Puisi Matroni Muserang

Sumber: http://radarseni.com/2013/03/31/puisi-matroni-muserang/ 
 
Penolong

Bila tak sanggup menampung
Kemelut luka kehidupan

Gebalau terus mengejar
Pengetahuan tak bisa mengurai
Kerisauan tak terbendung
akan kumaknai
lewat jari-jari waktu

sorak-sorai kesendirian
terbengkalai laut lena ketenggelaman

ruas jalan merisau
sukma tertahan bara
seperti batu kau puja
matahari kau sembah
takkan kau temukan
ladang kesejukan kau idamkan

jiwa meronta-ronta
agar cepat kau baca
biar tumpah air cinta
di jambangan cahaya

“adamu sempurna”

biarkan ia bicara indah
bersajak kebenaran

di lembah meditasi
kau hadirkan orang tua
kau kalungkan dalam diri
sembahkan pada Ilahi

gerimis airmata
memikirkan rasa
jauh dari semesta

kau tak rela jiwamu kehausan
pikiran tak karuan
sukma berserakan
jari-jari airmata datang menawarkan sejumlah
percintaan penuh asmara

bila tak sanggup menampung
kemelut luka kehidupan
airmata adalah penolong setia

Jogja, 6 Agustus, 2012


Bendera, Setiamu
Di jalanan, di tiang-tiang
Di depan dinas, di halaman rumah
Di teras-teras rumah, di istana
Tersimpan pesan sejarah

Lukisan makna bergelayut
Menemui jiwa pejuang
Menanamkan biji darah

Aku melihat wajahmu merah putih
Berkibar jauh
Tak pernah turun dipangkuanku

saat aku datang
kuletakkan di kuburmu
sebuah kuburan suci dan indah
tengah mekar

aku pulang
dengan kapal kerinduan
dan napak tilas kesunyian

di ruang diri semestaku
aku melihat tubuhmu di rusak
oleh keganasan politik
oleh kerakusan saku-saku kenistaan
oleh kerja suram keegoisan

dimanakah anak-anak suci kemerdekaan
bila janin-janin cinta kau aborsikan dengan uang
kau kirat dengan kekuasaan

dimanakah anak-anak yang bernama kesucian
dimanakah janin-janin yang kau titipkan di rahem ibu pertiwi

apakah sudah kau bunuh dengan ketidakjujuran
apakah sudah kau bunuh dengan pedang kebingungan
atau sengaja kau rahasiakan dalam jambangan kesetiaan

kesetiaan pada seni keangkuhan
kesetiaan pada seni kebobrokan

Yk.11, Agustus, 2012


Burung-Burung Waktu

Sudah terbalut luka-luka
Oleh indah pertemuan
puisi menghantar menyeberangi laut

segala terlihat mengembara
Menyusuri lorong para pemuja

Tangan perdamaian dipotong
Keindahan menjelma kegelapan
dimanakah hidup sebenarnya?

Serentak kita berikan kedangkalan
Permainan materi selalu diperbicangkan
Sementara perutku semakin nyerih
Melihat bibir pembual

Sayap waktu lepas bulunya
Menjelma api, menjelma daun, menjelma kita
Selesai sudah perbincangan haluan tak mengarah

burung waktu terus terbang
Ke belantara kehijauan

Jogja, 10 September 2012


Surat Dari Waktu

Airmata mengelus kenyerihan sukmaku
Mencibir makna-makna
Jiwa terus menangis menyanyikan kelembutan
Membahasakan kitab semesta

Membaca waktu, membaca deretan sejarah
Berdarah dan perlawanan semakin sepi

Aku bermain di halaman waktu
Memerciki ribuan kupu-kupu
Mencari harum makna surat di balik pori-poriku

Dikedalaman waktu aku berlabu
gelap menyerupai api
Meneriakan luapan debu semesta
Sementara kesementaraan meluangkan secercah cahaya

Segelas cahaya tak lupa kita suguhkan
Musik waktu kian ramai kita saksikan
benturan nilai ramai dituangkan

Harum makna tak dilihat
Panas matahari semakin menyengat
Tubuh-tubuh lusuh berkeringat
Surat tersimpan di balik kehijauan
Semakin jauh tak terlihat, semu
Semakin ter-rahasia seperti waktu

Jogja, 2012

*Matroni Muserang nama pena dari Matroni, lahir di Banjar Barat, Gapura, Sumenep, Madura, Jatim. Alumni al-Karimiyyah dan Al-in’an, Aktif menulis di banyak media baik lokal maupun nasional. Buku antologi bersamanya adalah “Puisi Menolak Lupa” (2010) “Madzhab Kutub” (2010) Antologi Puisi Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan 2010 Dewan Kesenian Jatim(2010), Suluk Mataram 50 Penyair Membaca Jogja (2011), Menyirat Cinta Haqiqi (temu sastrawan Nusantara Melayu Raya (NUMERA), 2012), Rinai Rindu untuk Kasihmu Muhammad (2012), Satu Kata Istimewa (2012), Dialog Taneyan Lanjang, Bunga Rampai (2012) Saok Seloko (PPN 6 Jambi 2012), Sebab Cinta (2013), Di Pangkuatn Yogya (2013), Terpenjara di Negeri Sendiri (2013) dan mahasiswa filsafat di Pasca-sarjana UIN Sunan Kalijaha Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

SADAR, MENYADARI, KESADARAN

Matinya Pertanian di Negara Petani