Surat Kepada Jamal D Rahman
Salam kenal, salam sejahtera untuk
jenengan, semoga dalam keadaan sehat dan damai selalu. Surat ini saya buat di
saat hujan turun di senja hari tanggal 23 Februari 2016, di saat di teras rumah
ada penjual rujak kesukaanku, di saat semangat belajarku masih hangat, untuk
itulah surat ini sekedar bertanya dan sharing pengalaman, sebab saya masih haus
akan air kepenyairan, sebab saya yakin seyakinyakinnya bahwa jenengan lebih
tahu dan mengetahui bagaimana makna dan metode puisi itu, akan tetapi saya yang
hidup di Sumenep yang “jauh” dari pengetahuan sastra bahkan saya tidak pernah
sekolah sastra. Namun hanya membaca dari buku ke buku itu pun tidak saya
pahami, untuk itulah surat ini saya sampaikan sebagai bentuk saya ingin belajar
sama jenengan.
Mas Jamal surat ini saya tulis
benar-benar berasal dari hati yang dalam saya sendiri mas, karena ingin selalu
terus belajar sastra. Bagi saya sastra adalah kehidupan saya sendiri. Saya
kuliah di Yogyakarta berkat menulis sastra saya mampu menyelesaikan sampai
jenjangan strata dua, di samping yang utama tentu berkat Allah dan kedua orang
tua saya.
Mas Jamal yang bahagia, Saya kaget
ketika membaca antologi puisi “Ketem Ladam Rumah Ingatan” antologi puisi
penyair muda Madura ini yang tanggal 20 februari kemaren di launching di
Pendopo Agung Sumenep yang Jamal D Rahman sendiri menjadi pemateri bersama K
Faizi. Di dalamnya ada pengantar Jamal D Rahman yang di awali dengan mengurai
bentuk puisi Faidi Rizal Alief dan M Fauzi.
Apa yang membuat saya kaget adalah Jamal
D Rahman fokus pada bentuk puisi yang ditawarkan beragam puisi di dalamnya. Lebih
kaget lagi Jamal D Rahman sebagai penyair “senior” mengapa masih membahas
bentuk puisi? Walau pun bentuk juga penting, akan tetapi ada yang lebih penting
adalah makna dan metode menyapaian penyair muda melalui puisi ini bagaimana?
Kalau penyair muda sudah diajari untuk
melihat bentuk-bentuk puisi, lalu kapan puisi akan memberikan sumbangsih
pengetahuan pada dirinya sendiri dan orang lain sebagai bentuk tanggungjawab
kepenyairan dan keilmuan. Dimana kemudian tanggungjawab itu?
Sependek pengetahuan saya dalam
mengarungi perpuisian di Yogyakarta selama 10 tahun, namun 10 tahun waktu yang
cukup singkat bagi saya dalam belajar sastra, sebab sampai detik ini saya
selalu belajar kepada Syaf Anton Wr (mas Anton), belajar dari puisi-puisi yang
terbit, belajar teman-teman saya di Yogyakarta, Bekasi, Sumenep, Malang,
Surabaya
Untuk itulah mas Jamal patut untuk
memberikan wacana puisi di kritik agar “benar” makna dan metode
penyampaikannya, bukan malah mas Jamal berkutat di ranah bentuk-bentuk. Saya
kira persoalan bentuk bukan urusan jenengan, akan tetapi si kreator sendiri
mencari bentuk, untuk itulah tugas jejengan sebagai penyair yang
malangmelintang di dunia kepenyairan tentu memberikan suntikan yang lebih dalam
lagi daripada sekedar bentuk dan bentuk.
Bentuk puisi yang ditawarkan Faidi Rizal
Alief, M Fauzi dan Sofyan RH Zaid saya kira merekalah yang mencari. Tugas
kritikus dan jejengan sebagai sesepuh tentu memberikan ide-ide segar untuk
menguak makna yang terkandung dalam puisi tersebut.
Mas Jamal, di tengah-tengah beragamnya
bentuk puisi, penyair akan terus mencari bentuk lain, ada juga yang setia
dengan bentuk lama, akan tetapi penyair yang setia pada bentuk lama, bukan
kemudian penyair itu diam, akan tetapi ia terus berupaya mencari dan mencari
namun hal cara atau metode penyampaikannya. Untuk itulah bentuk puisi yang
dijalani M Fauzi dan Faidi Rizal Alief bukanlah wacana baru, sebab begitulah
hokum alam kepenyairan di Indonesia.
Bentuk puisi “bukanlah” sesuatu yang
menarik untuk diwacanakan. Tapi yang menarik adalah titik tekannya pada
bagaimana kreator menggunakan metode apa. Mungkin harapan saya salah karena
menuntut hal-hal yang tidak penting bagi mas Jamal. Besar harapan saya pada Mas
Jamal supaya bentuk puisi jangan dijadikan wacana dan perdebatan
berkepanjangan, sebab bentuk bukanlah urusan orang lain. Akan tetapi urusan si
penyair mau menguguhkan anak rohaninya seperti apa.
Memangnya seberapa penting bentuk puisi
terhadap metode dan makna yang ditawarkan? Tentu mas Jamal harus menjelaskan
hal itu secara pribadi pada saya. Dengan membalas surat ini.
Ttd
Matroni Musèrang
Battangan, 23 Februari 2016
Komentar