Panggilan Sia-Sia

Jika korupsi seringkali terjadi maka aku berharap bangsa hancur sampai koruptor berteriak, meminta tolong, aku tidak akan menolong, biarkan koruptor mati berkalang tahi.
Biarkan dia, mencari sisa nyawanya sendiri, biarkan cari tempat sendiri, biarkan dia pergi ke luar negeri, mencari ketenangan, aku tetap tak akan menolong koruptor.
Aku ingin koruptor menjadi penjual tahi, yang menghabiskan uang pergi ke luar negeri, dan hari-harinya berisi tahi, sambil berteriak meminta membersihkan tahi, aku tetap tidak akan menolong, biarkan saja mereka makan tahinya sendiri.
Ia bekerja sewenang-wenang, mengotori rumahnya dengan tahi, menjemur bajunya di bawah tangisan rakyatnya, kehujanan tak ada yang menolong warganya, aku akan menolong warganya, biarkan koruptor mati kehujanan.
Aku ingin koruptor menjadi anjing, di pelihara oleh rakyatnya, jika malam harus tidur, di mandiin, bakar jika mau, dibiarkan kelaparan jika mau. Aku ingin koruptor seperti anjing kelaparan.
Aku ingin koruptor menjadi tahi, berjalan tak dihiraukan, malam-malam meminta, sedang aku duduk tak memberinya, hahahahahahahahahahahahahahaha. 

Yogyakarta, 2011


Pengabdian

Kuruptor, hanya engkau yang tak bisa kuselamatkan
Cobalah pahamkan padaku, tentang rakyat
Sungguh tahi engkau, tak bisa mengajarkan kata-kata
Aku memilih engkau dengan senang, tapi engkau mati tahi

bagiku, engkau tanggungjawab, malah mematikan
Kau bawa sejuta bahasa rakyat, tapi semua kekosongan sia-sia
Sungguh laknat hidupmu, membiarkan rakyat kelaparan
Apalah arti sebuah puisi ini, jika engkau tak mampu membaca

Pengabdian hanya ruang kosong.
Rakyat tak ada di jiwamu
Syukurlah engkau masih hidup, walau tanpa makna


Yogyakarta, 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura