Refleksi Tahun Baru Polemik Cinta Di Tahun Baru

Refleksi Tahun Baru Polemik Cinta Di Tahun Baru Oleh: Matroni el-Moezany *

Dalam tatanan sejarah tahun baru tidak akan pernah terlepas dari sesuatu yang di sebut cinta sekaligus kata-kata yang bermukim di dalamnya untuk bertugas dalam berinterakasi dengan cinta patah yang penuh kompleksitas budaya. Berbicara tentang cinta, dimana cinta merupakan realitas terdalam dan tertingi, sebab cinta laksana lembah-lembah keterasingan yang selalu memanggil-manggil nama sang laskar cinta. Dari pemahaman akan suatu cinta di mana kita butuh matahari untuk menyinari alam-alam yang gelap, agar alam yang gelap itu menjadi terang dalam mengarungi samudera ketakterbatasan itu.
Cinta di tahun baru inilah yang menjalin dan bergumam di berbagai kehidupan. Selalu menjadi esensi-eksistensi jiwa, memberi satu tujuan dan arah yang tenang, cinta memberi kebebasan untuk bernafas di cakrawala yang luas dengan jalan spiritual. Apabila bangsa, budaya dan manusia di dunia ini ingin berbunga dan subur secara lembab serta sejuk, maka harus mengenali dan memenuhi cinta yang merupakan pokok mendasar. Di mana pokok dasar itu dapat membuat seseorang mencapai kesempurnaan, seperti yang di alami oleh al-Hallaj yang mengatakan "akulah kebenaran".
Berpijak pada bahan yang mendasar ini, Erich Fromm pernah mengatakan bahwa cinta adalah sikap, sesuatu yang dapat menentukan pribadi dengan dunia secara keseluruhan, bukan menuju pada objek cinta yang mempunyai suatu tindakan aktif bukan perasaan pasif itu pun harus berdiri dalam cinta, tidak jauh ke dalamnya. Begitu pun Amen Wangsitalaja dalam puisinya: bukankah aku sangat paham akan cinta dan bila kusingkap dan kutampakkan cinta kekasih pun telah menyingkapkan dan menampakkan dirinya sungguh aku hanyalah mencintai cinta. Dari penggalan puisi ini, cinta tidak akan pernah lepas dari aspek cinta. Karena cinta bagai matahari dan sinarnya tidak bisa dipisahkan sampai kapan pun.
Hubungannya tidak jarang menimbulkan cinta dan tahun baru ini yang menjadi pendukung serta alat penyebar kesuburan dalam kebijakan cinta itu sendiri. Dengan memanfaatkan khazanah tahun baru dalam gubahan seorang sufi terkemuka pada abad ketiga belas, Jalaluddin Rumi, sebagai batu pijakan. Dalam tahun baru ini merupakan ramuan dan proses pencarian dari proses spiritual serta pemahaman praktis, cinta inilah yang menjadi "resep" untuk menemukan kedalaman cinta di tahun baru, serta keselarasan antara berbagai realitas yang kasat mata atau yang tidak.
Dunia ini memang selalu berubah, sejalan dengan perubahan budaya, tetapi akankah kehidupan batin juga ikut berubah? Kearifan Rumi terlalu berharga untuk tidak digunakan dalam upaya berhubungan dengan cinta-cinta meskipun kita hanya mampu menangkap tirai luas dari samudera kearifan yang ditawarkan. Walaupun kita tidak suka datangnya tahun baru berilah cinta atau aku kesempatan untuk dijadikan kawan dan penawar "racun", karena cinta atau aku bisa dikatakan punya gagasan yang selalu menjadi kejutan untuk menyuburkan tanah-tahah kering dalam jiwa manusia.
Cinta di tahun baru inilah menjalin kisah asmara dalam satu ruang kehidupan, siapa, kapan, dan di mana itulah yang mengisi relung-relung dan memberi macam-macam lembah-lembah keterasingan, namun teman setianya tetap tidak berubah yaitu cinta. Cinta yang kita harapkan dalam mengarungi kehidupan dan yang pertama kali kita cari di dunia. Itulah hastrat dan tujuan kehidupan, yang menciptakan samudera yang tak terhigga, di mana jiwa berenang bersama kapal-kapal kecil. Seperti lautan, cinta akan tetap selalu mengasuh dan mendukung, tapi ia menawarkan suatu tempat di mana cinta akan membawa kehidupan. Siapa dan apa yang kita cintai pasti akan menyalurkan benang merah dan sebuah energi cinta yang sangat kuat, mendekati orang ini atau tidak, mengambil jalan ini atau tidak. Dengan bimbingan cinta di tahun baru kita yang sedang mencari, di mana kita menciptakan lemparan makna dan tujuan, di mana bersantai, bermain, serta bersenang-senang. Melalui hubungan datangnya tahun baru kita dapat mengenal orang lain dan diri sendiri dalam cermin cinta. Sebab cintalah yang akan membawa pada semua itu.
Di tahun baru ini adalah jalan kita untuk bernafas, setidak-tidaknya mengait jiwa, sebab ia memberi ruang yang kita butuhkan untuk mengikuti cinta. Tanpa cinta, di tahun baru kita tercekik, dengan cinta kita tinggal landas, berkarya, bereksperimen, meraba-raba, dan belajar. Kadang-kadang cinta membuat kita sakit yang mematikan, penceraian, kebangkrutan, atau skandal untuk menunjukkan betapa bebasnya kita lepas dari segala penampilan. Tanpa resiko rugi apa pun. Kita meninggalkan segala suatu kewajiban dan mengejar mimpi. Dengan demikian, cinta merupakan lembah-lembah untuk mencurahkan segala ekspresi dan sampah-sampah yang mengaji tentang isi dunia ini begitu pun dengan tahun baru.
Dengan segala hal seperti itu, tahun baru tidak bisa dipisahkan dalam hal ini, sebab inilah yang menciptakan apa yang ada dalam benak, jiwa, hati, dada, perut, atau di mana pun yang dapat membuat kita bahagia dan tenang saat bangun di pagi hari. Dengan menyatu atau beriringan dalam singgasana cinta, serta energi yang menyusupkan makna ke arah tujuan dalam kehidupan, walau kahadiran cinta tidak bisa di lihat dengan terang hingga mampu mengingat gejolak yang telah terjadi. Cinta, tidak bisa dipisahkan dari ke-ada-an cinta yang paling terdalam dalam diri, mungkin begitulah cara cinta mengalami mereka, ketika kita sedang berlibur di hari-hari tenang. Ketika merasakan kebahagiaan hidup dengan bahagia bersama-sama. Kita dikelilingi oleh apa dan siapa yang kita cintai, memberikan kita tergerai, dan melakukan apa saja yang kita sukai.

*penulis adalah adalah penggiat budaya dan penulis sastra di Yogyakarta,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Tari India Yang Sarat Spiritualitas