Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany

Belaian Tahajjud Malam

Belaian malam menggigil
Mengusap tubuhmu
Mengusap wajahku
Di sajadah panjang kedamaian

Sikap malam begitu sunyi
Memanggilku untuk pergi ke cakrawala
Melihat pesta bintang
Dengan beribu cahaya
Dan senyum manis yang menggetarkan

Aku suka mereka, dia dan aku
Sepasang waktu
Kuajak ia pergi
Mengisi tahajjud malam
Membelam kelam malam
Untuk menutupi pintu semesta
Yang kian hari tambah lebar
Dengan hidup kurang ajar

Padahal aku masih belajar mencintaimu

4 Januari 2011

Kelam Membelam

Semoga kata yang kulahirkan ini wahyu
Untuk sepasang hari bersama waktu
Kulalui bersama kelam belam

Langit kelam membelam
Sementara kata belum selesai aku rangkai
Dalam semalam aku hanya mampu mengecup dingin
Menebar wangi lewat lampu

2010-2011
Nasehat Malam

Engkau tinggal separuh perjalanan
Sepantasnya ruang dirimu menjadi rumah kesejukan

Membuat generasi lebih indah
Menanam modal kebermaknaan
Mengisi waktu kehampaan dengan cahaya

Separuhmu jangan sampai larut

Aku berkata, karena aku bagian dari dirimu
Selebihnya engkau berdiri sendiri di tepi sana
Melukis hidupmu lebih indah
Membelanjakan kata untuk masa depanmu

Pengok, 2011

Lagu Seorang Skeptis

Engkau melangkah jauh, sayang
Engkau mandi keraguan
Aku di sini sendiri
Menyandang jembatan, berbendera masa depan
Di antara mesin-mesin di kota Jogja
Engkau berkerudung putih di kepalamu
Engkau ciptakan suatu keindahan dari jauh
Sementara mesin penindas terdengar berderuh
Malam bermandikan cahaya pikir
Kegelapan menyelimuti badan keangkuhan
Engkau tetap menjadi pelangi melingkari matahari
Tatapanku habis
Terlalu silau melihatmu dari jauh
Di saat seperti itu
Engkau memikirkan sesuatu
Bersama ilmu yang engkau dapatkan dulu
Di dalam berjuang membela kerajaanmu

2011

Lagu Semalam Baca Puisi
seratus penyair membaca jogja

Keramaian puisi
Di tengah riuh
Wajahwajah asing mewarnai malioboro
Membaca jogja dari sudut cakrawala

Penyair datang memberi kata
Menyumbangkan rasa pada masa

tak kuasa melihat kata menangis
malam lebur bersama waktu
hingga kesunyian sedikit berbeda
menyumbangkan ketakterbatasan

membaca sedikit rumit
mencapai kebermaknaan, tapi

malam itu penyair benar-benar tahu
dimana ruang rasa harus disalurkan
dimana kata-kata harus dibiarkan
dimana bangsa harus ditukar dengan martabat harapan

orang tahu bagaimana jogja akan di jual
padahal jogja bukan milik siapa-siapa
jogja milik kemerdekaan
milik keistimewaan dan,
milik kewibawaan

8 Januari 2011

*Penyair keliharan Sumenep, Madura, bergiat di komunitas Kutub Yogyakarta. Aktif menulis di media massa baik lokal maupun nasional. Buku antologi bersamanya adalah “Puisi Menolak Lupa” (Obsesi Press, 2010) “Madzhab Kutub” (Pustaka Pujangga, 2010) dan Antologi Puisi Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan 2010 Dewan Kesenian Jatim. Kini Pengok, Demangan, Yogyakarta. Hp; 085233199668, email; matronielmoezany@yahoo.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura