Catatan selama mengikuti pelatihan Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) di UNIRA Pemekasan 4-8 Februari 2019


Awalnya saya benar-benar tidak paham metodologi pembuatan instrument pembelajaran, bagaimana teori dan metode membuat RPS, RPP dan Kontrak Perkulihan. Pertama yang ada dalam angan-angan saya adalah pelatihan seperti seminar, namun setelah saya ikuti tidak demikian, akan tetapi pekerti lebih pada pemberian teori kemudian konsultasi.
Pelatihan itu ternyata juga memiliki tata terbit pelatihan yang isinya 8 butir tata tertib. Sampai ada ketentuan penyerahan tugas laporan pekerti dan ketentuan pengambilan sertifikat dan jadwal pelatihan. Ikut pelatihan ini saya teringat dengan PKP (Pendidikan Kader Penggerak) NU, bagaimana kedisiplinan dalam mengikuti pelajaran dan para pematerinya pun betul-betul sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing.
Belum lagi panitia khususnya Pak Mohammad yang kocak dalam pelayanannya, dan pak Sabto yang kocak membuat forum menjadi ramai. Apalagi ketika ada pak Sanosi yang selalu tidak puas terhadap materi kemudian di bully oleh peserta pekerti yang berjumlah 49 peserta. Kebetulan saya ada di kelompok V yang beranggotakan pak Dian si Ahli terapi, Pak Arifin si pengacara, Soffan si genit, pak Asis si serius, Dr. Ratna si baik hati, bu Zakiyah, bu Yanti yang serius ikut pelatihan dan Bu Selfi si Penjual susu, dan membawa makanan, jadi kelompok V kenyang terus.hehe.  
Hari pertama& kedua/
Prof. Dr. Acmadi Susilo.,M.S yang secara detil membahas karir dosen, sistem pendidikan nasional, teori belajar motivasi, komunikasi dan keterampilan belajar, metode pembelajaran, dan media dan sumber belajar, di sini saya sudah mulai mencoba membuka cakrawala pemikiran pendidikan yang dimaui LLDIKTI.
Hari kedua dan ketiga/
Prof. Dr. V. Rudy Handoko., M.Si yang membahas secara detil tentang taksonomi dan tujuan intruksional, analisis intruksional, setelah kita langsung praktek dan konsultasi.
Hari ketiga & keempat/
Dr. Andri Pitoyo yang membahas secara gambling perangkat pembelajaran langsung praktek dan konsultasi.
Hari keempat & Kelima/
Prof. Dr. Ismanto Hadi S. M.S yang memberikan materi tentang praktek mengajar sesi pertama
Hari ke lima/
Memberikan pennjelasan tentang praktek mengajar sesi dua dan langsung praktek mengajar dengan dibentuk dengan utusan setiap kelompok 3 orang dengan materi kuliah masing-masing.
Bagi saya sebagai dosen perguruan tinggi seperti STKIP PGRI Sumenep ini menjadi sarana silaturrahmi ilmiah, bagaimana LLDIKTI memberikan metodologi pendidikan nasional yang harus diterapkan di perguruan tinggi. Meskipun ada metodologi atau teori yang harus diterapkan di perguruan tinggi seringkali perguruan tinggi belum benar-benar memahami bahwa dosen itu membutuhkan perangkat untuk mengajar mahasiswa.
Misalnya start awal membuat Rencana Pembelajaran Semester (RPS), kemudian dilanjutkan dengan Rencaran Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lalu membuat kontrak perkuliahan. RPS itu bagi saya merupakan progress dosen dalam memberikan materi terhadap mahasiswa, mau dikenamanakan mahasiswa, materi pun mau diberikan sepenuhnya kepada dosen dalam bentuk seperti apa pun semua tergantung pada dosen. Artinya mahasiswa setelah keluar dari perguruan tinggi mau seperti apa dan mau kemana sudah direncanakan didalam RPS, meskipun RPS tidak menjamin mahasiswa jadi apa? Akan tetapi perangkat perkuliahan ini minimal menjadi ukuran awal untuk mengarahkan mahasiswa.
Saya memahami pelatihan ini sebenarnya peta dosen untuk memberikan jalan kemana arah mahasiswa berjalan, belajar dan berdiskusi dalam proses belajar, meskipun dosen tidak boleh membatasi mahasiswa dalam belajar. Sebab pada di pelatihan ada yang “pengembangan”, saya memahami pengembangan justeru mahasiswa diberikan “kebebasan” dalam belajar, meskipun mahasiswa juga memiliki kesadaran bahwa jurusan merupakan keahlian yang harus dijadikan ukuran mahasiswa betul-betul paham dibidang masing-masing. Pertanyaannya haruskah mahasiswa matematika tidak boleh tahu ilmu antropologi? Apakah mahasiswa filsafat tidak boleh tahu ilmu matematika? Jawabannya tidak harus, mahasiswa seharusnya memiliki wawasan yang inklusif dalam belajar ilmu, namun di sisi lain kita dituntut untuk menguasi disipllin ilmu kita.
Tanggungjawab mahasiswa yaitu bertanggungjawab terhadap disiplin ilmu pengetahuan yang dipelajari di jurusannya masing-masing. Namun juga tidak menutup kemungkinan ada juga mahasiswa yang hanya focus pada jurusannya, karena yang lain tidak mendukung pengetahuan yang dipelajari selama menjadi mahasiswa. Mahasiswa ketika hanya focus pada satu ilmu pengetahuan biasanya ketika dia ada dimasyarakat di kewalahan menghadapi dinamika sosial.
LLDIKTI saya pahami selama ikut pelatihan sebenarnya tidak menginginkan satu disiplin ilmu pengetahuan, misalnya bagaimana kita melihat mahasiswa dengan perangkat nilai tes dan non-tes, capaian C1, C2 sampai C6, dan A1 A2 sampai A5 serta P1 p2 sampai P5 ini merupakan inti dari pelatihan ini, namun untuk memahami rumus-rumus itu tidak mudah, membutuhkan teori dan praktek langsung dan itulah yang dilakukan saya selama pelatihan yaitu teori dan praktek.


Matroni Musèrang
UNIRA-Pemekasan, 8 Februari 2019


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

SADAR, MENYADARI, KESADARAN

Matinya Pertanian di Negara Petani