Negeri Sunyi
Sajak-sajak:
Matroni El-Moezany*
Negeri Sunyi
Di negeri yang sunyi
batubatu sendirian menebar bunga
dengan rasa bangga dia hidup
bersama angin dan kesenyapan tapi
di lautan kasihNya
kuberlayar bersama ombak dan pasir
yang menepi
di tataran kelorkelor
Sendiri kulihat langit itu
puingpuing dan gunung emas
yang menepi di sarang rumahmu
kau hias dengan kalimat dan jedajeda
nafiri kalam ilahi
Jogja, 2006
Senja
Hari mulai dingin
yang melesat
menepis galau demi galau
kasaukasau gelap
kulihat langit
tetap
aku tetap bernafas
pada dada
seteguk bunga yang masih beraroma
Jogjakarta, 2006
Istana di Kerinduan
Langkahku yang mengelagat aneh
di jalan setapak luas yang riuh orangorang
kudaki puncak gunung di seberang lautan
memandang wujud mempesona
tiap hari
Cahaya mengeriap
seakan seorang gadis pulau
memandangku dari istana
kerinduan
saat senja kala
bayang-bayang menyelimuti ranah
dengan daun bunganya
malam kuping-kuping di gayuti iramairama
jiwa kekekalan meluap
dari pelupuk hati
Perasaan pecah, galau, jerat
hadir kembali
hingga semua tamat
dalam hamburan air pertemuan
di sungai Bai
Jogjakarta, 2006
Kebenaran
Apabila matahari waktu pagi ini
adalah benar
bila pena menulis
adalah benar
adakah kebenaran
seutas tanya
yang terlempar
yang kau pegang?
Makna demi makna
yang kau cecapkan
lenyap
aku tahu engkau benar
diantara para pelipis dunia
yang terdampar di samudera luas
Jogjakarta, 2005
Diranting Angin yang Sunyi
Burung-burung yang berisak
di ranting angin yang sunyi
qasidah beralun dengan santun
dari bukit yang gelap dan buta
Sementara riuh malam teredam nafiri
walau hanya air mata
yang menangis
di bawah seduhmu
embunembun tanya mengisak pilu
di raungan mata
Ingin rasanya kutepis langit gelap
biar ia tak lagi manangis
dengan harapan yang hampa
dari ketiadaan
Kini do’a bersama gelap dan buta
bersinar di kerdip alis bunga mimbe
yang usang
dan paham akan lagu sendu
di kabutkabut yang bisu
saat malam masih ragu
bersama mimpi-mimpi
Jogja, 01 Oktober 06
Sayap Gelap
Segala yang ada dan tiada
mengerimis pada kertas
dan waktu mengembara bersama
malam yang telah pecah
dengan datangya kesunyian
di belantara tangisan-tangisan hati pilu
Ketiadaan yang semakin ada
jiwa terkubur bersama galau demi galau
di riuh perang kesumat melanda Iran
itulah lumpur tersungkur kupanen di dada
Jogja, 06
*Matroni El-Moezany penyair dan esais lahir di Sumenep, Madura. Sekarang menjadi staf devisi sastra dan budaya kutub Yogyakarta. Aktif di forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI). Tulisannya di muat di beberapa harian ibu kota maupun daerah. Diantaranya Suara Pembaruan, Surya, Surabaya pos, Radar Madura, majalah Muslimah, majalah Bakti, Lampong post, dll. Tinggal di Minggiran MJ II/1482-B Yogyakarta, 55141.
Matroni El-Moezany*
Negeri Sunyi
Di negeri yang sunyi
batubatu sendirian menebar bunga
dengan rasa bangga dia hidup
bersama angin dan kesenyapan tapi
di lautan kasihNya
kuberlayar bersama ombak dan pasir
yang menepi
di tataran kelorkelor
Sendiri kulihat langit itu
puingpuing dan gunung emas
yang menepi di sarang rumahmu
kau hias dengan kalimat dan jedajeda
nafiri kalam ilahi
Jogja, 2006
Senja
Hari mulai dingin
yang melesat
menepis galau demi galau
kasaukasau gelap
kulihat langit
tetap
aku tetap bernafas
pada dada
seteguk bunga yang masih beraroma
Jogjakarta, 2006
Istana di Kerinduan
Langkahku yang mengelagat aneh
di jalan setapak luas yang riuh orangorang
kudaki puncak gunung di seberang lautan
memandang wujud mempesona
tiap hari
Cahaya mengeriap
seakan seorang gadis pulau
memandangku dari istana
kerinduan
saat senja kala
bayang-bayang menyelimuti ranah
dengan daun bunganya
malam kuping-kuping di gayuti iramairama
jiwa kekekalan meluap
dari pelupuk hati
Perasaan pecah, galau, jerat
hadir kembali
hingga semua tamat
dalam hamburan air pertemuan
di sungai Bai
Jogjakarta, 2006
Kebenaran
Apabila matahari waktu pagi ini
adalah benar
bila pena menulis
adalah benar
adakah kebenaran
seutas tanya
yang terlempar
yang kau pegang?
Makna demi makna
yang kau cecapkan
lenyap
aku tahu engkau benar
diantara para pelipis dunia
yang terdampar di samudera luas
Jogjakarta, 2005
Diranting Angin yang Sunyi
Burung-burung yang berisak
di ranting angin yang sunyi
qasidah beralun dengan santun
dari bukit yang gelap dan buta
Sementara riuh malam teredam nafiri
walau hanya air mata
yang menangis
di bawah seduhmu
embunembun tanya mengisak pilu
di raungan mata
Ingin rasanya kutepis langit gelap
biar ia tak lagi manangis
dengan harapan yang hampa
dari ketiadaan
Kini do’a bersama gelap dan buta
bersinar di kerdip alis bunga mimbe
yang usang
dan paham akan lagu sendu
di kabutkabut yang bisu
saat malam masih ragu
bersama mimpi-mimpi
Jogja, 01 Oktober 06
Sayap Gelap
Segala yang ada dan tiada
mengerimis pada kertas
dan waktu mengembara bersama
malam yang telah pecah
dengan datangya kesunyian
di belantara tangisan-tangisan hati pilu
Ketiadaan yang semakin ada
jiwa terkubur bersama galau demi galau
di riuh perang kesumat melanda Iran
itulah lumpur tersungkur kupanen di dada
Jogja, 06
*Matroni El-Moezany penyair dan esais lahir di Sumenep, Madura. Sekarang menjadi staf devisi sastra dan budaya kutub Yogyakarta. Aktif di forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI). Tulisannya di muat di beberapa harian ibu kota maupun daerah. Diantaranya Suara Pembaruan, Surya, Surabaya pos, Radar Madura, majalah Muslimah, majalah Bakti, Lampong post, dll. Tinggal di Minggiran MJ II/1482-B Yogyakarta, 55141.
Komentar