biografi ayah dan cemeti

Sajak: Matroni Muserang

Biografi Ayah

Pagi telah membuka mataku, anakku
Siang perlahan berjalan di atas ubun-ubun
Bersama tuak dan keringat cahaya

Embun yang membasahi kaki dan bulu betismu
Mata telah aku tenggelamkan dalam laut wajahmu
Hingga aku dekat dengan keringatmu

Dari pundakmu keringat mengalir sepi
Mengalir ke tanah yang subur

Dari bening matamu
Kusimpan rasa tak bertepi
Lantaran jejakmu bertaburan puisi
Semesta tertunduk rapi, karena
Matahari tersenyum
Menyebar ruang membasuh sepi

Lalu keringat terbang
Menjelma matahari
Membubung mencipratkan awan hitam
Hujan pun menumbuhkan segala makhluk di dadamu

Ada hari-hari yang menjelma airmata
Ada gelombang rasa yang harus dilampaui, anakku.

aku tahu dadamu bergelombang
dan airmata tak punya hak untuk ada

mungkin tak ada gunanya
menutup pintu dari cahaya
siwalan yang tumbuh di matamu
ia hendak mencari-cari kerinduanku
semesta tak mampu
menampung kesenangan dan kenyerihanmu
itulah sebabnya aku tak tahu engkau ayah
walau aku dekat padamu
seperti hidupku

Komunitas Rudal, 5 Desember 2012



Cemeti

Rembulan tidur dimatamu
Ia bangun di tengah kegelapan
Dan cahaya datang dari balik janur

Cakrawala membentang dikepalamu
Kunaiki sampan sebagai kendaraan cahaya
Dan kubawa cemeti untuk membuka dada

Tak satu pun jiwa menyala saat aku membaca
selintas suara malam bergumam
ribuan rasa jatuh ke dalam kegelapan yang mencekam
bahkan damar talpek pun dari taman sumekar tak menyala

cemeti kupukulkan pada tubuh malam
malam pun pecah dimata
jalanan bertaburan rintik kegelapan

cemeti berkata dalam bahasa yang utuh
“Dempoabang kau akan menyesal
Melawan cemetiku” kata Jototole

Cemetiku hati
Akan kupecah sampanmu, kata Jokotole suatu ketika

Sumber: Koran Merapi, Minggu Wage 16 Maret 2014


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Tari India Yang Sarat Spiritualitas