Reformasi Sudah Mati
Oleh: Matroni Muserang*
Malam tanggal 20 Mei 2014 saya mengikuti
acara Dwiwindu Reformasi di UGM Yogyakarta, bersama Dr.
Revrisond Baswir dan mbk
Yuni (wakil Bupati Sleman), mereka berdua sebagai pelaku sejarah pada bulan Mei
1998 waktu, mereka bercerita banyak tentang keterlibatan mereka. Ada hal yang
menarik dan membuat pikiran saya sersentak, ketika Revison mengatakan bahwa
reformasi harus diakhiri malam ini, mulai dari malam ini kedepan jangan lagi
menyebut zaman reformasi, tapi zaman perjuangan. Karena bagi Revison reformasi
yang sudah berjalan 16 tahun tidak menghasilkan apa-apa, justeru membuat rakyat
semakin sengsara dan revison berkata ternyata Indonesia berada dalam tekanan
Amerika, jadi wajar kalau Indonesia masih menjadi Negara yang feminis yang bisa
diaposi oleh Negara lain. Kapan bangsa
ingin menjadi bangsa yang laki-laki yang kuat? Kalau sampai detik ini
pemimpinnya masih takut Amerika?
Lahirnya Demokrasi seharusnya dilihat dari dua
perspektif, pertama demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Sementara yang
terjadi demokrasi uang, semua serba uang, bahkan kampus-kampus sudah dibuka
fakultas ekonomi yang ingin mencetak mahasiswa-mahasiswa yang berwatak uang,
bahkan di UGM pun kata beliau matapelajaran ekonomi koperasi hanya pelajaran
pilihan bahkan yang mengambil hanya satu jurusan. Lihat kampus UNY,UIN pasti
membuka fakultas ekonomi, ini jelas kata beliau adalah keberlanjutan dari
ekonomi neoliberal yang akan mencetak manusia bermental uang, pikiran uang,
tujuan hidup hanya uang. Coba kita renungkan bagimana seandainya manusia hanya
memberhalakan uang, dimana kemudian Tuhan berperan?
Lihat misalnya calon presiden selalu pengusaha, ini
artinya uang sudah menjadi segalanya untuk menjadi penguasa. Jadi anggota
kebinet harus kita pantau, apakah mereka adalah orang-orang yang ditikungan
jalan yang waktu demo 1998 mereka diam di tikungan jalan, atau mereka para
pejuang? Sebab kalau mereka yang menjadi anggota kabinet orang-orang yang
ditikungan jalan, berarti semua palsu.
Artinya orang-orang yang berdiam di tikungan, waktu
demo tahun 1998, mereka mengambil kesempatan untuk menjadi penguasa, sementara
para pejuang dibunuh dan diperkosa yang sampai sekarang tak tau dimana. Tidak
ada tanggungjawab, tidak ada yang mau mengaku, benar apa yang dikatakan Cak Nun
bahwa bangsa kita adalah bangsa feminim, yang fungsinya hanya ditanami, tanpa
ada upaya untuk memberi pupuk, mengolah dan bertanggungjawab.
Maka saya sepakat dengan ide zaman perjuangan, sebab
perjuangan kita sampai detik ini belum selesai. Perjuangan melawan penguasa
yang tidak tanggungjawab. Penguasa yang hanya mengedepankan uang. Penguasa yang
hanya mementingkan kelompoknya sendiri. Penguasa yang tidak punya rasa empati. Penguasa
yang tidak peduli pada rakyat dan penguasa yang tidak sadar akan janjinya
sendiri.
Sementara Mbk Yuni berkata bahwa birokrasi selama kan
enak (kerja tidak kerja tetap di bayar), makanya setelah mbk Yuni masuk dalam
dunia birokrasi, saya datang untuk berbuat tidak enak. Ini sebuah bocoran bahwa
memang dalam dataran birokrasi pun tidak becus, yang penting mereka ngisi absen
kerja tidak kerja pun tidak apa-apa. Itulah potret manusia Indonesia yang
malas, karena niat awal memang hanya ingin mencari uang, bukan niat mengabdi
pada Negara. Makanya Azzarnuji berkata dalam ta’limnya untuk mencapai tinggkat
keilmuan yang baik kita harus memperbaiki niat terlebih dahulu, karena niat
merupakan fondasi awal dalam kerja kehidupan.
Kalau saya
amati para pileg dan kandidat pemimpin bangsa ini, lebih mementingkan kekuasaaan
daripada menjadi wakil rakyat dan merakyat. Lalu dimanakah rakyat? Dimanakah pemimpin?
Sebenarnya kalau pemimpin sudah tak peduli pada rakyat, pemimpin itu sudah mati
seiring ketidakpedulian dan kematian peduli pada rakyat. Padahal kalau kita
paham makna pemimpin, saya yakin bahwa pemimpin kita akan segera merakyat dan
bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan golongan, bukan kepentingan
keluarga sendiri, bukan kepentingan partainya sendiri.
Harapan saya, jangan biarkan rakyat menderita, momonglah
rakyat, jangan perpanjang kontrak, jangan biarkan investor asing masuk, jangan
biarkan migas diambil orang dan hasilnya pun dinikmati orang. Merhatikanlah kami,
kata rakyat. amalkan ilmu kita untuk kemakmuran alam semesta.
Komentar