Sang Mistikus Kini Telah Pulang


Oleh: Matroni Musèrang*

 

 

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Telah meninggal dunia sastrawan besar Indonesia, Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono , di Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan pada Minggu, 19 Juli 2020, pukul 09.17 WIB. Semoga Alm. husnul khatimah. Amin. Kepulangan adalah kata terakhir seteah kita berjumpa. Dan penyair itu telah pulang duluan sebelum yang lain pulang. Namun sebelum kita pulang, tentu kita pasti berinteraksi dengan semesta, dengan waktu, dengan zaman, dengan kata-kata, dengan puisi.

Sang mistikus bergelut dengan puisi, mengapa ia menyadari bahwa jasadku tak akan ada lagi, maka yang abadi di dunia ini adalah kata-kata dalam puisi, sehingga selama hidupnya Sapardi pun ingin memberikan pahala yang terus mengalir ke alam kepulangan. Sebab kata-kata yang kita tulis ia akan mengalirkan nilai-nilai ke siapa pencipta kata-kata itu, oleh karena puisi sebagai media penciptaan merupakan sarana yang pas, karena dalam puisi kata-kata selalu baik, dan manis. Maka ketika kata-kata itu baik, pasti ia mengandung nilai yang baik untuk semua. Siapa pun yang menciptakan kebaikan di dunia, maka kebaikan itu akan terus mengalir sampai kita pulang ke alam kubur.

Kita tahu di alam kubur kita sendiri, hanya di temani sepi, di temani siksa, maka untuk menciptakan keramaian dan kesenangan di alam kubur, ciptakanlah kebaikan-kebaikan di dunia. Kebaikan di dunia adalah teman di alam kubur. Dan hal itu sudah diketahui oleh Sapardi, makanya Sapardi banyak sekali menciptakan kebaikan-kebaikan selama ini hidup di dunia.

Kesadaran itu terlihat sekali dalam puisi “pada suatu hari nanti” kita bisa lihat bagaimana kesadar itu muncul dalam dirinya misalnya jasadku tak akan ada lagi,./ suaraku tak terdengar lagi/. Bukan sembarang orang yang mengetahui bahwa dirinya akan tiada dan suaranya akan tiada, kecuali ia memiliki kesadaran mistik yang mendalam. Di saat itulah sebenarnya kesombangan itu tidak ada. Kesadaran inilah sebenarnya yang membuat Sapardi selalu baik hati dan tidak sombong dalam keadaan apa pun.

Dalam perjalanan kepenyairan Sapardi selalu membawa “kesadaran” akan tubuh dan hal yang berbentuk itu tidak abadi, oleh karena apa pun yang berbentuk materi di dunia akan sirna, sebab kepulangan kita tidak akan membawa buku puisi, membawa honor puisi, akan tetapi nilai yang terkandung di dalam buku puisi dan di puisi itu sendiri. Kesadaran bahwa setiap yang kita tulis mengandung nilai itu hanya penyair-mistikus, kalau hanya penyair ia tidak akan memiliki kesadaran nilai. Maka yang sekarang menjadi penyair teruslah berjalan sampai kepenyairan itu menelusup dikedalaman rohani.

Sapardi mistikus-penyair sehingga kepulangannya pun ditangisi banyak makhluk, mulai dari puisi sampai penyair bahkan masyarakat umum. Sebab  Yang Fana Adalah Waktu ini kesadaran ontologis yang dirasakan oleh Sapardi Kita abadi memungut detik demi detik, lalu kita lupa untuk apa. Kesadaran penyair-mistikus ini bertanya “apa” sungguh luar biasa, sebab bertanya “apa” hari ini jarang kita temukan di dunia kepenyairan. Yang ada sekarang “siapa” yang mengarah kepada populer, penyair hari ini memiliki tujuan ngartis bukan menuju kesadaran penyair-mistikus.

Oleh karenanya penyair tentu harus arif dalam menyikapi kepenyairan, menyikapi puisi, menyikapi jiwa-jiwa kepenyairan, sebab kalau penyair tidak arif menyikapi kepenyairannya berarti penyair itu masih mampu menuliskan kata-kata tanpa rasa, dan makna. Kalau kita hanya membuat kata tanpa makna lalu apa yang mau di serap oleh semerta, Diserap akar pohon bunga itu. Akar-akar kepenyairan akan kering, oleh penyair sendiri yang tidak mampu menyiram tanah-tanah kepenyairan.

Di sini pentingnya penyair yang memiliki kesadaran akan pentingnya puisi bagi semesta, bahwa puisi bukan hanya untuk puisi, puisi bukan hanya untuk dirinya sendiri, akan tetapi puisi itu untuk akar-akar bunga yang sedang hidup dan membutuhkan siraman air kepenyairan.

 

Sumenep, 20 Juli 2020

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

SADAR, MENYADARI, KESADARAN

Matinya Pertanian di Negara Petani