Esai ini lahir refleksi kemerdekaan yang diadakan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Gapura. Acara yang dikemas dengan semacam seminar yang di isi oleh Dr. Iskandar Zulkarnai, Kiai Halimy dan ibu Raudhatun, esai ini semacam sharing bersama untuk konteks kecamatan Gapura dengan satu pertanyaan “apakah masyarakat Gapura sudah Merdeka?, ada kemungkinan pertanyaan ini di daerah lain. Apakah Gapura sudah merdeka secara ekonomi? Di Gapura ada enam (6) swalayan, dua swalayan Nusa Umat yang disingkat NU, ada Migi Mart, el-Maimon, Basmalah, dan Indormart. Di Gapura ada dua NU yang pertama BMT NU (Nusa Ummat) yang berideologi Kapitalis (Marx) dan kedua NU (Nahdlatul Ulama) yang ideologinya keummatan, kebangsaan, keagamaan, kerakyatan. Dua NU ini sama-sama kuat, meskipun faktanya justeru Nuansa Umat (NU) yang lebih “kuat” Nadhlatul Ulama (NU) itu sendiri. Pertanyaanya adalah apakah dengan enam swalayan dan BMT Pusat Nuansa umat (NU) perekonomean masyarakat Gapura lebih baik? Hal perekonomea
Oleh: Matroni el-Moezany* Sejak dulu sampai sekarang nama celurit, pasti identik dengan Madura, entah Sumenep, Pemekasan, Sampang, dan Bangkalan, bahkan orang Madura dianggap bersinonim dengan senjata tajam. Tetapi watak dan kepribadiannya patut di puji dan dikagunmi dengan setulus hati, kata Emha Ainun Nadjib. Padahal kalau kita lebih kritis melihat Madura secara holistik-uinversal semua orang akan terkagum-kagum dengan etika (tatakrama), agama, budaya, seni dan kerukunan antar masyarakat, ini bukannya saya membela orang Madura. Tidak, tapi setidaknya ini menjadi pemicu untuk menipiskan realitas yang dicitrakan terhadap orang Madura sejak dulu menyandang stereotipe negatif. Artinya sampai saat ini belum ada seseorang yang mampu menyingkap sesuatu yang ada di balik Madura itu sendiri, terutama dari sisi simbol celurit. Simbol celurit yang berbentuk melengkung seperti tanda tanya. Inilah sebenarnya yang menjadikan Madura dan makna Madura menjadi jelek di mata masyarakat luar Madura. Pa
Oleh: Matroni Muserang* Indonesia yang semua penduduknya bergantung pada pertanian atau kehidupan orang-orang yang ada didalamnya pun bergantung pada pertanian. Dan Indonesia mengklaim sebagai negara agraris, sebuah negara yang perutnya bergantung pada sector pertanian. Tapi akhir ini justeru petani “dipermainkan” mulai dari pupuk misalnya belum lagi ada tren penurunan produksi pagi (baca jawa pos, Ancaman Bernama Ketahanan Pangan, 16/03/2023,hal.4). Tapi tulisan ini bukan mau menanggapi berita itu, tapi kita sampai sekarang belum menyadari bahwa krisis lingkungan sudah berada di titik puncak yang mengerikan. Tulisan akan memberikan data-data penelitian yang dilakukan agama Kristen, mengapa tidak agama Islam padahal saya orang Islam, karena Islam belum respek terkait dengan isu lingkungan sementara Kristen sudah sejak tahun lama peduli dengan isu lingkungan, misalnya 2.400 pendeta dan 1.600 anggota jemaat dari gereja-gereja di Amerika Serikat. Hal ini kelanjutkan dari isu yan
Komentar