Bila Kata
Sajak-Sajak: Matroni A. el-Moezany*
Bila Kata
kuingin memasuki waktu di matamu
bila kata sulit melahirkan rasa
Dalam kata akan kutemukan lautan
untuk berlayar bersama kaki, tapi
dihaluan tak kutemukan apaapa
Yang ada sebuah jiwa tak bertepi
sementara makna bertebar di cakrawala
berkincir seperti angin
hingga terjatuh didalamnya
di dalam kata-kata kita
Dari bibir terbit serumpun matahari
menginjak sebutir waktu yang usang
ketika bumi dengan kata merana
dan pergi berbecek-becek ke sebuah ketika
Mengalir bersama hujan
sementara hati adalah luka
bersama mendung
Cabean,Yogyakarta, 2007
Darahku, Bertanya
darah,
itulah yang tergambar
di lengkungan celurit
Terserah apa katamu
tentang darah lengkung itu
tapi, itulah kehidupanku
dan kehidupanmu
Tentu saja darah boleh mengalir
karena mengalir itu
adalah waktu
Cabean, 2007
Lagu Batu
tiap kali kudengar irama senja
seakan ada yang lain dikejauhan itu
sepi dan kosong
Kaukah nyanyian tipis?
terbias di dinding waktu
ketika tertegak
menatap kelopak langit
lelap kehilang malam
tak berkata
Sehabis musik mengusik cakrawala
senja mendekap bintang
mengucap cahaya
Pada teriak kota
ada awan mengepul
meneriakkan tanya
apakah yang sesungguhnya terjadi?
Cabean, 2007
Ketika Menjadi Waktu
tangan kau lekatkan pada bintang
bisikmu membias cahaya
jiwa sunyi, hatiku ingin
langit siang bermatahari
hatipun menjadi rahasia
Wajahmu terpahat di matahari pagi
jiwaku mengundang rindumu
laut dalam hatimu, hutan luas dalam kata-katamu
cintapun menjadi rahasia
Jari lentikmu kucium pada bunga
seakan mengundang rahasia-rahasia
mengurai lagu semesta
tiada lagi luka, bungapun merekah
Cabean, 2007
Ketika Waktu Bertanya
jangan kau sebut matahari
bila menampakkan wajahnya
tapi sebutlah dia, siapa saja
Suruhlah kau sebut sukur
bila ia datang padamu
tapi sebutlah dia, bagaimana
Kau sebut bulan
bila merekahkan senyum
tapi sebutlah dia, bintang
Kau sebut tuhan
bila kau belum mendatangi
tapi sebutlah dia dalam, sunyi
Cabean, 2007
Bila Matahari
1/
matahari seperti tak peduli, pergi
kulihat kaki bintang berderap
menuruni perut bumi
kulihat butiran masa
seperti berjalan dari kelopak matamu
2/
begitu pelan angin tidur di awan
seperti suara perempuan malam hari
hingga aku tak mengerti batas tidur dan kematian
Cabean, 2007
*Penyair kelahiran Sumenep, aktif kumonitas sastra, seni dan budaya Yogyakarta, aktif di lingkarang kumonitas ‘06’, aktif di pembacaan puisi di Sarkem UNY, aktif di Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI), Tulisanya di publikan di media lokal dan nasional.
Bila Kata
kuingin memasuki waktu di matamu
bila kata sulit melahirkan rasa
Dalam kata akan kutemukan lautan
untuk berlayar bersama kaki, tapi
dihaluan tak kutemukan apaapa
Yang ada sebuah jiwa tak bertepi
sementara makna bertebar di cakrawala
berkincir seperti angin
hingga terjatuh didalamnya
di dalam kata-kata kita
Dari bibir terbit serumpun matahari
menginjak sebutir waktu yang usang
ketika bumi dengan kata merana
dan pergi berbecek-becek ke sebuah ketika
Mengalir bersama hujan
sementara hati adalah luka
bersama mendung
Cabean,Yogyakarta, 2007
Darahku, Bertanya
darah,
itulah yang tergambar
di lengkungan celurit
Terserah apa katamu
tentang darah lengkung itu
tapi, itulah kehidupanku
dan kehidupanmu
Tentu saja darah boleh mengalir
karena mengalir itu
adalah waktu
Cabean, 2007
Lagu Batu
tiap kali kudengar irama senja
seakan ada yang lain dikejauhan itu
sepi dan kosong
Kaukah nyanyian tipis?
terbias di dinding waktu
ketika tertegak
menatap kelopak langit
lelap kehilang malam
tak berkata
Sehabis musik mengusik cakrawala
senja mendekap bintang
mengucap cahaya
Pada teriak kota
ada awan mengepul
meneriakkan tanya
apakah yang sesungguhnya terjadi?
Cabean, 2007
Ketika Menjadi Waktu
tangan kau lekatkan pada bintang
bisikmu membias cahaya
jiwa sunyi, hatiku ingin
langit siang bermatahari
hatipun menjadi rahasia
Wajahmu terpahat di matahari pagi
jiwaku mengundang rindumu
laut dalam hatimu, hutan luas dalam kata-katamu
cintapun menjadi rahasia
Jari lentikmu kucium pada bunga
seakan mengundang rahasia-rahasia
mengurai lagu semesta
tiada lagi luka, bungapun merekah
Cabean, 2007
Ketika Waktu Bertanya
jangan kau sebut matahari
bila menampakkan wajahnya
tapi sebutlah dia, siapa saja
Suruhlah kau sebut sukur
bila ia datang padamu
tapi sebutlah dia, bagaimana
Kau sebut bulan
bila merekahkan senyum
tapi sebutlah dia, bintang
Kau sebut tuhan
bila kau belum mendatangi
tapi sebutlah dia dalam, sunyi
Cabean, 2007
Bila Matahari
1/
matahari seperti tak peduli, pergi
kulihat kaki bintang berderap
menuruni perut bumi
kulihat butiran masa
seperti berjalan dari kelopak matamu
2/
begitu pelan angin tidur di awan
seperti suara perempuan malam hari
hingga aku tak mengerti batas tidur dan kematian
Cabean, 2007
*Penyair kelahiran Sumenep, aktif kumonitas sastra, seni dan budaya Yogyakarta, aktif di lingkarang kumonitas ‘06’, aktif di pembacaan puisi di Sarkem UNY, aktif di Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI), Tulisanya di publikan di media lokal dan nasional.
Komentar