Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2015

Sebuah Perjumpaan dengan Lumbung Perjumpaan

Oleh: Matroni Muserang* Sebuah kata membengkak dan bernanah di mulut politisi, Terengah mencari cara mengungsi dari aneksasi, Mencari udara pagi dan matahari, biar mekar seperti puisi. Tapi siapakah teroris? Penggalan puisi di atas saya ambil dari antologi puisi “Lumbung Perjumpaan” Februari 2011 karya Agus R Sarjono yang berjudul “Camus”. Saya mengambil penggalan puisi ini untuk memancing saya sebagai penikmat puisi agar terhentak dan menyelami antologi puisi ini. Karena ada sesuatu yang menggelitik dalam antologi ini. Pertama mengapa Agus memilih tema-tema tokoh. Kedua Agus mampu menggambarkan sosok sastrawan sekaligus filsuf dalam puisi ini. Inilah yang membuat saya harus terus menyelam mencari fondasi pemikiran yang hendak di bangun oleh Agus R Sarjono. Dalam hal ini saya tidak hendak mengulas satu-persatu pemikiran yang ditawarkan para sastrawan dan filsuf, akan tetapi saya akan fokus pada buku antologi puisi ini, karena setelah saya membaca semua antologi ini ad

Menciptakan Darah Bening

Oleh: Matroni Muserang* Semua umat Islam menginginkan dirinya bersih dari dosa, dan ingin mendekat pada Nabi Muhammad serta Allah. Ada banyak cara untuk membersihkan dosa dan ada banyak cara untuk bersama Allah, namun seringkali kita terjebak dengan siapa diri ini? Di antara kita ada yang mengaku dirinya paling benar, ada yang ingin dihormati (gila hormat), ada yang ingin cepat dianggap Kiai, tokoh dan derajat sosial lainnya. Namun bagi kita yang paham makna hidup dan hubungannya dengan Allah, derajat sosial seperti di atas sebenarnya tidak begitu penting, sebab yang paling penting adalah akhlak kita kepada semesta, nabi, Tuhan, dan masyarakat. Baik akhlak batin maupun akhlak dhahir. Pikiran dan gerak hati tentu di tuntut oleh akhlak, kalau hati dan pikiran bergerak tanpa adanya etika yang baik, maka jangan berharap kita diakui sebagai orang yang baik akhlaknya. Makanya sebelum kita mengurus orang lain, apakah kita sudah selesai mengurus diri kita sendiri? Menciptakan da

Dilema orang “Berilmu”

Oleh: Matroni Muserang* Ilmu Tuhan sungguh tak terbatas, tapi Mengapa kita harus membatasi Hari ini banyak sekali orang-orang berilmu. Ada alumni pondok pesantren, ada sarjana pesantren dan ada pula sarjana perguruan tinggi swasta dan negeri. Ada yang menetap di tempat belajar, ada yang pulang ke kampungnya. Niat awal memang kita berangkat dari rumah untuk sekolah/belajar, setelah lulus pulang ke kampung halaman, namun perjalanan berkehendak lain. Itulah dinamikanya. Namun hal itu bukan kemudian kita biarkan tanpa pembacaan dan refleksi. Ada dua hal yang penting untuk kita baca, pertama diri kita sendiri dan kedua adalah ilmu yang kita peroleh. Kita seringkali ingin cepat-cepat selesai sekolah, mendapat ijasah lalu kerja, itulah impian semua sarjana masa kini. Tujuan untuk mendapatkan ijasah untuk kerja. Bukan untuk ijtihad keilmuan yang kita peroleh dari sekolah. padahal kalau kita menyadari kesarjanaan kita untuk kepentingan pengetahuan dan keilmuan. Mau jadi apa