Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Puisi: Sebuah Aktivitas Imajiner

Gambar
Oleh: Matroni Musèrang Bahasa puisi dan rasa puisi akan berbeda ketika kita merasakan. Rasa puisi adalah instrument untuk me-rasa, sementara bahasa puisi adalah hasil dari me-rasa atau refleksi dari sebuah rasa, yang kemudian melahirkan kata-kata, ide-ide segar, pemikiran dan aksi , sedangkan imajinasi adalah sebuah bentuk ide, kata-kata dalam pikiran dan hati , yang didalamnya berisi kelembutan, kesejukan, kesegaran dan kedamaian , sehingga puisi yang lahir akan membuahkan ingatan-ingatan yang abadi bagi pembaca.   Saya belajar menulis puisi sejak tahun 2005, saat itu wacana sastra sedang semarak dengan wacana sastra “kaulitas dan bentuk” ke aksi. Para penyair dan sastrawan ramai memperbincangkan “kaulitas karya puisi” dan Jogja masih semarak dan semangat-semangatnya. Sastra yang semula kata benda abstrak menjadia kata kerja. Penyair dan sastrawan dintuntut untuk bersastra tapi menyastra,  tidak lagi berbudaya tapi membudaya kata Darmanto Jatman, ungkapan yang asing waktu it

Sastra juga Butuh Keseriusan

L ahirnya zaman baru yang didorong oleh semangat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, telah membawa kita pada puncak “kebingungan” dalam menentukan pilihan hidup. Entah karena perjalanan sejarah memang seperti titu, atau ada jalan lain yang mampu merubah hidup menjadi “lebih baik” dari hari kemaren. Perkembangan ilmu pengetahuan dari kosmosentris, teosentris, hingga kita menemukan modernitas, posmo, sampai post-sekuler sekarang ini merupakan perjalanan sejarah ilmu pengetahuan yang luar biasa serius dan luar biasa bergejolak. Para tokoh yang melahirkan teori tersebut tidak serta merta berkata kosong, akan tetapi berangkat dari pengalaman empiris, pemikiran, dan rasionalitas yang rumit, maka tidak heran kalau teori-teori tersebut mampu menjelaskan kepada masyarakat dan mampu mempengaruhi masyarakat. Mengapa? Karena para tokoh memang benar-benar serius menggarap apa yang menjadi pilihannya. Maka, kita dituntut untuk beraktualiasasi dalam iman dan rasio. Kalau dalam filsafat, ada

Agama dan Urusan Kemanusiaan

AKHIR -akhir ini ajaran agama menjadi ”tidak penting” bagi pemuja materi. Uang yang Maha Esa. Melaksanakan salat dan ibadah hanya kalau diperlukan saja, sehingga tidak terlihat nilai-nilai agama yang tercermin di keseharian kita. Pemerkosaan, pembunuhan, dan kekerasan sering kali menghias wajah bangsa. Agama mengajarkan tentang kemanusiaan ( al-insaniyah ), sehingga banyak orang berjuang atas nama kemanusiaan. Walaupun sering kali kemanusiaan hanya dijadikan penghias dan penggoda. Kekerasan yang terjadi pada Yuyun, FPI yang selalu bikin ulah, dukun cabul yang menggarap istri orang, belum lagi pesta seks anak SMP, ibu kandung membunuh anaknya sendiri, dan sederet kasus kemanusiaan lainnya. Lantas ini salah siapa? Mengapa mereka melakukan ini? Dimanakah peran agama dan pendidikan agama di lingkungan sekolah dan universitas? Membaca agama sebagai apa? Apakah agama dijadikan lipstik belaka? Agama hanya dijadikan hiasan? Bangsa kita harus kembali ke jati diri kemajemukan dan keberaga

Peran Kata Dalam Puisi

Kata-kata yang kita ucapkan bukanlah apa-apa, itu merupakan kesatuan tanda-tanda yang datang ke pikiran kita, tanda-tanda yang tidak pernah mencakup dan melingkupi segala sesuatu yang ingin atau harus kita ucapkan jika kita ingin dipahami dengan benar. Plato juga dalam hal ini, menyinggung elemen kesementaraan (kontingensi) ini, meskipun dia memiliki pemahaman yang lebih instrumental terhadap bahasa dalam renungan-renungan teoritisnya tentang linguistikalitas. Plato mempersoalan asal-usul kata yang kita ucapkan. Ini sering terjadi dalam wacana tertulis, karena kata-kata tertulis bisa menerima berbagai pemaknaan yang sangat berbeda jika kreator atau pengarang tidak ada untuk dimintai penjelasan tentang apa yang dia maksud. Walau pun ada beberapa ahli logika menyalahkan Plato karena ada kontradiksi diri dalam pendapatnya ini, sebab dia telah menuliskan pendapat tersebut. Puisi adalah sebuah pesta atau “perayaan” dari realitas, seperti yang kita tahu bahwa puisi menggunakan medium ba

Membaca Madura Sebagai Kearifan Dalam Puisi

Ketika saya membaca antologi puisi penyair perempuan Sumenep, Benazir Nafilah “ Madura: Aku dan Rindu ” 2015 ingin saya tegaskan bahwa Sumenep bukan hanya sebuah nama Kabupaten an sich, namun Sumenep adalah rahim yang mengandung kearifan lokal budaya yang harus dibaca eksistensinya dengan perangkat metodologi yang tidak hanya satu, namun beragam. Antologi puisi Benazir mencoba menguak dan membaca kearifan itu lewat puisi. Namun puisi tidak bisa menjadi pengetahuan publik jika puisi hanya untuk puisi. Maka dalam esai sederhana ini saya ingin mencoba menguak sesuatu di balik fisik puisi atau sesuatu yang dibalik bahasa puisi, inilah penting hermeneutik dalam membaca teks-teks dan simbol yang dibuat oleh kreator. Puisi bukanlah teks mati, namun puisi merupakan makhluk hidup yang bisa berdialektika dengan makhluk lain, namun untuk berkomunikasi dengan puisi kita membutuhkan perangat metodologi sebagai instrument untuk mengetahui maksud dari teks puisi tersebut. Puisi  Buppa ben babb