Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2011

Sekeping Waktu

  Sekeping waktu aku berkata sendiri di senja Dua keping waktu lagi, aku bingung Melihat waktuku yang semakin meradang Tiga keping waktu yang lain di sembunyikan di ruang kedekatan Inilah yang aku tunggu Kesabaran pendampingku Ketulusan jejakku Kemenungguan itu, bergelorah mengurai hari Hari yang seharusnya ku isi dengan rindu Entah kenapa dengan waktuku Apakah kemenungguan ini kerinduan rabu Hingga kamis menjadi sepi Sedangkan jumat keberuntungan Kukeluarkan seluruh hari di waktu yang rapi Kuulas jalanan berduri dengan api Yang terlihat lekukan dan keramaian rindu Ketidaksampaian itu adalah kemenungguan Kemenungguan yang meliuk naik ke atas kesunyian Kuambil segala mewah dari gelas waktu Secukup kosong yang tersisa Kukeluarkan kegundahan Untuk disucikan dengan luahan-luahan Angin tak sendiri Siangmalam pun tak sendiri Hanya senja yang menyatu dalam diri 2011

Kepada Yang Bernama Allah

Aku luahkan segala Aku lemparkan semua Aku katakan kata-kata Aku tanyakan diriku Semenjak menginjak waktu Tujuh tahun berlalu kata-kataku Tujuh tahun puisiku berlari Serindu inikah jiwa ini Melanglang kesunyian di tepi keramaian Allah yang aku rindui Menyatu dalam luah huruf-hurufku Bersenandung dalam labiran cintaku Bergelorah di semesta diriku Sumbangan nyawaku tak sebesar rindu Kelaparan yang terus menjadi ladang Tak jua Allah berikan alasan “Mengapa” Jogja, 2011

sajak untuk Gunung Merapi

Pagi di Sebuah Gunung   Berapi Gunung ini teraktif di dunia Aku menikmati pemandangan indahnya Tak mau mengganggunya Biarkan mataku mengalir luas Dan habis terlihat seorang Walau tak pernah habis di tatap Ia adalah sebuah gunung Menyembunyikan filsafat yang tak kunjung selesai Menyimpan kabar yang selalu sampai Tubuhnya besar mengenggam bumi Tak ada yang tahu sampai kapan Ia tumbuh dan bertahan kapan Isi perutnya ia kembali muntahkan kapan-kapan Jogja 2011 Hikayat Lembaran Merapi Lembaran hari sebentar lagi akan sempurna,   pohon-pohon di tanam, hijau indah tanpa laksana, hanya langit mengepungnya, pada cela kali berbatu ngilu, rerantingnya tertangkap hujan beku, pohon alpokat menghijau menagih rindu, di rerangtingnya tertulis ribuan anak daun, dari akar gerimis bertaburan Sebelum tarian daun jatuh, membumi, menguburkan waktu, lembaran daun itu sebentar lagi sempurna, tertutup hijau daun dan kelopak bunga, Daun-daun itu mengikuti irama angin, jatuh, terbang, ke cakrawala

Sajak-SAjak Kado Pernikahan Waris

Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany* Selir Manja Di Leher Bambu Rekan jejak beralas sandal Sebiasa mungkin kau bersama Haruf mushallah yang tertanam dalam, di dirimu Biarkan ia bicara untuk kedua halinya Sebagai serumpun bunga di wajah rembulan Bibir mengalir sungai-sungai Leher berkeringat adalah keberuntungan Makanan adalah kehidupan Rawatlah ia bersama-sama Di ranjang kebersamaan Kebersamaan adalah kata-kata Ia bisa menjadi darah, duri, batas, dan api Seringkali kau harus mampu menjadi air Mengalir untuk memadamkan api Membersihkan darah Menghapus batas dan Meranumkan duri Hidup yang penuh lekuk Kadang datang tiba-tiba Menyelinap masuk di lubang paling terkecil Di sela-sela kesibukanmu mengulah kebersamaan Yogyakarta, 23 Februari 2011 Ciuman Pertama Sebelum Adamu Seringkali kita lupa akan titik waktu Yang menjadi inti dari kebersaman cinta Surau manja dan romantika masa menjadi puncak Padahal sebelum sampai di sana Ada embun sejuk yang harus engkau sentuh Agar kebersamaan m

Dilema Sastra Masa Kini

Oleh: Matroni el-Moezany* Saya kagum sekaligus gelisah ketika membaca Kompas edisi Minggu 27 Maret 2011 yang berisi Sastra Mati di Gudang Sejarah.   Kagum karena masih ada orang yang rela menyimpan naskah-naskah di perpustakaannya sendiri sampai saat ini, walau pun tanpa imbalan (gaji), gelisah karena tidak ada perlindungan dari negera. Sampai saat ini perpustakaan yang di tutup karena alasan materi (tidak ada dana) untuk mengelola. Ini dilema yang luar biasa, kejadian penutupan perpustakaan dan tiadanya perawatan naskah ini terjadi di negara kaya seperti Indonesia. Pertanyaannya adalah mengapa tidak ada anggaran untuk perawatan naskah-naskah yang ada di perpustakaan? Apakah ketika ada hubungan dengan pendidikan negara memang kurang perhatian bahkan dibiarkan? Padahal perpustakaan merupakan pusat informasi dan gudang ilmu pengetahuan? Akhir-akhir ini perpustakaan sepi. Entah apa yang menyebabkan hal itu semua terjadi? Ketika perpustakaan umum demikian ngeri (sepi), dan perawatann