Mencari “Tempat” untuk Puisi
Oleh: Matroni Muserang*
Akhir tahun 2013 kemaren saya
bertamu ke Gamping tepatnya di rumah penyair dan cerpenis Indonesia Mahwi Air
Tawar beliau berkata dua hal pada saya pertama puisi terkini seperti
pohon yang rapuh, seperti layang-layang, seperti makanan siap saji, seperti
hotline berita harian. Kedua barangkali puisi sedang berjalan di alam
lain menuju gerbang kehancuran, menuju pintu kematian.
Pernyataan ini benar-benar
menghentak saya untuk berfikir cepat, mengapa bisa demikian? Apa yang
menyebabkan hal itu terjadi? Bagaimana mencari tempat untuk puisi dan penyair? Apakah
ada jaminan bahwa kualitas puisi dan ruang puisi dalam memberikan sumbangsih
pemikiran hanya dengan banyaknya buku puisi diterbitkan? Mari kita refleksi
bersama demi menjaga keilmuan masa depan sastra?
Kalau kita mau belajar dari sastra
Arab, Iran, Yunani, Jerman, dan Prancis, kalau di Indonesia kalau kita mau
belajar dari angkatan 45, pujangga baru sampai sekarang, pelaku-pelakunya sangat
mempertingkan kualitas puisi. Kualitas puisi dalam hal ini bahwa apa yang ada
dalam diri puisi seperti makna sosial,
makna filosofis, makna politik, makna mistik-filosofis, kalau pun ada makna
cinta, akan tetapi cinta di ramu sedemikian rupa sehingga terlihat wajah-wajah
baru dalam tubuh cinta. Lalu apa bedanya dengan puisi kita hari ini?
Sependek perjalan saya selama tahun
2005 sampai 2014 ini, mengikuti perkembangan puisi, justeru puisi hanya di
tulis tanpa mempertimbangkan makna yang akan disampaian, akhirnya muncul bahasa
“penyair tugasnya ya, hanya menulis saja”, padahal penyair yang sebenarnya
adalah sosok yang mampu mengusai berbagai disiplin ilmu pengetahuan sebagai
alat untuk melahirkan puisi dan makna puisi. Sebab
tidak ada yang baru di bawa matahari, kata Jokpin, apakah benar tidak ada yang
baru dalam dunia kepenulisan puisi? Pasti ada, kata Ahmad Mukhlis Amrin, bagaimana,
dibutuhkan penelitian yang sungguh-sungguh dalam membaca karya-karya penyair
besar mulai dari karakter, ide, cara pandang, gaya narasi, ritme, perspektif,
misalnya kita dalam gaya kepenulisan menggunakan gaya Chairil Anwar, dalam ide-idenya
kita menggunakan gaya Sutarjdi, dan dalam menyampaikan cara pandang kita
menggunakan cara Afrizal Malna, ketika kita mampu meramu dan meracik dengan
baik hal itu, maka di sanalah kita, di sanalah karakter kita, ciri kita
sendiri.
Pencarian Serius
Kita tidak akan dipandang oleh sejarah kalau hanya menulis saja tanpa ada
pencarian yang serius untuk mencari diri dan pespektif kita sendiri, karena ciri
dan perspektif inilah yang membuat karya kita unik dan berbeda. Jadi
benar apa yang dikatakan Octavia Paz bahwa pencarian merupakan tempat kita
bertemu, tapi pertanyaan yang kemudian muncul, apakah penyair hari ini sudah
mengadakan pencarian yang serius?
Kalau membaca dan meneliti tesis Mahwi Air Tawar di atas terlihat jelas
bahwa penyair kita hari ini belum berada di ladang pencarian yang lebih
serius, artinya penyair hari ini masih berkutat di ranah penulisan saja
tanpa ada usaha yang lebih jauh bagaimana memahami paradigma, perspektif, ide,
dalam puisi. Yang penting menulis inilah kata yang membuat penyair hari ini
bangga pada dirinya sendiri, “aku penyair” karena sudah merasa bisa menulis
puisi dan menerbitkan antologi puisi, apakah hanya sebatas menulis dan menerbitkan
puisi bisa dinggap penyair? Jangan dulu.
Inilah pertanyaan yang harus kita refleksikan bersama, sambil membaca
sejarah kepenyairan, ide kepenyairan, paradigma kepenyairan, tiga ikon ini
sebenarnya yang mampu memberikan warna dan rasa terhadap perkembangan puisi
dari dahulu. Maka wajar jika hari ini puisi Indonesia secara khusus belum
mendapat tempat di mata dunia, tempat di mata para pembaca, tempat dimana puisi
yang seharusnya di baca, terlepas dari masyarakat yang memang sudah malas
membaca, tapi setidaknya masyarakat puisi (penyair sebenarnya) mengapresiasi
puisi-puisi yang ada hari ini, kenyataannya tidak ada. Wajar kalau kita hari
ini sering bertanya kemanakah para Prof. Sastra di Indonesia? Kemanakah penyair
Indonesia hari ini? Kemanakah kritikus sastra hari ini?
Kreator Kata
Kalau penyair sudah mempertimbangkan dan mengadakan pencarian, maka
akan tercipta dialektika makna dalam puisi, bukan diskusi teks an sich,
teks tidak akan berbicara apa-apa tanpa ada roh di dalamnya, walau pun setiap
kata itu memiliki roh, tapi kalau kreator kata tidak memberikan roh, bagaimana
mungkin kata tersebut akan bergerak dan hidup? Maka refleksi-filosofis menjadi
penting untuk memberikan tempat pada puisi.
Samudera kepenyairan bukanlah samudera kosong, akan tetapi samudera pencarian
dan keseriusan karena kehidupan di sana penuh dengan tanggungjawab,
maka dari itulah tempat untuk puisi dengan sendiri akan tercipta, kalau penyair
sudah masuk ke ladang pencarian dan ladang keseriusan. Dua ikon inilah yang akan
mengantarkan penyair pada lembah ke-unik-an, ide-ide dan perpektif yang berbeda.
Akhirnya, sudah saatnya kita serius dalam membaca, menulis, dan mengabdi,
agar apa yang di khawatirkan Mahwi Air Tawar di atas tidak terjadi lagi,
sebenarnya tesis Mahwi itu merupakan api bagi penyair-penyair muda hari ini,
penyemangat untuk terus membaca, karena melalui jembatan pembacaan inilah
penyair akan menemukan ciri dan perpektif yang berbeda, karena tugas penyair
muda hari ini adalah harus mencari ciri dan perpektif yang
berbeda dengan penyair-penyair sebelumnya. Agar apa yang dikhawatirkan Eliot
ketika melihat penyair-penyair di setir kemajuan sebagai kejatuhan abadi dari
kehampaan-kehampaan. Dengan demikian saya akan menutup dengan potongan puisi
Eliot yang gelisah dengan kemajuan yang menyetir penyair: O, gelap gelap.
Mereka semua pergi ke dalam kelam/ ruang-ruang lengang di antara gemintang/ hampa
menuju hampa/ nakhkoda-nakhkoda/ bankir-bankir saudagar/ para sastrawan
terkemuka/ pelindung-pelindung seni yang dermawan/ kaum negarawan dan pemimpin/
pegawai negeri yang rajin-rajin/ pejabat komite-komite/ bos-bos pabrik dan
kontraktor kelas teri/ semua pergi ke dalam kelam.
*Penyair dan
alumnus pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Sumber:Kanal Majalah
Komentar
terimakasih kakak telah membantu menemukan sebuah jawaban yang selama ini menjadi tanda tanya.......
terimakasih kakak telah membantu saya bayak menemukan jawaban dari sebuah pertanyaan.....