Galau Dalam Mimpi

Puisi-puisi:
Matroni El-Moezany*

Galau Dalam Mimpi

Cahaya yang terbenam di matamu
Bacalah dengan cinta dan rindu
Tubuhmu galau dalam mimpi
yang tak pasti

-Lalu dimanakah kau simpan cinta
Hingga tubuhmu tak mengenal diri
saat kau masuki ladang matamu

-Tapi
aku hadir di waktu itu
melihat cermin jiwamu
dari negeri bayangbayang

-Kubuka mata
melihat dan menelusup di kasau dadamu
memaknai kerinduan, dentuman hati
memaki sesuatu yang penuh ragu

-Nama belum sempat hinggap
di pelupuk jalan, karena buta
tongkat di pegang dengan tangan lunglai
hingga jarijari luluh menulis makna jalan
dan arah angin

Jogjakarta, 08 September 2006

Kahadiran Senyummu

Akan kuambil manis senyummu
dan kubagi pada para penyair
biar ia hadir menjelma keindahan
dan melahirkan puisi

-Dalam ini…….
memang serpihanserpihan semesta
yang membeda dalam bentangan makna
cerita
lautan boleh berombak
di gemericik air jiwamu
agar aku menari, menari dan menari

-Kutawarkan resah nan gelisah
dan berkata:
inilah senyummu yang lama
tersimpan dalam peti Ilahi
dan rumah labalaba, kesini katanya

-bumi semakin indah bila
telah kau jual sesuatu padanya
dan pada roh tunggal sang Ilahi
cahaya

Jogjakarta, September 2006

Penjual Gudheg Jogja

Setiap malam dan siang
detik ke detik
menit ke menit
kulewati engkau
dengan tatapan pandang tapi
hanya rasa kuayunkan
mencicipi aroma guhdegmu

-Sepanjang jalan kulalui
sepanjang itu pula
kueja
bersama keasinganku
Angin menyapa
"Hai orang asing
mengapa kau cipta
bentangan makna
yang tak terurai kamusmu
hingga engkau bertanyatanya
pada malam dan siang
pada bintang dan bulan

Jogjakarta, 09 September 2006

Menyingkap Hari Cinta

Jubelan kita buat darah
dalam sepi malam
Menyingkap makna hari
"cinta"

-Sepi malam kita singkap
dari balik katakatamu yang singgah
dari burung gagak hitam
mengukir segala ranting berbuah
dan mulai resah
di cabangcabang batu

-Katakanlah darah menggenang
seribu kalam berkata
seribu kalam semesta
di antara jajaran galau dimalam sepi
dan di antara makanan cinta
kehidupan semu

-Dimana kau pendaki
di bukit gunung sokon
yang semu akan cinta
kehidupan

-Dimana sejadahku
kuisi
lalu tibatiba ada kerinduan
bergalau dalam benangbenang cinta
yang terbentang di ladang sejadah
dan asik bermain dengan rindurindu bayu
di kasaukasau jiwa

Jogjakarta, 12 September 2006

Bukankah Cinta Kita Ada

Pagi yang semu
bermimpi bertemu mati
tertelan waktu kian samar
di balik firmanMu yang agung
bukankah rindu kita bisa ada
bukankah cinta kita bisa ada

-Di siang redup alunan romantis
lahir dari kesejukan jiwa
melahirkan sebuah tiraitirai suci
yang tumbuh di telaga tak bertepi

-Jika engkau sejuk cinta
telah lahir
maka diam bukan tak kadang diam tapi
diam adalah getar akan namanama
yang seketika nancap sukma Ilahi

-Bermainlah dengan asik
kalau kau sudah ada dalam
dekapan angin yang penuh cahaya

-Duhai yang terkasih
suanmu kuharap selalu
untuk menjaga
memantauku
agar cahaya menerangi jalan
dan mengawal langkahku

Jogjakarta, 14 September 2006

Do’a Penganut Sang Cahaya

Tuhan kami di surga
Mungkin hanya suciMu jua

-Kerajaan dan hakMu
akan kutunaikan dengan ayatMu
sehingga kami berliputan bungabunga surga

-Tuhan
Jangan angkau lemparkan
aku dalam godaangodaan
jauhkanlah kami dari
ancaman-ancaman
yang mengajakku dalam jurang kenestaan

Jogjakarta, 14 September 2006

*Penyair dan esais kelahiran Sumenep, Madura. Sekarang menjadi staf devisi sastra dan budaya kutub Yogyakarta. Aktif di forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI) Puisi-puisinya di muat di beberapa harian ibu kota maupun daerah. Tinggal di Minggiran MJ II/1482-B Yogyakarta 55141

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura