2020-2021 Menjadi Bencana Dunia
Oleh: Matroni Musèrang
Ketika, Gunung dikeruk,
Hutan di babat, Batu di angkut, Emas di kuras, Air di kemas, Pasir di gali, Pribumi
jadi kuli, maka kita Tinggal menunggu bencana, hal ini mulai tampa di hadapan
mata kita dalam dua tahun terakhir ini kita berhadapa dengan virus Corona, bencana
Manado, Kalimantan selatan, Sulawesi, Sampang, Jakarta, gunung menyemburkan
lahar-asap.
Belum lagi kita
melihat bencana krisis moral manusia yang ini mulai terasa dan yang melakukan
tidak me-rasa. Misalnya korupsi, suap-menyuap, transaksi kekuasaan, membeli
suara, dan kekakuan pemerintah dalam menghadapi corona, sederet persoalan social
yang kini tak mampu kita bending hanya dengan kecerdasan, kadang kecerdasan
manusia justeru akan mengarahkan kita pada tindakan koruptif dan a-moral.
Bahkan kekayaan
kadangkala membuat kita tidak peduli dengan keadaan sekitar kita, yang penting
kita untung, terserah orang lain mua hancur. Belum lagi maraknya penjualan
barang-barang illegal.
Kalau kita
melihat itu bagian yang tak terpisahkan dari ambisi manusia, maka persoalan itu
akan terus bermunculan tanpa ada solusi, kenapa? Karena pikiran dan hati kita
di kunci oleh Tuhan, sebab apa yang dilakukan kita, tanpa ada kesadaran bahwa
segala aktivitas manusia memiliki dampak.
Oleh karenanya
penting kita berdiam sejenak (I’tikaf) untuk memikirkan dan merenungkan bencana
ini sebagai tetes kesadaran social. Sehingga kita tidak lagi menjadi bagian
dari perusak bumi dan hutan bahkan agama. Saya seringkali bersyukur ada banjir,
longsor sebab itu bagi orang-orang yang berpikir menjadi tetes kesadaran social
bahwa banjir dan longsor akibat dari ulah manusia.
Ulah cara
berpikir manusia yang kurang baik. Namun ada harapan minimal kita memiliki
harapan untuk tetap berdoa dan diimbangi dengan aktivitas nyata.
18 Januari 2021
Komentar