Degradasi Idealisme Pendidikan



Oleh: Matroni Muserang

Jangan melihat masa lampau dengan penyesalan, dan jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan kesadaran (James Thurber).  
Dengan melihat realitas pendidikan dewasa ini, kata-kata bijak di atas patut dijadikan bahan renungan. Khususnya bagi bangsa Indonesia yang saat ini masih belum bisa menyelesaikan degradasi idealisme pendidikan bagi anak didik. Di era global seperti sekarang ini, kita membutuhkan terobosan baru dan kepiawian dalam mengarungi perkembangan zaman, terutama dalam bidang pendidikan. Sebab bagaimanapun pendidikan menjadi salah satu pilar atau fondasi yang terpenting dalam membangun peradaban. Kesadaran arti penting pendidikanlah yang pada akhirnya menentukan kualitas kesejahteraan lahir dan batin seluruh masyarakat. Dan pendidikan juga sangat membutuhkan dalam mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal untuk berkompetensi dengan dunia luar.
Sebagai entitas yang terkait dengan budaya peradaban manusia pendidikan di Indonesia pengalami degradasi idealisme sangat mendasar di era seperti sekarang. Ada banyak kemajauan ilmu dan teknologi yang bisa dinikmasti manusia. Begitulah dengan Indonesia, berbagai sistem dan kebijakan dalam dunia pendidikan sudah pernah diterapkan. Semua perubahan tersebut dilakukan dengan harapan untuk menciptakan tataran dan kualitas pendidikan yang terbaik. Namun sayang, seiring dengan perubahan di berbagai kebijakan kurikulum atau model di dunai pendidikan tersebut, banyak menyisakan berbagai penyataan di benak masyarakat. Mau dibawah ke arah manakah pendidikan kita? Sayang adanya perubahan hanya dijadikana kesempatan oleh oknum pemerintah dalam mendapatkan keuntungan pribadi.
Dewasa ini, anak-anak bangsa tercecer dalam berbagai sekolah yang beragam menurut latar belakang sosio-ekonomi yang berlainan. Negara belum mampu memberikan kesempatan yang adil bagi semua anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Sampai saat ini, belum tampak ada respek signifikan dan terpadu untuk meningkatkan pendidikan mutu pendidikan Indonesia.
Pendidikan Indonesia belum ada usaha ke arah eksistensi serta ke arah tujuan yang jelas dari dunia pendidikan. Sebab pendidikan Indonesia sudah menjadi komoditas. Pembiyaan pendidikan menunjukkan gejala industrialisasi pendidikan.
Setelah dasawarsa terakhir ini, Indonesia mengalami perubahan yang sangat dahsyat yang mencakup nilai-nilai sosial yang terkoyak, agama, budaya, ekonomi, politik, dan pendidikan lalu membentuk format baru hingga tidak dikenali bentuk aslinya.
Sementara itu, di tengah kegelisahan yang masih tampil kepermukaan bangsa Indonesia, kita harus membangun optimisme pendidikan. Telaah pendidikan yang mengarah untuk menciptakan wajah baru yang tidak memberatkan masyarakat, tapi apa yang terjadi sekarang ini? Semua anak-anak di tuntut untuk masuh dalam dunia pendidikan, sementara biaya yang dibebanakan sangat tinggi. Inilah mungkin salah satu menyebab dari ketidakbermutuan pendidikan bangsa. Sehingga anak-anak yang mampu untuk baiaya tersebut tidak sungguh-sungguh dalam proses belajar, sebab Indonesia kebanyakan orang-orang bermodal apatis terhadap anak-anak yang ekonominya jauh kebawah. Ini sebauah realitas yang terjadi saat ini di Indonesia.
Dari sekian banyak model pendidikan juga tampil globalisasi, modernitas dan hedonisme, sehingga anak-anak bangsa ikut serta merayakan dan menikmati perubahan tersebut, sementara jiwa anak-anak bangsa belum sanggup berubah kearah tersebut. Indonesia pun juga demikian, tidak mampu merespon perubahan yang datang dari luar. Jadi tidak heran kalau mengalami degradasi idealisme pendidikan di Indonesia.
Baru saja dari berbagai sekolah dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi mengadakan pendaftaran bagi anak-anak dan mahasiswa untuk melanjutkan studinya, dengan berbagai pertimbangan baik secara mental maupun ekonomi yang begitu pas-pasan. Ini suatu delemasi yang sangat berat. Adakalanya mereka melanjutkan studinya karena tuntutan zaman dan lingkungan, tapi sebenarnya mereka sangat berat dalam menanggung beban uang yang harus dibayar.       
Karena mereka tahu bahwa wacana pendidikan dewasa ini menjadi momok yang sangat dominan, karena selama kita masih bisa melihat alam ini dan wacana pendidikan akan terus hangat untuk dijadikan bahan refleksi bersama, mengingat dunia pendidikan semakin hari semakin akan mengalami degradasi aksiologi (kemerosotan nilai). Ini terlihat anak-anak kita sekarang ini yang enggan membaca buku, lebih banyak maen game daripada baca buku. Ini adalah realitas publik.
Inilah sebenarnya yang akan berdampak pada bangunan awal pendidikan, sehingga pada akhirnya dunia pendidikan akan mengalami degradasi yang cukup dahsyat bahkan kepada nilai sosial, dan budaya. Sangat disayangkan ketika dunia pendidikan hanya sebatas tuntutan belaka. Keadaan sosio-budaya, inilah yang menjadi manifestasi empirik dari kita, yang sebaiknya didasarkan pada nilai-nilai normaif Illahiyah, malah semakin lama semakin jelas bahwa pendidikan sudah mengalami pergeseran yang sungguh berarti. Nilai-nilai altruistik (cinta kasih) tergeser dengan nilai individualistik. Hal ini menarik akan tumbuhnya kompetensi hidup yang sangat tajam yang hampa dari nilai-nilai pendidikan itu sendiri.
Melihat perkembangan ilmu yang tidak membawa kemaslahatan umat, Albert Eistein menyampaikan sebuah pernyataan kolektif, di kala ia berpesan kepada mahasiswanya bahwa “Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang mengemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit kepada kita? Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan malah menjadikan kita manusia budak-budak mesin?”.
Dengan bahasa yang indah, semua itu karena miskinnya wawasan kita dan nilai pendidikan pada seluruh dimensi keilmuan yang dikembangkan bangsa. Terdapat bentangan yang tajam dalam aspek rasionalitas dan aspek aksiologi, ke-shok-an budaya tidak bisa ditutupi sebagai wujud kekejaman rasionalitas. Kekejaman dengan menggunakan senjata ilmu, tidak bisa dilepaskan dari pandangannya dari kepribadian dirinya, yang nota bene dibentuk dengan proses pendidikan dengan paradigma yang berpijak pada aspek kognisi dengan melepaskan aspek yang lebih bersifat transendensi. Pengembangan aksiologis manusia menjadi sesuatu yang asing dalam menempu proses pendidikan.
Melalui pendidikan yang berwawasan idealisme, peserta didik akan terbantu dalam pengembangan pemahamannya tentang perubahan pendidikan yang saat  ini masih berkembang dan gejolak budaya. Dalam suasana pendidikan idealisme tersebut, perserta didik akan juga lebih berani mengambil peran penting dalam kegiatan kontrusktif yang dapat menjamin ketetapan terhadap tegaknya nilai-nilai pendidikan, demokrasi, dan budaya sehingga tidak mengesampingkan aksiologi, idealisme pendidikan terhadap anak didik kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura