Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2012

Rambu Solo`, Agama Kepercayaan Masyarakat Toraja

Oleh: Matroni el-Moezany * Rambu Solo` adalah sebagian dari warna beragam budaya yang sangat kaya, yang saat ini sudah mengakar dalam kepercayaan masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan, meskipun ada di tengah hiruk-pikuk zaman yang kian maju dan berkembang. Rambu Solo` merupakan upacara pemakaman untuk menghormati orang yang telah meninggal sebagai pertanda hormat pada si mati atas jasa-jasa semasa hidupnya. Di sinilah keunikan dari tradisi Rambu Solo`, terlihat khas bahwa upacara kematian Rambu Solo` diadakan dengan sangat meriah dan mewah layaknya sebuah pesta. Upacara kematian ini tidak sedikitpun melambangkan upacara kematian, tetapi lebih berupa pesta perayaan. Di dalam upacara pemakaman Rambu Solo`, kesedihan tidak terlalu tergambar diwajah-wajah keluarga. Hal ini dikarenakan mereka punya waktu yang cukup untuk mengucapkan selamat jalan kepada si mati. Jenazah biasanya disimpan dalam rumah adat ( tongkonan ), disimpan bisa mencapai hitungan tahun. Maksud dari jenazah disimpa

Bayang-Bayang Perubahan

Oleh: Matroni el-Moezany* Setelah wakil kita terpilih pada Pemilu 2009, banyak harapan yang bertumpu pada DPR. 560 sosok anggota DPR baru itu menjadi harapan yang berlebihan lantaran mereka memiliki kemampuan dibidangnya. Karena sepanjang sejarah para wakil kita di negeri ini, periode itu yang mencatat komposisi potensi individu yang paling menjanjikan, di samping mereka lebih mudah, juga pendidikan mereka lebih tinggi. Mungkin periode itu yang terbaik dibanding pireode sebelumnya. Usia muda dan pendidikan lebih tinggi adalah potensi untuk memberikan perubahan nyata dari sebelumnya. Setelah kita melihat kinerja dalam jenjang setahun mereka sama sekali tak tampak untuk merubah kinerja DPR, justru yang terjadi adalah ekspresi ketidakpuasan yang menyeruak. Akhirnya harapan kita hanya menjadi bayang-bayang perubahan tak bermakna, pupus harapan untuk memuji anggota DPR yang katanya pendidikannya lebih tinggi. Ternyata nol kecil. Walau pun banyang-bayang perubahan selalu menyertai kehidupan

Wisata Budaya Yang “Mengenaskan”

Oleh: Matroni el-Moezany* Dalam catatan sejarah pergolakan ilmu pengetahuan selalu menjadi moment kepentingan bagi para intelektual dunia. Mulai dari antroposentris, kosmosentris, teosentris, teo-antroposentris, hedonisme, pragmatisme, globalisasi, liberalisme, sekularisasi, fositivistik, dan strukturalisme, sehingga kita menemukan zaman modern, bahkan postmodern yang kemudian ditandai dengan pergolakan sosial yang begitu cepat. Tapi mengapa kita hanya menjadi penonton dan bersaksi atas spirit pergolakan sosial, kecanggihan teknologi. Kita belum menyadari krisis kemanusiaan itu, mulai dari krisis diri, alienasi, depresi, stress, keretakan birokrasi, keretakan keluarga, sampai berbagai penyakit psikogis lainnya. Justeru adanya penyakit psikologis inilah yang menjadikan ketakutan kita dalam menghadapi krisis eksistensial dan hadirnya penyakit psikologi budaya. Jadi apa yang dikatakan fisikawan Fritjof Capra bahwa krisis multidimensi sudah mengitari setiap aspek kehidupan kita: kesehatan

Dari Ide Ke Puisi

Oleh: Matroni el-Moezany* Sampai hari ini hermeneutika tetap menjadi interpretasi yang berorientasi pada teks, dan dalam banyak teks-teks, di samping hal-hal lain, juga puisi, tidak ada sebuah teori interpretasi ketika tidak bersentuhan dengan problem puisi. Dalam hal ini, Paul Ricoer filsuf Prancis memberikan dasar untuk menyeimbangkan antara ide dan tulisan pertama kita harus memperlihatkan bahwa transisi dari berbicara ke menulis memiliki persyaratan kemungkinan dalam teori wacana. Kedua bertujuan untuk menghubungkan eksteriosasi intensional bahwa menulis terlibat dengan problem sentral hermeneutik, yaitu disntansiasi. Kritik Plato terhadap tulisan atau puisi sebagai suatu bentuk alienasi akan memperlihatkan titik alih dari penelusuran deskriptif menjadi kritis terhadap eksteriosasi wacana terutama terhadap tulisan atau puisi. Apa yang ada dalam puisi adalah manifestasi sepenuh-penuhnya dari suatu yang berada dalam keadaan virtual, sesuatu yang bermula dan muncul, dalam perbincanga

Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany

Belum  Tak sempat kuluahkan kata matahari. Hari ini aku memilih uang untuk masa depan kata dan kesemestaan. Masa depan tak kupegang angin, masa depan doa-doa, perjalanan berlalu sendiri, dan keberhasilan adalah ujung dari segala. Aku tak lupa pecahan kecil sejarah berceceran menebang cakrawala. Haruskah airmata berlinang, ketika harapan kosong dan kerinduan mengintai, senja ini aku cipta surau malam, malam ini, malam yang sebenarnya, dimana jangrik, kelelawar, bukit, sungai dan ikan-ikan menemukan gelap, sementara waktu tak menghiraukan apa pun, luka atau lapar sekalipun, manusia terlelap, tidur, rumput-rumput sendiri menikmati malam, memanggil embun, dan bintang menemukan bulan. Sedang aku yang duduk masih mencari dimanakah ke-belum-an itu? Jogja, 2011 Jika Kutulis Jika kutulis huruf-huruf cakrawala, seperti merpati menikmati pagi , huruf-huruf berjajar membentuk baris, tak bisa kubaca, tak bisa kurangkai, ia hanya sekawanan angin yang membawa kalam tuhan. Jika kutulis masa lam

Waktu

Malam menjelma pagi, alam sedikit menampakkan wajahnya, bumi Jogja semakin galau tak menentu, ketika itu Jogja membutuhkan kehijauan alam yang lahir dari orang-orang suci. Jika Jogja semakin nyata, mencari kesabaran daun-daun, maka lahirlah saling menuding, hingga siapa yang harus dan siapa yang mesti menjadi nalar yang tergesah-gesah. Maka jangan tidur sewaktu menawarkan salam Apa yang bisa aku berikan pada peminta-minta, jika diri tak mampu aku kenali, aku ingin menidurkan kemiskinan menjadi kesederhanaan. Jogja, 2011

CELURIT CINTA

Darah yang terbuat dari besi mengucur api, asap mengepul menjadi darah , lalu membakar luka, meliuk menjelma bulan tanggal tujuh.    Seringkali aku harus melawan mengucurkan isu langit yang meluka, dan kabar angin membuat Madura salah kaprah, tak henti-henti kerinduan masa lalu menjadi waktu.   Cinta terpendam mati oleh gelombang sejarah, mulut-mulut berkeliaran memamerkan api , celurit yang terbang dari bibir-bibir sumbing tak bernyawa, dihidupkan barah marah yang kian nyeri. Celurit cinta di curi waktu, kelembutan dan keindahan kering dari kehijauan bunga-bunga, darah sejarah sering kau buang bak sampah berserakan, hingga harus kukeluarkan celurit untuk menebas leher semesta, agar kelenaan dalam tidur menjadi cinta. Besi karat keluar dari tubuh , terbang melelahkan, hingga banyak manusia terkapar, tak bernyawa.      Jogja, 2011

Engkau Matroni el-Moezany

Jangan sampai PUTUS ASA itu ada dalam hidupmu "Senyumlah"

Hidupmu

Rony; jangan sampai hidupmu merugikan dirimu sendiri  dam orang lain.

Ketika

Ketika Kebersihan menjadi keseharian dan kewaswasan menjadi sumber ketidakpeudlian sucikah engkau?

Foto Penyair

Gambar
  membaca Puisi bersama Penyair F. Rizal Alief di Kedai Nagata Nologaten, Yogyakarta pada malam sastra teater ESKA