Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2012

lagi rancangan buat desa Wisata

Gambar

Nasehat dalam “Diri”

seberapa besar kamu menilai orang daripada dirimu sendiri? kenapa diri kita tidak pernah disalahkan? apakah tidak pernah salah bahkan kita selalu merasa benar, jawaban seperti ini yang harus kita pertnyakan kepada orang yang sok pandai menilai orang rasanya kejujuran itu sulit, faktanya untuk jujur pada diri sendiri tak semudah dengan keinginan.

Doaku kepadamu Tuhan

Tuhan, berikanlah ketukan-ketukan dijiwa, agar kerenyuhan ini berbuah kedamaian. Tuhan. renyuhkanlah jiwaku. tumbuhkanlah kerinduan kepada Rasul-Mu, ibu-bapak-Ku dan orang-orang suci, biar mereka hidup di jejak.ku. gubahan waktu yang berdetak merinsutkan kelemahan yang kian rapuh tak berdaya. Siapa pun boleh tak datang menemui pertemuan waktu, asal jari-jari rasa memulai rengkuhan cinta. Gemuruh semesta kadang tak bisa kita baca, api yang membakar pasar tradisional hanya kau jadikan jembatan keangkuhan yang tak ternoda. “semua mengaku suci” sementara bangsa masih ranum ludah-ludah kecut 28. Juli, tengah malam

Sastra juga Butuh Ke-Serius-an

Oleh: Matroni el-Moezany* Lahirnya zaman baru yang didorong oleh semangat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, telah membawa kita pada puncak “kebingungan” dalam menentukan pilihan hidup. Entah karena perjalanan sejarah memang seperti titu, atau ada jalan lain yang mampu merubah hidup menjadi “lebih baik” dari hari kemaren. Perkembangan ilmu pengetahuan dari kosmosentris, teosentris, hingga kita menemukan modernitas, posmo, sampai post-sekuler sekarang ini merupakan perjalanan sejarah ilmu pengetahuan yang luar biasa serius dan luar biasa bergejolak. Para tokoh yang melahirkan teori tersebut tidak serta merta berkata kosong, akan tetapi berangkat dari pengalaman empiris, pemikiran, dan rasionalitas yang rumit, maka tidak heran kalau teori-teori tersebut mampu menjelaskan kepada masyarakat dan mampu mempengaruhi masyarakat. Mengapa? Karena para tokoh memang benar-benar serius menggarap apa yang menjadi pilihannya. Maka, kita dituntut untuk beraktualiasasi dalam iman da

TBY dan Spirit Kesenian Yogyakarta

Oleh: Matroni el-Moezany* Nopember 2010 menjadi ladang subur bagi kesenian Yogyakarta, bentuk kesuburan adalah akan digelar Seni Pertunjukan Sepanjang Tahun yang dimulai 6 November hingga akhir 2010. Inilah salah satu cara Yogyakarta untuk menjaga dan melestarikan kesenian yang ada. Ada 36 kelompok seni Jogja yang akan mengisi pertunjukan di TBY (Harjo/4/11/2010), seperti Angguk, Thitung, Campursari, Tari Klasik, Kethoprak dan masih banyak yang lain. Taman Budaya Yogyakarta (TBY) sebagai tempat digelarnya kesenian Yogyakarta, sekaligus menjadi ikon dari perkembangan kesenian yang ada. TBY sebagai tempat berkumpulnya seniman, penyair, budayawan, dan pertunjukan seni, merupakan kekhasan Jogja sebagai daerah Istimewa. Berbicara Kesenian Jogja dan dinamika yang digeluti dari pergelaran seni senyatanya akan sampai pada bagaimana kita mampu membaca, meresapi, memahami, dari seni itu sendiri. Bukankah seni merupakan realitas yang lain dari masyarakat. Sampai disini, seni pun akan berusaha b

Seniman Yogya, Makin Jaya Aja

Oleh: Matroni el-Moezany* Dengan diberangkatkannya seniman ternama dari House of Natural Fiber Yogyakarta, Irene Agrivine, Andreas Siagian, dan Venzha Christ, ke Australia Kamis ini hingga Minggu (30/5/2010) dengan acara pagelaran karya mereka di 2010 Next Wave Festival di Melbourne membuktikan bahwa Yogyakarta masih menjadi kota seni dan sastrawan. Hal ini sangat penting untuk di apresiasi oleh kita untuk menjaga masa depan seni Indonesia. Jadi menjadi moment penting untuk memberikan semangat baru bagi masyarakat seni untuk selalu kreatif dan produktif. Seni sebagai basis dasar dalam menentukan kemajuan sebuah bangsa, dan juga sebagai bagian dari Next Wave Festival , para seniman Indonesia akan bergabung dengan seniman lainnya dari 10 Prakarsa Seniman Australia dan Asia, organisasi nirlaba ini yang banyak menawarkan kesempatan besar terhadap para seniman di luar sektor galeri komersial dan publik, dalam melakukan pagelaran karya mereka pada Structural Integrity di Arts House Meat Mar

Peran Rasa di Tengah Krisis Spiritual

Oleh: Matroni el-Moezany* Kita tahu bahasa atau kata-kata yang kita pakai atau kita lantunkan bukanlah hal yang mati, tapi suatu yang bernyawa (hidup), suatu ekpresi dari kita (manusia) yang hidup, yang terentak juga sebagai alat interkomunikasi antarmanusia yang hidup bersama dalam masyarakat. Kata-kata yang kita pakai itu tidak hanya menunjukkan realitas barang-barang yang obyektif saja, tetapi juga menyatakan sikap dan perasaan terhadap realitas obyektif. Kata mempunyai peran rasa tertentu dalam setiap kata-kata. Sebab peran rasa ini merupakan arti kata dan berada dalam kata itu sendiri. Dalam hal ini perlu kita lihat agar lontaran atau lompatan kata-kata itu tepat sasaran. Untuk setiap situasi yang memang harus pandai memilih istilah yang cocok, sesuai, serasi dengan peran rasa yang hendak kita lontarkan (terkatakan). Kata-kata dengan rasa tertentu itu tidak hanya dipakai untuk melahirkan perasaan atau peperanan kita sendiri, tapi dapat menimbulkan perasaan kepada orang lain. Dan

Menatap Optimisme Ke-penyair-an Madura

Oleh: Matroni El-Moezany* Madura begitulah orang menyebutnya. Selain terkenal mitos carok keras, pulau garam dan petani tembakau ternyata menyimpan banyak makna dan potensi (yang harus di bedah secara mendalam), di antaranya dunia ke-penyair-an, sastrawan. Ini terbukti dan bisa kita lihat dari beberapa nama yang sudah malang melintang di dunia kepenyairan, sebut saja D. Zawami Imron, Abdul Hadi WM, yang lebih muda lagi Jamal D Rahman, Ahmad Nurulah, Syaf Anton WR, Kuswaidi Syafi’e dan Hidayat Raharja. Sedang yang masih setia tinggal di kampung halamanya selain D. Zamawi Imron, yang terus berbaur dengan masyarakat dan keromantisan desa pesisir, ada Syaf Anton dan Hidayat Raharja. Yang lain meski tinggal di Jakarta dan di Yogyakarta, tapi masih terikat dengan kampung dan adat, bila sewaktu-waktu ada acara keluarga, maka mereka berdatangan ke kampung halamannya, sehingga karya-karya merekapun masih ketara nafas Maduranya, karena ikatan batin itu susah untuk dihilangkan atau sudah mengent

Indonesia Merdeka dengan Sastrawan dan Seniman

Oleh: Matroni el-Moezany* Judul di atas sengaja kami angkat untuk membuktikan kepada Indoneia bahkan dunia bahwa seniman dan sastrawan sangatlah penting, karena sastrawan dan senimanlah yang sadar akan dasar Negara Indonesia (pancasila) baik dari pengaplikasian maupun dari segi isinya. Kalau kita melihat para politik, mereka belum mampu menciptakan Pancasila yang seutuhnya. Mengapa? Saya tidak tahu. Dengan dorongan apa mereka berbuat seperti itu. Kita banyak melihat bukti yang riil bahwa pejabat masih memikirkan dirinya sendiri, misalnya adanya korupsi, ini perbuatan siapa dan salah siapa dan perbuatannya siapa?. Kalau tidak para pejabat yang tuli dan apatis terhadap seniman dan sastrawan Indonesia. Apakah karena adanya seniman-sastrawan bermasalah dengan ekonomi-sosial? Tidak!.     Melihat permasalahan sosial-ekonomi kehidupan para sastrawan-seniman saat ini, seperti juga halnya dengan keadaan di tanahair atau di manapun bahwa untuk menjadi sastrawan-seniman diperlukan tekad sepenuh

Dosa Penyair “Siapa Takut”

Oleh: Ma troni e l-Moezany* Aku ingin mengajakmu berumah di langit lekaslah berkemas kita akan berangkat katanyan tuhan telah lelah menunggu tak perlu membawa baju tuhan  juga lebih suka kita tidak membawa agama. Penggalan sajak di atas merupakan ajakan kepada kita, agar hubungan kita kepada yang tak terbatas atau tak berhingga tidak menjadi formalitas yang menyesatkan, karena selama ini relejiusitas telah dianggap sebagai suatu hal yang terikat dengan institusi keagamaan, ada baiknya selain hafal 99 nama Tuhan ( asmaul husna ), orang pun membaca 99 catatan pendosa ini. Acep Iwan Saidi dalam bukunya “ Notasi Pendosa: Sembilan Puluh Sembilan Sajak ” akan membawa kita pada lembah dan larik-larik puisi yang sangat fenomenal.   Puisi Notasi Pendosa ini merupakan lantunan kata-kata religius sekaligus terharu yang bermain di antara nota dan notasi. Kegelisahan dan gejolak batin disarikan bak pesan ringkas atau menari-nari dalam rancangan irama dan permainan tipologi yang bervariasi, di ant

Ayat-Ayat Cinta yang Memabukkan

Oleh Matroni el-Moezany* Akhir tahun 2008 lalu adalah tahun keberuntungan bagi Habiburraman Saerozi. Maklum, novelnya yang berjudul Ayat-Ayat Cinta dinobatkan sebagai novel bagus dan inspiratif. Lalu apa yang istimewa dari novel yang setelah dibukukan hanya setebal 313 halaman ini? Tentunya para penikmat novelnya mempunyai penilaian tersendiri terhadap cerita dalam novel karya penulis berusia 40-an tahun itu. Para pembaca juga pasti mempunyai penilaian yang berbeda setelah mengikuti alur cerita dari satu bagian ke bagian lain. Membaca cerita-cerita yang ditulis oleh Habiburraman Saerozi, kita pasti akan menemukan gaya penulisan dan tema yang khas. Baik dalam cerita pendek maupun novel, tema kepenulisan Habiburraman Saerozi tidak jauh-jauh dari persoalan asmara yang dikerucutkan lagi kepada kesetiaan. Bukan tema perselingkuhan yang kini banyak digarap beberapa novelis terkemuka. Namun karena arus cerita mengalir dengan indah maka pembaca akan menemukan kekuatan narasi, sehingga pembaca

sekedar refreshing

Gambar
biar anda perut anda tidak gendut, salah cara adalah dengan duduk tegak

Bunuh Diri “Antara Fiksi dan NonFiksi”

Oleh: Matroni el-Moezany* Hakikat manusia adalah untuk hidup, tumbuh dan berkembang . Kurangnya analisis dan kritisnya seseorang dalam menghadapi hidup akan membuat dirinya akan kehilangan kendali “diri” untuk membaca sang “diri” ketika di landa bencana, baik bencana ekonomi, rasa malu, dan tiadanya pengakuan dari teman-temannya sendiri. Tetapi apapun kaitan yang mengiringinya, bunuh diri adalah selalu bersifat personal, dan i tu pun sang pelaku memiliki alasan yang sangat personal berkaitan penuh dengan ke-diri-annya, atau secara personal sang pelaku telah kehilangan subjek yang berfikir . Ia telah melebur dalam keseragaman kelompoknya. Pelaku diri memiliki elemen kekuasaan personal, baik melalui kesadaran ataupun ilusi atas kesadaran   itu sendiri . Bunuh diri pun dapat mengartikan seseorang dengan harga diri yang tinggi ataupun sebaliknya, ketiadaan harga diri, dan dua pilihan ini ditentukan oleh pelaku. Karena bunuh diri memiliki relasi dengan pemaksaan penghilangan nyawa

sajak-sajak: Matroni el-Moezany

Gambar
Sketsa Sebuah Perjalanan Kurangkai semua yang terbaca Dalam kilasan surau-surau semesta Kuserahkan kerinduan itu Pada ikan-ikan di pagi hari Pagi yang membuat aku paham Makna persahabatan dan kesetiaan Rindang malam Tak serindang kata-kata Kubertanya pada Liya “Sudah kau serahkan kesedihanmu pada ikan-ikan” “belum” Kesedihan tak membuat Penguasa lari, Biarkan mereka menikmati indahnya semesta Menikmati lumatan-lumatan rasa Menikmati luka-luka massa Agar Kesedihan semu Kau harus biarkan bibirmu mengalir pada orang-orang Aneh, kesedihan itu menjadi uang-uang bernilai di saku para raksasa // Kubakar semua kesemuan itu, tapi Dengan apa aku harus membakarnya Api, aku tak punya Bara, masih belum nyala Darah, belum mengalir Aku jadi bingung melihat ke(semu)an itu, kulihat ternyata kertas bermakna kekuasaan kulihat kata-kata ternyata kosong kulihat senyum tenyata menyakitkan lalu, apa yang harus kulihat di masa depan ulama, intelektual, budayawan, seniman

Sastra juga Butuh Ke-Serius-an

Oleh: Matroni el-Moezany* Lahirnya zaman baru yang didorong oleh semangat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, telah membawa kita pada puncak “kebingungan” dalam menentukan pilihan hidup. Entah karena perjalanan sejarah memang seperti titu, atau ada jalan lain yang mampu merubah hidup menjadi “lebih baik” dari hari kemaren. Perkembangan ilmu pengetahuan dari kosmosentris, teosentris, hingga kita menemukan modernitas, posmo, sampai post-sekuler sekarang ini merupakan perjalanan sejarah ilmu pengetahuan yang luar biasa serius dan luar biasa bergejolak. Para tokoh yang melahirkan teori tersebut tidak serta merta berkata kosong, akan tetapi berangkat dari pengalaman empiris, pemikiran, dan rasionalitas yang rumit, maka tidak heran kalau teori-teori tersebut mampu menjelaskan kepada masyarakat dan mampu mempengaruhi masyarakat. Mengapa? Karena para tokoh memang benar-benar serius menggarap apa yang menjadi pilihannya. Maka, kita dituntut untuk beraktualiasasi dalam iman da