Kemerdekaan: Antara Tragedi dan Komedi

 Oleh: Matroni Muserang*

             Esai ini sudah saya sampaikan pada acara orasi Kemerdekaan yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) PPkn STKIP PGRI Sumenep pada tanggal 17 Agustus 2022. Bagi manusia yang memahami sejarah berdirinya Indonesia, sebuah bangsa yang didirikan dari perjuangan darah, tenaga dan moral, kemudian merdeka dengan fondasinya adalah Pancasila (ambil cepat), orang akan paham makna Pancasila sebagai dasar Negara, filsafat negara, dan sebagai ideologi bangsa yang sudah final, yang tidak bisa dirubah-rubah atau di otak-atik oleh ideologi baru.

Kemerdekaan yang ke-77 tahun ini, selalu sama dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu semarak lomba, gerak jalan, dan sederet keramaian lain yang dianggap meramaikan hari kemerdekaan Republik Indonesia artinya perayaan kemerdekaan di isi oleh pertunjukan dan perlombaan.

Semarak kemerdekaan yang diisi pertunjukan dan perlombaan tanpa mempertimbangkan spirit nilai substansial dari kemerdekaan itu akan menghilangkan bahkan “membunuh” nilai-nilai kesejarahan dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, bahwa di dalam kemerdekaan itu ada pertumpahan perjuangan, pertumpahan nyawa dan raga bahkan jiwa akan sirna oleh keramaian lomba tanpa refleksi kesejarahan.

Refleksi kesejarahan dalam moment kemerdekaan Indonesia sebuah keniscayaan, sebab tanpa ada upaya kearah refleksifitas kesejarahan kemerdekaan Indonesia akan sia-sia dirayakan tanpa makna apa-apa bagi generasinya. Generasi kita hanya akan tahu bahwa kemerdekaan hanya berisi lomba, liburan sekolah dan upacara kemerdekaan. Selebihnya tidak ada.

Kemerdekaan itu sebuah harapan besar bagi kemerdekaan Indonesia, bukan ratapan apalagi komedian. Harapan itu merupakan sebuah spirit nilai-nilai yang terkandung dikedalaman kemerdekaan, oleh karenanya perayaan kemerdekaan itu penting kemudian ada sisi refleksifitas kesejarahan sebagai bagian dari proses kemerdekaan yang tidak muda didapatkan dari penjajah.

Kalau kita tanyakan, apa hubungan lomba makan krupuk, lomba lari karung, lomba seragam baju terhadap kemerdekaan? Tentu hanya hiburan, kalau di cari alasannya kebersamaan dan kekompakan. Lalu kebersamaan dan kekompakan dalam hal apa dan untuk siapa?

Pancasila sebagai payung besar bagi nilai-nilai universal yang tersimpan dikedalaman Pancasila sama sekali tidak akan terkuak bila kemerdekaan dimaknai sebagai sebuah comedian sesaat, lalu What’s nex? Padahal perayaan kemerdekaan yang ke-77 itu gambaran kita nanti. Padahal kalau kita refleksikan ternyata kita masih terjajah. Terjajah oleh teknologi, terjajah oleh gaya hidup, terjajah oleh kroposnya mental pemimpin. Pikiran kita terjajah, identitas sosial pun terjajah. Tiadanya panutan moral, karakter, dan pola pikir. Apalagi muncul pancasila bersyari’ah, padahal Pancasila tanpa embel-embil syari’ah lebih bersyariah daripada Pancasila bersyari’ah. Ada-ada saja orang.hahahaha.

Lalu mengapa generasi ini yang memiliki “integritas” memadai justeru muda tergoyahkan? Padahal kita dijajah 350 tahun, secara logika tidak mungkin Kemerdekaan itu bisa kita gapai. Tapi dengan spirit religiusitas dan nasionalitas yang dimiliki Soekarno pelan-pelan kemerdekaan bisa kita raih. Artinya kemerdekaan ini tidak diambil secara gratis, akan tetapi dibutuhkan spirit strategi dan metode dari Soekarno agar Indonesia harus merdeka. Yang diumumkan pada pukul 10 WIB, tanggal 10 Ramadhan dengan perintah dari K.H Hasyim Asy’ari maka kemerdekaan itu diumumkan.

Lalu pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersepakat bahwa fondasi dan ideologinya adalah Pancasila. Oleh karena itu penting kemudian membaca Pancasila tidak lepas dari nilai-nilai universal dari sebuah kemerdekaan yang sebenarnya mengandung nilai perjuangan yang tidak mudah didapatkan. Lalu seremonialitas pertunjukan dan perlombaan itu harus direfleksikan sebagai sebuah jawaban bagi kemerdekaan, jika tidak ada hubungan yang substansial dengan kemerdekaan lebih baik dana pertunjukan dan perlombaan diberikan kepada fakir yang dimiskinkan system pemerintahan yang korup.

Pancasila sudah saatnya dikembalikan pada sebuah kekuatan pikiran, dan jiwa manusia Indonesia untuk terus menjaga dan mengawal kemerdekaan yang sesungguhnya. Sebab kemerdekaan itu hak segala bangsa. Artinya jika ada manusia Indonesia secara materi masih jauh dari layak jangan katakana Indonesia merdeka. Pancasila sudah saatnya menjadi kekuatan mental dan pikiran Indonesia. Itulah moment yang harus dilakukan di tengah semarak pertunjukan dan perlombaan, sehingga Pancasila melahirkan integrasi bangsa, sosial, keilmuan, budaya dan integrasi pelestarian lingkungan.

Dari itulah, penting bagi manusia yang dimerdekaan dari hasil jerih kemerdekaan ini untuk terus belajar dan membaca untuk menghadirkan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan yang berkualitas. Dari pendidikan yang berkualitas itulah pembangunan mental-mental kebangsaan itu hidup di kedalaman jiwa bangsa dan negara. Maka dari sini pulalah keseimbangan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) akan tercapai. Tidak lagi pembisnis illegal, perusaan illegal, dan koruptor. Sebab kalau tidak kemerdekaan itu akan melahirkan manusia-manusia yang memiliki daya pandang pendek, literisinya pun akan buruk, asal viral, asal jiplak, itulah problem kepancasilaan yang serius sebenarnya.  Lalu apa implikasi bila manusia seperti itu?

Dengan demikian, harus dimulai dari literasi yang baik, anak-anak diberi simulasi di ruang kelas agar kenal dengan pahlawan Indonesia. Di tingkat PAUD, TK, dan SD/MI kita beri foto satu persatu pahlawan lalu dijelaskan satu persatu, anehnya gurunya pun tidak paham sejarah pahlawan Indonesia, karena tingkat literasinya dikalangan guru pun sangat amat minim.hahaha. Apakah masih akan dikatakan pelajar Indonesia bila literasinya masih buruk?

Semoga nilai-nilai universal Pancasila menyertai kita dalam menjalankan kehidupan, agar kita lebih tangguh, lebih inklusif-transformatif-kritis dan lebih mencerdaskan.

 

 

*Dosen Filsafat Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan STKIP PGRI Sumenep

 

Sumber: Radar Madura, 21 Agustus 2022

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

SADAR, MENYADARI, KESADARAN

Matinya Pertanian di Negara Petani