Jokowi Sang Penakluk Awan





Saya pribadi sangat kagum dan sangat salut dengan adanya pemikiran untuk mengusir awan dari atas udara DKI, untuk mengusir awan dengan hanya 13 M, mudah-mudahan kerugian triliunan akibat adanya banjir yang tidak pernah terjadi sebelumnya mudah-mudahan tidak terulang kembali, Amin.
Begitulah pesan singkat yang dikirim Alimuddin ke HP saya, katanya itu bahasa Kiyai dan saya di minta untuk menuliskan dengan bahasa saya sendiri dan analisis saya sendiri, saya pun mengatakan ya. Andai saya tidak ada permintaan untuk menulis Jokowi saya tidak akan menulis Jokowi, dengan tidak dituliskan pun masyarakat sudah pasti tahu, siapa Jokowi itu sebenarnya.
Akhirnya saya pun berpikir bahwa Jokowi memang luar biasa bagi masyarakat, sejak mulai di Solo sampai ke Jakarta Jokowi memang menjadi sosok yang diidamkan masyarakat dan sangat sulit menemukan sosok yang merakyat seperti Jokowi. Berbagai bencana banjir yang melanda Jakarta, Jokowi akrab dengan masyarakat, turun menemui masyarakat, ini membuktikan bahwa sosok ini membuat rakyat merasa di lindungi dan diperhatikan oleh sang pemimpin.
Triliunan rupiah habis untuk menanggulangi banjir, akan tetapi Jakarta tetap tak “miskin” bahkan semakin semangat Jokowi untuk memberikan yang terbaik untuk rakyat Jakarta. Tapi dengan mengusir awan di atas udara Jakarta, orang-orang akan berpikir bahwa Jokowi adalah sosok yang religius? Atau percaya bahwa banjir itu merupakan “cobaan” bagi seorang pemimpin yang baik.
Politik tidak akan mampu menganalisis hal-hal yang sifatnya metafisik. Kenapa kemudian Jokowi mampu dalam hal ini mempersatukan antara politik dan metafisik, karena adanya semangat jiwa kerakyatan yang tertanam dalama jiwa Jokowi bahwa hidup adalah untuk mengabdi kepada Tuhan dan orang lain (masyarakat). Menurut saya, orang akan mampu menjadi pemimpin yang baik ketika jiwanya mampu menyatukan antara politik dan spiritualitas.
Katakanlah politik merupakan wilayah praksis atau wilayah riil (rasionalitas) yang harus dihadapi, berbagai kegiatan dan praktek-praktek keseharian merupakan bagian dari politik. Dan spiritualitas katakanlah wilayah jiwa atau hati yang jika di pupuk akan mampu menyeimbangkan dirinya dalam mengambil keputusan dalam memimpin.
Keseimbangan atau proporsionalitas inilah yang sekarang sudah sunyi dari para pemimpin kita Indonesia. Dan Jokowi dalam hal ini mampu untuk menyeimbangkan dalam mengambil kebijakan dan bijak dalam memberikan respon rakyat ketika rakyat butuh.
Dari sinilah kemudian, keseimbangan dari berbagai aspek untuk menjadi pemimpin penting untuk ditanamkan dan dimaknai sedini mungkin, agar politikus tidak terjebak oleh keseharian politik yang akhirnya menyeret para elit politik tidak bisa lagi berpikir dan merenung bahwa dirinya adalah pemimpin yang harus memenangkan rakyat bukan kapitalis Barat.
Jadi bukan jalan satu arah bagi pemimpin, akan tetapi berbagai arah yang harus dijadikan perenungan. Mengapa sekarang banyak korupsi? Jawaban sementara jika konteksnya Jokowi adalah kurangnya refleksi, perenungan, pemaknaan yang mendalam dalam memahami politik dan demokrasi. Akhirnya keseharian mereka disibukkan dengan mencari cara bagaimana memenangkan partainya sendiri-sendiri.
Alhamdulillah Jokowi mampu dalam hal ini. Selamat  dan semoga menjadi kuat dan manfaat.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura