sajak-sajak

di Muat di Kompas.com
Sajak-Sajak Matroni el-Moezany
Sabtu, 30 Oktober 2010 | 06:19 WIB
kahfiez.blogspot.com
ilustrasi
Mata Berbintang
Jangan berhenti
Merawat lukaku dengan lembut
Terlalu pedih kakiku untuk berjalan
Aku tetap tersenyum
Seperti bintang-bintang dimataku
Apakah kemungkinan itu akan mungkin bagiku?
Hari-hariku telah kuisi dengan telaah
Berjamaah bersama malam
Berkidung dengan kata-kata
Bersimpuh dihaluan tak bertepi
Kududuk di bawah huruf
Merenungi kedip mata berirama
Sambil menuai angin yang semakin dingin
Memeluk sajak-sajak
Lalu
Kutitipkan semua pada harihari
Agar jadi asli dan azali
Jogja, 2010
Sketsa Waktu
Setelah sekian lama tak menemukanmu
Sekian lama aku mencari
Sekian lama aku meneduri
Beralas huruf-huruf
Berselimut kemelut
Dan puas dengan kata-kata
Kini, kubiarkan mereka bersenggama
Di cangkir semesta
Agar kemenduaan itu menjadi nyata
Melihat kegelapan dan cahaya
Lantas dimanakah mereka tidur
tak ada kesunyian menyelimuti
tak ada sengsara menghambat
karena dalam kata mereka satu
Jogja, 2010
Biarkan Tunggang Langgang
Tapi jiwa kita lembut
Menerima tanpa dimakan
Melihat tanpa ditelan
Membaca tanpa lihai
Menelaah tanpa lalai
Jogja, 2010
Nikah Waktu
entah sampai mengapa
berputar di ruang gelas
hidup tak jelas dan jalan terpanjang tak bertanggal
inilah gang gelap antara pintu ke pintu
ada desah, sedikit ngeluh berkeringat karena hangat
minum teh di terik matahari
kudengar sekantong jerit
tapi inilah daratan paling kejam
yang pernah kujumpai
sampai tak mampu merampungkan puisi
membakar semangat dan ngilu jerit semesta
Jogja, 2010
Nyanyian Palsu
Sudah lama aku simpan dikotak jiwa
Sarapan masa yang tak banyak kita tahu
Gelap terang cahaya malam
Tak juga kuhiraukan
nyanyian cahaya mengutusku
Lewat pesan tanda dan makna
Entah mengapa aku tetap tak menyampaikan
Banyak sajak kulahirkan
Banyak dosa kuberikan
Banyak rasa kusampaikan
Tapi mengapa tak banyak perubahan yang kuberikan
Jogja, 2010
Surat Dari Waktu
Sebenarnya banyak kata yang bertebaran di cakrawala
Tapi mengapa bintang masih terlihat cerah?
Begitulah sebenarnya sajakku berkata pada kita
Berkata lewat siang malam
Yang tak henti-henti menyuarakan bahasa Tuhan
Bahasa yang tak semua kita menemukan
Seluas jiwa menangkap luka, sederet masa
Bertebaran di detak jantung rahasia
Kutanam tunas kata didaratan
Sementara waktu memilih dunia lain
Surat itu menjaga jendela dan pintu
Ia tak ingin surat pertamanya melukai semesta
Surat itu datang kembali
Bertuliskan bencana-bencana kekinian
Jogja, 2010
Penyair yang lahir di desa Banjar Barat, Gapura Sumenep Madura, aktif menulis di media baik lokal maupun nasional. Buku antologi puisi bersamanya bisa lihat “Puisi Menolak Lupa, (Obsessi Press, 2009)” dan “Madzhab Kutub, (Pustaka Pujangga, 2010)”, kini tinggal di Yogjakarta mengelolah komunitas IKA Al-In’Am Jogja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura