesat menepis galau demi galau kasaukasau gelap kulihat langit tetap aku tetap bernafas pada dada seteguk bunga yang masih beraroma Jogjakarta, 2006 Istana di Kerinduan Langkahku yang mengelagat aneh di jalan setapak luas yang riuh orangorang kudaki puncak gunung di seberang lautan memandang wujud mempesona tiap hari Cahaya mengeriap seakan seorang gadis pulau memandangku dari istana kerinduan saat senja kala bayang-bayang menyelimuti ranah dengan daun bunganya malam kuping-kuping di gayuti iramairama jiwa kekekalan meluap dari pelupuk hati Perasaan pecah, gal

Peran Seni dalam Masyarakat Kapitalis

Peran Seni dalam Masyarakat Kapitalis oleh: Matroni El-Moezany* Hakekat seni selama ini telah menjadi perbicangan dan perdebatan yang sangat memukau di kalangan seniman maupun tokoh intelektual. Perbincangan tersebut terjadi antara para filsuf maupun kritik seni. Tidak mungkin pembicaraan seni sebagai realitas independen yang lahir begitu saja tanpa adanya pertarungan konsep, ideologi, dan filsafat yang ada di benak para seniman. Maka, untuk membicarakan masalah seni, pada akhirnya adalah membicarakan kesenian itu sendiri. Pada akhirnya perbincagan gagasan-gagasan dari manusia yang berkarya di belakang penciptaannya seni itu sendiri. Dalam hal ini ada aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam proses seni, yaitu aspek ’obyektif’ dan aspek ‘ subyektif’. Aspek obyektif berkaitan dengan pertimbangan berbagai faktor yang yang membatasi antara proses perkembangan seni, seperti teknologi, material, konvensi. Aspek subyektif berkaitan dengan kemampuan artistik dan daya kreativitas seniman,

Galau Dalam Mimpi

Puisi-puisi: Matroni El-Moezany* Galau Dalam Mimpi Cahaya yang terbenam di matamu Bacalah dengan cinta dan rindu Tubuhmu galau dalam mimpi yang tak pasti -Lalu dimanakah kau simpan cinta Hingga tubuhmu tak mengenal diri saat kau masuki ladang matamu -Tapi aku hadir di waktu itu melihat cermin jiwamu dari negeri bayangbayang -Kubuka mata melihat dan menelusup di kasau dadamu memaknai kerinduan, dentuman hati memaki sesuatu yang penuh ragu -Nama belum sempat hinggap di pelupuk jalan, karena buta tongkat di pegang dengan tangan lunglai hingga jarijari luluh menulis makna jalan dan arah angin Jogjakarta, 08 September 2006 Kahadiran Senyummu Akan kuambil manis senyummu dan kubagi pada para penyair biar ia hadir menjelma keindahan dan melahirkan puisi -Dalam ini……. memang serpihanserpihan semesta yang membeda dalam bentangan makna cerita lautan boleh berombak di gemericik air jiwamu agar aku menari, menari dan menari -Kutawarkan resah nan gelisah dan berkata: inilah senyummu yang lama tersim

Pembebasan Masyarakat dengan Teater

Pembebasan Masyarakat dengan Teater Oleh:Matroni El-Moezany* Dalam teater secara umum di Indonesia masih mancari kerangka dan format. Kerangka tersebut di temukan setelah melalui proses kreatif berkesenian secara panjang, termasuk teater yang memang bergelut di teater-teater yang menggenangi bangsa Indonesia, misalnya di Yogya teater Gandrik, teater Dinasti (TD) Kelompok Teater Rakyat Indonesia (KTRI), teater latar. Jadi, teater tersebut memiliki tantangan, yakni akan mementaskan yang sesuai orientasi pasar, ataukah justru menciptakan pasar baru itulah yang menjadi problem saat ini bagi para pemain. Salah satu pengamat teater Heru Kesawa Murti mengatakan bahwa penulis atau pemain, teater atau kesenian apa pun selalu mencari format, bagaimana bentuk pementasan yang baik, serta tepat bagi grup. Begitu pula dengan teater latar yang semula mengangkat naskah realis, juga mencoba kemungkinan baru dengan bentuk komedi. Persoalanya, bagaimana teater tetap setia pada naskah-naskah realis atau k

Bulan Penuh Cahaya

Sajak-sajak "Ramadhan": Matroni El-Moezany* Bulan Penuh Cahaya Bila senja di lukai manusia Dengan datangnya bulan penuh cahaya Kuisi dengan Apem* siap untuk menemani terik matahari pada bulan ini -Semua telah makan dahaga tak lagi ada kemudian hari Akupun ikut dalam khotbah mereka Tenggelam dalam rasa dan cinta -Aku datang bersama lapar Bersama bahagia karena adikadikku Juga lapar dengan matahari yang tenggelam di senja hari -Aku, ibu, dan ayah Selalu melihat waktu untuk memikat dentuman ayatayatNya yang terbentang di cakrawala lewat desis angin sore yang dilewati oleh nafas kerinduan akan cinta -Kita pasti melihat rembulan malam hari nanti, katanya bulan terus berjalan bersama waktu dan aku menjalani bulan itu dengan dahaga cinta dan perintah -Malam penuh lantunan keagungan mengisi sunyi di tengah lelapnya mata mengupas segala ngantuk yang mendekap tubuhku -Kadang hari penuh cobaan Haus dan lapar sungguh mencekam Di tengah terik matahari siang Apa yang aku harus aku lakukan?

Balada Jiwa Menangis

Sajak-Sajak: Matroni El-Moezany* Balada Jiwa Menangis -Aku menangis di bawah namaku Tangisan serasa setengah mati, tapi Air mata Menangis karena mati, tapi tangisan, tapi Air mata Tapi tiada kata terlempar dimanamana Mengapa?..? Jogja, 2005 Makna Sebuah Tangisan Kau cipta hening dari waktu panjangku Saat dunia murka pada gelak tawamu Sesuatu menangis di udara Suara-suara membangun subuh Dengan khotbah yang hangat Jogja, 2005 Lagu di Tengah Sawah Kulihat wajah langit di pagi hari Menari bersama angin indah nan gemulai Tarian bernafas cinta Mabuk dengan lagu di tengah sawah Di ladang tua berlumut -Keringatmu tak pernah kulupa walau waktu tidur di dingding kamarku Bersuara mengisi malam senyap Koyak bersama nyanyi jangrek Dalam bahasa jiwa yang terbatas -Jangan biarkan hari ini tanpa keringat, katanya Narilah se-nyeri bibir cangkulmu Agar tajamnya menebangnebang keringatmu Lalu kau pakaikan pembelah buah petuahmu -Keringatmu yang tak pernah kulupa Deras mengalir menuju telaga gersang Jogj

Kulukis Udara Menari

Puisi-puisi: Matroni El-Moezany Kulukis Udara Menari Kita hadir di semesta ini Bagai, air duwet Menusuk dalam luka -Kesakitan keluar air mata luka Menetes melukis udara menari Mencium sepoi angin di matahari Setinggi awan -Sepoi bayu melahirkan sunyi Mendegur rembulan Hingga tunang ajalmu dengan ajalku Jogjakarta, 2006 Pesta di Kesunyian Tiada kata terucap lidah Saat pesta bermula diruang hampa Dimana kata bersimpuh tak berdaya -Kata dapat mencipta sabda sunyi dan ramai Sabda tentang bahasa membaca Kita berlutut melantun kalimat panjang Serupa darah mengalir di rembulan Ia bagai peluruh dan bagai sayapsayap patah -Ia mencipta namanama baru Pada gelas dan piring Pada kata jiwa yang rawan Jogjakarta, 2005 Anak Pemintaminta Kulihat malam berisi irama irama penuh luka Luka di lempar anak pemintaminta Hidup dibawah asap tanah Kau dedahkan sehimpun kesedihan Yang bisa meluluhkan hati Sebuah hunjam menelusup Kewilayah terdalam tubuhku -Itu malam kau berlincah Di cermin pilu tapi kau tak meras