Karapan Laut: Kitab Melawan Lupa
Matroni
Muserang*

Sudah sejak lama
suara dan wujud kearifan lokal terlihat sayup. Padahal kearifan lokal menjadi
salah satu sumber pengetahuan. Lalu, upaya apa yang harus dilakukan untuk
menyelamatkannya?
Di sinilah
karya sastra dan pelakunya memiliki tantangan yang lebih berat untuk
merekonstruksi dan merevitalisasi nilai-nilai kearifan lokal agar berdenyut di
tengah kecamuk dan pusaran modern. Beruntung, masih ada sastrawan yang masih peduli dan intens
menggarap tema-tema lokal dalam karyanya
seperti tentang Madura. Salah satunya
adalah Mahwi Air Tawar, cerpenis kelahiran Madura. Dia terus
berkarya demi “menghidupkan
kembali” kearifan lokal.
Jika Rendra,
Chairil Anwar, Pram dan Ahmad Tohari mengklaim, bahwa di dalam pemikiran kesusasraan,
masih terdapat sesuatu “yang belum kita sentuh” dan “yang tersentuh” maka, Mahwi
Air Tawar dalam Karapan Laut menggagas
dan merumuskan kembali khazanah pemikiran kearifan lokal, yaitu kerap
terlupakan orang.
Karapan Laut sebagai
gerakan rohani yang berjalan ke dalam jiwa-jiwa yang gersang dan jauh dari
dirinya sendiri. Tidak hanya bagi orang Madura, tetapi juga orang Bugis yang hilang
ke Bugisannya, orang Jawa yang hilang kejawaannya. Kumpulan cerpen Karapan
Laut hendak menyadarkan manusia Indonesia bahwa kita memiliki “diri” yang
harus dijaga dan dilestarikan eksistensinya.
Dalam cerpen-cerpennya,
Mahwi memaknai masa lalu sebagai sejarah dan sebagai ilmu. Atas dasar inilah, dia dan cerpen-cerpennya
berjuang untuk menyadarkan kita bahwa masa lalu sebenarnya fondasi epistemologi
yang sangat kuat. Bukankah kekuatan sebuah bangsa terletak pada kekuatan
kearifan lokal sebagai basis kebudayaan masyarakat?
Karapan dan Laut
Kearifan lokal merupakan
representasi dari cara awal seseorang berpikir dan membaca realitas. Membaca segala pandangan dunia. Artinya, kita juga
bagian yang tak terpisahkan dari proses kearifan lokal tersebut. Meskipun di
sana ada jarak yang harus dibaca dan dilihat sebagai objek kajian.
Cerpen-cerpen dalam Karapan Laut mengonstruksi Madura dengan makna
berbeda.
Karapan Laut merupakan
perjalan proses menciptakan sebuah ruang, rumah, tempat dan wadah atau karapan
dan laut yang di dalamnya cerpenis dapat memberikan makna. Bagaimana pergolakan
laut dan karapan di gelar. Laut sebagai simbol pergulatan jiwa akan menerjang
apa pun yang hendak menghalangi perjalanan. Laut tidak suka dengan hal-hal yang
kotor. Setiap kotoran pasti akan di buangnya ke tepi. Ini menandakan betapa
sucinya lautan.
Sementara
dalam dunia karapan tidak boleh ada yang kecurangan. Kita harus menunjukkan
keberanian bahwa menang dan kalah biasa terjadi dalam karapan. Di sini karapan
bermakna perlombaan. Artinya, kita harus berlomba-lomba dalam pertandingan dan
juga dalam kesucian (tidak boleh curang). Di sinilah sebenarnya makna karapan
laut.
Hadirnya kumpulan cerpen ini ingin memberikan cakrawala
baru bahwa kita juga memiliki tradisi yang lebih kuat daripada tradisi Barat. Hal
ini dibuktikan Karapan Laut bahwa tradisi lokal memberikan inspirasi
yang hebat. Dalam Karapan Laut kearifan memiliki roh yang luar biasa.
Membaca tradisi
“Sesuatu
yang terlupkan” itulah yang dihidupkan oleh Karapan Laut dengan pisau
analisis lokal wisdom dan lokal though. Dengan pisau
inilah, Karapan Laut hidup kembali dan menjadi pemikiran yang segar
dalam wacana kesusastraan maupun keilmuan yang lebih kontekstual. Trend lokal
yang ditekuni Mahwi sejak lama benar-benar memiliki pengaruh yang luar biasa.
Karena itu, tidak heran kalau Karapan Laut hadir sebagai bagian proses
pembacaan Mahwi terhadap wacana lokal yang tidak banyak orang meliriknya.
Karena kearifan lokal di anggap jadul. Apa benar demikian?
Untuk
menjawab pertanyaan itu, baca kumpulan cerpen ini. Ternyata, kearifan lokal
merupakan fondasi epistemologi yang luar biasa terhadap perkembangan sastra
Indonesia bahkan dunia. Sastra Prancis, Jerman dan Eropa menjadi kuat karena
mereka konsisten membaca tradisi sendiri, yang lalu ditawarkan kepada masyarakat
dunia. Dalam rangka inilah Karapan Laut hadir sebagai
keberagaman pembacaan dan cara pandang yang berbeda dalam menapaki sastra.
Karapan Laut
menyadarkan kita dari dominasi budaya Barat. Karapan Laut ingin memberi
makna dan filosofi hidup untuk lebih dulu berdamai dengan diri sendiri, sebelum
berdamai dengan orang lain. Karapan Laut mengajak kita belajar pada
lingkungan diri sendiri. Membaca tradisi sendiri hingga selesai agar tidak
terjebak oleh budaya orang lain yang justeru membunuh tradisi. Belajarlah pada
teks Karapan Laut, lalu mengambil
sikap kritis. Jadikan teks cerpen sebagai bahan diskusi lebih lanjut agar makna
yang terkandung dalam Rahim kearifan lokal lahir.
*Penyair
dan mahasiswa filsafat pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Sumber: Kompas, Minggu,
29 Juni 2014, halaman 14
Komentar
menarik sekali. Lokalitas selalu menarik untuk disimak.