Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Syiir Untuk Guru Budi

Puisi Matroni Musèrang* ingin kulukis wajah siswa dari tinta puisi yang megah. tapi, di tepi lain waktu dinantikan namanya dengan hasrat yang sepi. di tepi lain waktu sesuatu menangis di cakrawala suara-suara membangun sejarah. ia mengabdikan diri untuk keabadian Sumenep, 9 Februari 2018 *Kelahiran Sumenep, tinggal di Sumenep,

Seni: Sebuah Inklusivitas Paradigmatik

Oleh: Matroni Muserang* TANGGAL  4 Januari 2018 di ruang dosen STKIP PGRI Sumenep saya dikejutkan dengan ramai-ramainya dengan penghargaan kepada Fendi Kachonk (penerima Sumenep Awards 2017 kategori tokoh sastra, Red). Di ruangan itu ada Moh. Ridwan, Tika Suhartatik, dan dosen lain bilang, ”Matroni, kenapa kamu kalah?” ”Kalah sama siapa?” ”Sama yang mendapat penghargaan.” ”O, itu,” jawab saya. ”Yang pantas itu kamu, Matroni. Bahkan terjadi perdebatan di Facebook,” katanya. Saya tidak tahu apa yang menjadi perdebatan itu. Sebab saya sudah lama tidak aktif di dunia maya. Dari sini kemudian saya terus berpikir sambil menjaga UAS di ruang 7. Di ruang 7 inilah sambil membaca novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Apa hubungan saya dengan penghargaan itu? Apakah karena saya memang sejak kecil suka seni dan menulis sastra? Apakah karena saya menjadi bagian dari Sanggar Kencana, Sanggar ASAP, Sanggar Relaxa, SEMENJAK, dan Lesbumi di Gapura? Apakah karena selama 15 tah