Samurai Rahasia Kemajuan Jepang

                       Judul              : Nyanyian Jiwa Sang Samurai, Harmoni Manusia Bersama Alam Semesta dan Sesama
Penulis             : Najamuddin Muhammad
Penerbit           : Buku Biru Yogyakarta
Cetakan           :  Mei 2010
Tebal               : 208 Halaman
Peresensi         :Matroni Muserang*

Jepang yang saat ini telah dikenal sebagai negara maju menyimpan banyak kearifan-kearifan moral yang menjadi simbol sebuah kebudayaan. Sebelum Jepang mengalami proses Industrialisasi, sekitar abad 19 dengan adanya restoresi Maiji, Negara dengan sebutan Matahari terbit ini mempunyai sistem pemerintahan yang cukup feodalistik. Dengan sistem tersebut ada istilah akrab yang bagi anda sudah tak asing lagi, yakni Samurai.
Sebagai sebuah prodak kebudayaan yang telah dilahirkan dari sebuah proses panjang sejarah masyarakat Jepang, samurai pasca industrialisasi Jepang mengalami proses marginanlisasi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perubahan dalam segala aspek lini kehidupan, paling utama sekali adalah sistem kepemerintahan pada saat itu yang seharusnya samurai menjadi abdi bagi kaisar ternyata telah deganti dengan gaya militer yang cukup modern.
Samurai yang menyimpan banyak ketulusan dan pengabdian yang tak terhingga bagi seorang kaisar dilepas seiring dengan proses modernisasi dalam segala aspek kehidupan. Kaisar dengan segala kuasanya justru tidak hanya memberikan tempat pengalihan peran dan fungsi dari para samurai, tapi malah justru mengeluarkan kebijakan yang sangat tidak menguntungkan apara samurai dengan tampa membedakan antara Samurai dan masyarakat biasa dan melarang simbol-simbol tradisional yang bisa dipakai oleh samurai.
Sejarah samurai adalah sejarah peminggiran kebudayaan yang penuh dengan kearifan demi sebuah proses industrialisasi dan modernisasi. Samurai yang dalam lintasan sejarah kekaisaran Jepang telah mengalami proses marginalisasi masih ditambah lagi dengan proses pencitraan yang stigmatif dan jelek terhadap kepribadian dan komitmen samurai.
Dalam banyak novel pun yang beredar di Jepang sejarah ihwal kepribadian samurai masih cendrung stigmatif. Sebut saja novel Shogun karya james Clavell. Novel ini sukses dan laku keras dipeasaran sehingga tidak boleh tidak paradigma dan cara pandang masyarakat akan dipengaruhi oleh novel, yang bagi J.B Kristianto sarat dengan manipulasi sejarah. Dalam sebuah rezim yang berkuasa sejarah akan selalau diproduksi sesua dengan kebutuhan dan kenyamanan masa depan sebuah kekuasaan.
Proses pencitraan samurai yang cendrung stigmatif juga jamak anda jumpai di bangsa ini. Samurai seakan identik dengan pembunuh berdarah dingin yang bisa menghunus pedang kapan saja demi sebuah bayaran dari seorang tuan. Selama ini samurai yang dikenal tak jauh hanya sebagai “pelayan” bagi sang tuan. Ketika samurai berkonotasi pelayan, maka sakralitas kesemuaraiannya seakan kurang kharismatik dalam perbendaharaan bahasa anda, sehingga cendrung  diabaikan.
Padahal predikat “pelayan” bagi seorang samurai yang sejati tak seperti lazimnya “pelayan” yang anda kenal. Sebutan “pelayan” bagi seorang samurai mengandung totalitas pengabdian baik secara fisik maupun secara pikiran terhadap sang tuannya. Sebuah ketulusan yang seakan terlepas dari curang dan culas karena yang  ada adalah  sebuah kesaksian ikhwal pengabdian yang sungguh-sungguh terhadap tuannya.
Totalitas hidup samurai hanya diabdikan pada sebuah aturan yang telah ada. Aturan adalah segala-galanya bagi samurai. Nyawa dan seluruh lakon kehidupan samurai tak akan ada artinya apabila dibandingkan dengan komitmen dan ketulusan dirinya untuk selalu setia dalam menjaga komitmen ketulusan dan kepatuhannya. Kematian akan dipilih sebagai jalan menuju kehidupan bagi samurai apabila dalam kontek tertentu itu sudah menjadi tuntutan ajaran samurai. Tidak hanya sebuah totalitas yang terkandung dalam diri samurai, tapi juga keberanian dan tanggung jawab samurai dalam menjalani sebuah tugas. Bagi samurai mati di medan perang dengan membela sebuah kebenara akan lebih terhormat dari pada hidup yang tidak mempuinyai prinsip dan tujuan.
Maka buku ini akan mendiskripsikan beberapa pola perjalanan samurai yang ada di Jepang dan nilai-nilai samurai yang sarat dengan nilai-nilai moral, ketulusan, kejujuran, keberanian, kesetiaan dan tanggung jawab yang purna dalam mengemban tugas-tugas kesemuraiannya. Sebenarnya sudah cukup banyak buku yang mengupas tentang samurai tapi masih dalam bentuk terjemahan dan fiksi, makan dianggap penting untuk menghadirkan ihwal sejarah kearifan samurai dalam bentuk buku yang non fiksi. Buku ini paling tidak dapat memberikan suatu tambahan pemahaman dari beberapa buku lainnya ihwal kisah seorang semuran yang penuh dengan nilai-nilai kearifan dan ketulusan.
Di samping mengangkat nilai-nilai kearifan yang terdapat dalam diri samurai, buku ini juga banyak mengupas ihwal pengaruh nilai-nilai samurai terhadap pembentukan karakter dan kepribadian orang-orang Jepang. Kemajuan Jepang yang tidak akan pernah lepas dari etos orang-orang Jepang yang tekun, pantang menyerah, totalitas dalam bekerja, kuat dalam bekerja tem dan nilai-nilai positif lainnya. Karakter orang-orang Jepang itu tidak serat merta dating begiru saja, tapi tak lepas dari kultur silang kebudayaan orang Jepang, salah satunya adalah samurai. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani