Matinya Pertanian di Negara Petani

 

Oleh: Matroni Muserang*

 

Indonesia yang semua penduduknya bergantung pada pertanian atau kehidupan orang-orang yang ada didalamnya pun bergantung pada pertanian. Dan Indonesia mengklaim sebagai negara agraris, sebuah negara yang perutnya bergantung pada sector pertanian. Tapi akhir ini justeru petani “dipermainkan” mulai dari pupuk misalnya belum lagi ada tren penurunan produksi pagi (baca jawa pos, Ancaman Bernama Ketahanan Pangan, 16/03/2023,hal.4).

Tapi tulisan ini bukan mau menanggapi berita itu, tapi kita sampai sekarang belum menyadari bahwa krisis lingkungan sudah berada di titik puncak yang mengerikan. Tulisan akan memberikan data-data penelitian yang dilakukan agama Kristen, mengapa tidak agama Islam padahal saya orang Islam, karena Islam belum respek terkait dengan isu lingkungan sementara Kristen sudah sejak tahun lama peduli dengan isu lingkungan, misalnya 2.400 pendeta dan 1.600 anggota jemaat dari gereja-gereja di Amerika Serikat. Hal ini kelanjutkan dari isu yang sebelumnya sudah marak dilakukan bahwa krisis lingkungan memang benar-benar ancaman yang serius. Bahkan PBB tahun 1972 yang sudah merespon krisis lingkungan. Tapi kita (orang Madura yang mayoritas Islam dan penuh dengan pesantren) belum menyadari misalnya bagaimana cara pemakaian air pondok pesantren dan di rumah-rumah keluarga. Saya pernah dapat cerita ketika orang Indonesia ke luar negeri yang tidak diboleh mencuci piring habis makan.

Berbicara islam atau pesantren di Madura, apakah ada tokoh agama atau tokoh agama yang berpartai yang membawa isu lingkungan ke ranah politik atau agama? Kalau kita mau lihat organisasi keagamaan di Madura apakah ada yang membawa isu lingkungan ini sebagai isu keagamaan? Jawabannya tidak ada. Pesantren yang secara sadar memberikan kurikulum lingkungan kepada santrinya?

Apakah di kitab klasik yang selalu dibaca di pesantren tidak ada spirit nilai lingkungan? Jawabanya ada. Hanya saja pesantren masih tektual an sich dalam memberikan pemahaman pada santrinya, misalnya bab suci dalam fathul qarib. Bagi santri suci di sini hanya ketika shalat, tempat shalat, tanpa ada pemahaman yang lebih universal bahwa suci itu bukan hanya saat shalat dan tempat shalat, tapi berpikir juga polusi udara yang dihirup juga harus bersih bahkan lingkungan pun harus bersih. Tapi kemudian saya mau menyalahkan pesantren, bahkan perguruan tinggi pun ada matakuliah Pendidikan lingkungan hidup pun sama, hanya sebatas teks and kursi kuliah.

Saya bukan hendak menyalahkan siapa-siapa, tapi tulisan ini mau merangsang pemikiran kita Bersama, sebelum Madura mengalama kekeringan dan kegersangan bahkan peperangan atas nama lingkungan. Kita sudah saatnya berpikir jauh bagaimana tanah dan sumber mata air yang ada dilestarikan juga energi listrik digunakan sebijak mungkin.

Saya akan menjawab dengan menggunakan penelitian yang dilakukan orang Kristen Profesor Sejarah, Lynn White pada tahun 1966, krisis lingkungan itu terjadi karena pertama manusia lebih unggul dari alam, kedua manusia harus berusaha memahami alam dan prosesnya untuk memahami Tuhan (asal usul). sains), dan ketiga bahwa alam ada untuk melayani manusia. White beranggapan bahwa krisis lingkungan ini diakibatkan oleh orang Barat Modern, bahkan aktivitas manusia modernlah yang menyebabkan krisis lingkungan. Tawaran White untuk menghadapi krisis lingkungan yaitu dengan menghadirkan agama, sebab agama mampu membawa kekuatan moral dan mengorganisasian sosial.    

Bahkan sosiolog Klasik Emile Durkheim, yang menggambarkan sains dan paradigma modern sebagai “moralitas tanpa etika”, lebih lanjut berpendapat bahwa meskipun paradigma religius telah kehilangan pijakan terhadap pandangan dunia ilmiah, agama tetap menjadi sumber etika yang sahih, sebuah cara untuk memberi pengertian pada tindakan kolektif. Apakah ada misalnya santri atau tokoh agama yang memiliki semangat pengurangan gaya hidup secara sukarela pada tingkat individu, dan kerja sama global pada tingkat nasional?, karakter ini membutuhkan kekuatan moral dan prinsip-prinsip pengorganisasian sosial yang harus ditemukan dalam agama. Bukan malah tokoh agama dan santri semakin elitis  dan ngaya apalagi ngartis.

Sebab saya sebagai manusia biasa, yang hanya bisa berharap pada tokoh agama dan para santri. Sejumlah penelitia tahun 1960-an sampai sekarang telah memposisikan agama sebagai tempat paling tepat untuk menghadapi kapitalisme dan ekonomi pasar, yang menurut mereka merupakan penyebab utama krisis lingkungan. Lantas kepada siapa lagi kalau tidak kepada santri dan tokoh agama yang memiliki kepabilitas keilmuan agama. Maka di Madura mau tidak mau, pemikiran keagamaan (bukan pemikiran Islam) harus di transformasikan ke ranah kontesktual dengan menggunakan metode-motode (manhaj fikr) kontemporer agar mampu menjawab problem-problem kontemporer. Sebab kalau kita masih ngotot dengan keilmuan klasik sementara kita hidup di zaman kontemporet, maka jelas akan mengalami pengetahuan yang kadarluasa (expired knowledge). Agar tidak kadaluarsa keilmuan kita mau tidak mau, kita harus berpikir keras (bukan keras berpikir apalagi keras kepala) untuk memahami teks-teks keagamaan untuk menjawab tantangan kontemporer.

Bukankah agama dipanggil atau hadir untuk menegaskan kembali perannya sebagai kekuatan keilmuan dan moral yang mendasari masyarakat. Yang lebih mengertikan dalam penelitian yang dilakukan tahun 1997 bahwa  orang Kristen sedikit lebih kecil kemungkinannya daripada orang non-Kristen (baik yang beragama lain maupun yang tidak beragama) untuk terlibat dalam “perilaku yang melindungi lingkungan”, orang Kristen yang secara teratur menghadiri gereja lebih mungkin secara aktif melindungi lingkungan mereka. Dan saya ingin orang Islam yang selalu hadir aktif ke masjid dan mushallah dan berpuasa di bulan Ramadhan lebih aktif dalam melindungi lingkungan, minimal dalam keluarga.

Semoga puasa bulan ini hadir untuk memberikan cahaya pemikiran bahwa puasa harus memiliki efek sosial-lingkungan, amin. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIOGRAFI PENYAIR MATRONI MUSERANG

Kelebihan Puisi dan Filsafat

Siapakah Pahlawan Hari Ini?