Apa


Di tengah kebisingan kota dan mall serta para manusia yang egois. Aku hidup di tengah kerihuan seperti itu. Sekolah di kota, makan di kota, tidur di kota, melihat wanita-wanita kota dengan berbagai warna dan pernak-pernik pakaian yang beragam dan bentuk-bentuk wanita yang mengudang nafsu. Ada kalanya kita harus minta ampun kepada tuhan.
Tapi persoalan tuhan tidak usah kita permasalahkan karena tuhan di atas segalanya. Yang penting sekarang adalah bagaimana menyadarkan diri kita untuk selalu melihat dan membaca alam dan isinya agar kematian jiwa dan kematian pemikiran pelan-pelan hilang, lalu kita menjadi gila yang hanya bisa diperbudak oleh para elitis modern dan para pemikir modern.
Sebab akan terjadi perbudakan kepada kita, ketika pikiran dan jiwa kita benar-benar mati. Kita baru menyadari kalau kita sudah risau dengan keadaan dan diri kita yang semakin hari semakin jauh dari diri sendiri dan keluarga. Masa muda memang selalu penuh dengan emosi tak terkendali, tapi akankah ketidakterkendalian itu selalu kita biarkan? Tentu tidak.
Maka dibutuhkan refleksi, mawas diri, dan perenungan setiap hari untuk menjaga hidup lebih bermakna. Buat apa hidup, kalau adamu hanya sia-sia. Buat apa menjadi ayah kalau adamu di keluarga sia-sia. Buat apa beristeri jika isterimu di depanmu sia-sia? Buat apa kerja jika kerjamu sia-sia? Buat apa mencari duit jika duit kita tak memiliki fungsi apa-apa?
Untuk apa hidup?   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura