Memasuki Filsafat Melalui Anekdot
Judul Buku : Si Buta dari Gua Plato, dan 99 Anekdot Filsafat Lainnya
Penulis : Rif’An Anwar
Penerbit :
Kanisius
Cetakan :
Pertama, 2011
Tebal :
157 halaman
Peresensi : Matroni Muserang*
Banyak mahasiswa atau kebanyakan orang
mengatakan tidak setuju dengan gagasan bahwa filsafat merupakan prilaku alamiah
atau filsafat tak membumi. Untuk mengatasi masalah ini, Rif’an menunjukkan
kepada kita bahwa filsafat sangat mudah dipahami. Karena anekdot yang dia tulis
memang lucu dan penuh dengan humur filosofis. Kalau Rif’An memberikan pemahaman
filsafat kepada orang lain melalui anekdot, tapi kalau Gareth B. Matthews melalui
pertanyaan anak-anak yang penuh dengan filsafat dan filosofis yang di tulis di
buku “Anak-Anak pun Berfisafat”.
Jadi, sekarang tugas kita untuk lebih menyadari
dan berkenalan langsung dengan filsafat kalau sejak dulu “menakutkan” kini
mudah di nikmati. Begitu mulai membaca buku ini, saya langsung bisa
menikmatinya. Saya merasa anekdot ini juga menarik bagi orang lain, baik para
mahasiswa maupun orang lain di luar kampus. Kemudia saya lebih yakin, kalau
filsafat lebih mudah karena anekdot yang di tawarkan penulisnya dengan bahasa
yang sangat mudah.
Buku ini layak di baca siapa saja. Anak-anak,
orangtua, guru, para pencinta anak. Seperti Nietsche dan Tuhan; Nietsche
berkata, “Tuhan telah mata” lima puluh tahun kemudian seseorang bertanya,
“kemana Nietsche” “Menyusul Tuhan”.
Walau pun mereka tidak kenal dengan pemikiran
Nietsche, tapi setidaknya mereka tahu bahwa ada seorang tokoh yang bernama
Nietsche. Menurut pendapat Matthews bahwa sesungguhnya telah secara alamiah
dimulai sejak usia sangat dini, usia yang penuh dengan keingintahuan yang tak
terbendung. Filsafat yang ditawarkan dalam anekdot buku ini merupakan
perjalanan kita dalam mengenal kembali sebuah aktivitas yang pernah ada setiap
kita pada masa kanak-kanak.
Dan anekdot dalam buku ini ingin mengajak kita untuk
silaturrahmi ke dunia yang dulu pernah di alami sendiri oleh kita. Inilah titik
awal yang sederhana, tetapi sangat penting bagi kita untuk menikmati dan mudah
dalam memasuki ruang filsafat yang kata orang jelimet dan melangit. Padahal
kalau di baca dengan benar, filsafat lebih membumi dan sangat mudah.
Sang penulis tampaknya ingin menghadiahkan buku
anekdot ini kepada para pemerhati filsafat dan orang lain yang sering kewalahan
menghadapi filsafat dan rumit dalam memahaminya.
Kita yang sudah terbiasa dengan sesuatu yang
pratis-pragmatis, sangat sulit untuk memahami kata yang digunakan secara
konotatif atau metaforis belaka, justru tidak akan bisa menikmati jalinan
kata-kata yang selalu memberi inspirasi pada puisi dan menghidupkan filsafat,
meskipun melalui anekdot ini.
Orang yang hendak menulis dan memahami puisi
dan filsafat harus mempunyai bekal kesederhanaan dan kepolosan untuk dapat
merenungkan dan memami bagaimana mengungkapkan atau melihat sesuatu dengan cara
peling sederhana sekalipun. Kepolosan yang di pupuk anekdot ini lebih enak dan enjoy.
Salah satunya adalah bahwa kepolosan ini tidak mudah tersisihkan oleh
pengetahuan lain yang mungkin terkesan lebih lucu.
Namun, kepolosan anekdot yang tidak biasa akan
membawa pada ranah kelucuan, maka wajar apabila ada perbedaan antara puisi, tetapi
justru dari sini pula kita harus menyadari bahwa anekdot Rif’an ini tidak sama
dengan puisi, tapi lebih filosfis-reflektif.
Untuk mendukung bahwa anekdot ini penting dalam
memasuki dunia filsafat, Robert Speamann menyebut filsafat sebagai “keluguan
yang diformalkan” memformalkan keluaguan berarti menciptakan sebuah institusi
formal agar orang termotivasi untuk selalu menyelami setiap pertanyaan sehingga
kita benar-benar memahaminya. Ketika orang mempertanyakan lagi, kita dapat
menyebutnya sebagai sebuah keluguan. Saya rasa, usulan Speaman ini sangat
banyak gunanya.
Jadi, kalau orang masih menyimpan pernyataan Speaman
maka untuk memasyarakatkan filsafat sangat rumit. Jadi alangkah penting untuk membaca
buku “Si buta dari gua plato” mungkin sangat membantu dalam memahami filsafat
dalam keseharian kita.
Konsep yang ada dalam anekdot ini barangkali,
adalah konsep tentang belahan bumi yang tampak di atas kita pada waktu dan
tempat tertentu,, termasuk segala sesuatu yang ada di dalamnya. Ketika semesta
di lihat sebagai ruangan yang memayungi suatu titik di permukaan bumi, maka, anekdot
memberikan ruang lain untuk lebih dingin membaca filsafat.
Walau pun ada banyak buku yang memberikan cara
muda dalam memahami filsafat seperti yang di tulis Pieaget, Robert Spaemann,
Wittgenstein, Frank Baum, B. Wiseman, Milne dan Carrol, mereka menulis dengan
bahasa yang polos dan mudah dipahami, tapi mengapa sampai detik ini tak banyak orang
mengenal lebih jauh dengan filsafat. Apakah memang sejak awal filsafat di pahami
sebagai barang unik dan rumit di jangkau? Atau filsafat tidak dipahami sebagai
ilmu? Sehingga orang enggan untuk melirik dan membaca bahkan menuliskan seperti
matematika, kimian dan fisika?
Dalam hal ini, anekdot dalam buku “si Buta dari
gua plato” ini mengajak kita untuk lebih enak dan menarik bahkan lucu bagaimana
filsafat berkata kepada kita. Melalui kata-kata yang sederhana lugas, lucu juga
filosofis mampu menyibak tirai tebal yang selama ini di anggap keramat, sehingga
dengan membaca buku ini tirai tebal ini menipis dan cerah untuk membaca
filsafat lebih lanjut.
Buku ini sangatlah inspiratif bagi kita,
sehingga siapa pun anda akan mudah paham ketika membaca buku ini, untuk orang
tua, pencicta filsafat dan kaum pendidik.
Komentar