Ladang


 Di tengah ketakmengertian, aku sendiri mengembara, memaknai pohon-pohon, daun jatuh, warna keemasan, tanah yang hitam, penuh reroncean kering, aku terus mengembara mataku, ke arah angin membawaku.

Di sana, aku duduk di atas dedaunan kering, memikirkan diriku yang entah mau kemana. Mengingat wanita, membuat aku semakin berdosa, dan tak beralasan, mengapa wanita selalu menjadi alasan di balik ketakmengertian waktu. Di pengembaraan itu, aku bertemu iblis, bertemu orang-orang yang berbuat dosa, dan senyuman iblis yang bahagia karena bertemu orang-orang berdosa.

Aku bahagia bertemu dosa, bertemu iblis, karena kebertemuan itu mengandung makna cahaya, mengandung makna sejati. Aku berdialog dengan dosa dan iblis, tentang hidup dan keberlanjutan, ternyata mereka sangat paham, aku mengerti mengapa mereka selalu menggoda dan mengajak ke dunia mereka.

Iblis dan dosa adalah ladang dimana pencarian terus dilanjutkan, dan kata-kata menjadi wahana untuk sampai di puncak penerbangan cahaya. Yang akhirnya cahaya membimbingku agar sayap ini terbang ke arah cahaya berada-bermukim.

Jogja, 2013    


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura