Postingan

Pendidikan Yang Kropos

Matroni Musèrang*   Esai ini berangkat dari kegelisahan saya ketika mengikuti pendidikan politik perempuan yang diadakan oleh PAC Fatayat   Nadhlatul Ulama Kecamatan Gapura pada tanggal 14 Januari 2024 di Aula lantai dua MWC NU Gapura. Acara di buka dari Bawaslu Jawa Timur dan dilanjutkan dengan penelis dari partai Gerindra, PDI-P, PKB, PPP, Bawaslu Kabupaten Sumenep, KPU Sumenep dan Ajimuddin sebagai pengamat politik. Saya hadir ke acara ini sebenarnya ingin tahun pendidikan politik bagi perempuan seperti apa yang ditawarkan partai atau calon DPR, tapi saya tidak menemukan karena tidak ada panelis dari partai yang berbicara secara konseptual pendidikan bagi perempuan, saya berharap pada PKB dan PPP sebenarnya, tapi justeru PKB dan PPP justeru saling mengunggulkan dan mengutip ayat dan hadist saja. Kalau alat untuk menjadi DPR saja tidak menyampaikan secara konseptual tentang pendidikan bagi perempuan bagaimana dengan cara berpikirnya? Padahal pendidikan itu mendidik cara berpi

Epistemologi Hidup Iman Budhi Santosa

  Oleh: Matroni Musèrang*   Festival Sastra Iman Budhi Santosa yang diselenggarakan dua hari 2-3 Desember di Magetan membuat saya berpikir tentang sosok Iman Budhi Santosa (IBS). Siapa Iman Budhi Santosa? Apa Iman Budhi Santosa? Mengapa ada Festival Iman Budhi Santosa? Apakah di kabupaten lain bisa dan mau untuk diadakan festival sastra Iman Budhi Santosa? Saya ke Magetan kebetulan saya diajak teman saya Set Wahedi, saya mengiyakan karena mas Iman juga salah satu guru saya dalam menulis di Yogyakarta. Hadir ke Magetan berarti menghadiri jamuan guru yang sudah lebih dulu berangkat kea lam yang berbeda. Oleh karenya tulisan ini sebagai catatan penting bagi saya selama dua hari di Magetan. Karena tidak sembarangan orang atau tokoh acara di gelar untuk menghabiskan dana jika tidak memiliki efek literasi bagi daerahnya bahkan pahlawan nasional pun tidak mudah bagi kota kelahiran dirayakan sebagai bentuk penghormatan, maka saya ingin tahu mengapa Magetan mau seperti itu. Setelah sa

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Esai ini lahir refleksi kemerdekaan yang diadakan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Gapura. Acara yang dikemas dengan semacam seminar yang di isi oleh Dr. Iskandar Zulkarnai, Kiai Halimy dan ibu Raudhatun, esai ini semacam sharing bersama untuk konteks kecamatan Gapura dengan satu pertanyaan “apakah masyarakat Gapura sudah Merdeka?, ada kemungkinan pertanyaan ini di daerah lain. Apakah Gapura sudah merdeka secara ekonomi? Di Gapura ada enam (6) swalayan, dua swalayan Nusa Umat yang disingkat NU, ada Migi Mart, el-Maimon, Basmalah, dan Indormart. Di Gapura ada dua NU yang pertama BMT NU (Nusa Ummat) yang berideologi Kapitalis (Marx) dan kedua NU (Nahdlatul Ulama) yang ideologinya keummatan, kebangsaan, keagamaan, kerakyatan. Dua NU ini sama-sama kuat, meskipun faktanya justeru Nuansa Umat (NU) yang lebih “kuat” Nadhlatul Ulama (NU) itu sendiri.   Pertanyaanya adalah apakah dengan enam swalayan dan BMT Pusat Nuansa umat (NU) perekonomean masyarakat Gapura lebih baik? Hal perekonomea

Matinya Pertanian di Negara Petani

  Oleh: Matroni Muserang*   Indonesia yang semua penduduknya bergantung pada pertanian atau kehidupan orang-orang yang ada didalamnya pun bergantung pada pertanian. Dan Indonesia mengklaim sebagai negara agraris, sebuah negara yang perutnya bergantung pada sector pertanian. Tapi akhir ini justeru petani “dipermainkan” mulai dari pupuk misalnya belum lagi ada tren penurunan produksi pagi (baca jawa pos, Ancaman Bernama Ketahanan Pangan, 16/03/2023,hal.4). Tapi tulisan ini bukan mau menanggapi berita itu, tapi kita sampai sekarang belum menyadari bahwa krisis lingkungan sudah berada di titik puncak yang mengerikan. Tulisan akan memberikan data-data penelitian yang dilakukan agama Kristen, mengapa tidak agama Islam padahal saya orang Islam, karena Islam belum respek terkait dengan isu lingkungan sementara Kristen sudah sejak tahun lama peduli dengan isu lingkungan, misalnya 2.400 pendeta dan 1.600 anggota jemaat dari gereja-gereja di Amerika Serikat. Hal ini kelanjutkan dari isu yan

Pentingnya Etika Memilih Guru dalam Keilmuan

  Oleh: Matroni Muserang*   Di Korea seorang artis akan di blok (tidak diakui lagi keartisannya) jika memiliki prilaku yang tidak etis atau memiliki latar belakang membully teman di masa remaja misalnya. Menjadi   artis di Korea benar-benar harus memiliki etika yang baik sejak kecil. Di dunia Islam begitu banyak cerita dan contoh-contoh betapa pentignya memilih guru. Artinya etika berlaku untuk semua kalangan makhluk hidup, kita tahu bahwa etika merupakan fondasi dalam menapaki kehidupan, menapaki proses intelektual, menapaki dalam mencari pekerjaan dan menapaki dalam proses komunikasi. Cerita di Korea ini saya ambil sebagai contoh sederhana bahwa dalam dunia artis saja begitu ketatnya dan begitu pentignya sebuah etika, apalagi dalam dunia keilmuan. Ilmu yang jelas-jelas peta bagi kita untuk membawa manusia sampai keperkampungan Tuhan. Dalam hal ini saya mencontohkan memilih pondok pesantren yang secara dunia guru menjadi sentral yaitu kiai, bindara dan menantu kiai sebagai conto

Lucunya Orang Hari Ini

  Esai berangkat dari pengalaman saya selama tahun 2022. Menurut saya penting untuk direfleksikan bersama, sebab hal ini berkaitan dengan mental orang hari ini, tentu saya tidak akan menyebutkan nama dan dimana, nanti saya kena pasal undang-undang pencemaran nama baik, haha. Pengalaman pertama saat ada orang ini mendapat beasiswa sekitar 2 juta, karena ada yang mendampingi (orang dalam/karyawan), si dia tidak malu meminta secara terang-terangan bagian dari beasiswa tersebut, padahal si dia orang bergaji bulanan. Kedua teman saya mendapat bantuan, berhubung karena si dia membantu di kantornya, maka si dia pun terang-terangan meminta bagian dengan menyebutkan angka, padahal si dia (karyawan) yang kewajiban dia membantu pelaksanaan pencairan bantuan. Dan ada pengalaman sama yang tidak saya sebutkan satu-persatu, di atas hanya contoh bahwa gaji itu tidak menjamin orang puas dengan gajinya, karena syukur tidak, karena tamak. Sebab saya punya satu pengalaman saat dapat bantuan dan ternyata

Gus Dur di Mata Pendengar

  Oleh: Matroni Mus è rang*   Tulisan ini sebenarnya hasil pendengaran saya ketika mengikuti haul Gus Dur ke-13 yang diadakan atas kerja sama Lesbumi MWC NU Gapura Kader Penggerak Nadhlatul Ulama (KPNU) Gapura dan Gusdurian Sumenep pada tanggal 25 Desember 2022 di Aula lantai 2 MWC NU Gapura. Ada tiga pemateri yang hadir malam itu pertama K. A Dardiri Zubairi, Khalqi Kr, dan Zainullah. Khalqi Kr mengatakan Gus Dur memiliki dua keistimewaan (yang saya ingat), pertama suka silaturrahmi sesame manusia dan silaturrahmi arwah dan Khalqi Kr membuktikan secara langsung dua hal itu. Zainullah menyampaikan 9 nilai Gus Durian, seperti kesederhanaan, membeli kaum lemah, dan 9 nilai tersebut berlandaskan tauhid, sehingga Gus Dur bilang seperti yang di sampaikan Zainullah Guru Spiritualitas saya adalah realtias. K.A Dardiri Zubairi menyampaikan dari sisi kebudayaan. Kebudayaan sebagai sebuah system nilai yang kata beliau nilai tasawuf dan nilai pesantren. Dengan menggunakan media buda