Sebuah Eksistensi Budaya Solo

Oleh: Matroni el-Moezany*

Luar biasa, mungkin inilah kata yang tepat untuk memuji Solo Batik Carnival (SBC) pada tanggal 25 bulan Juni 2011 di Solo yang mengangkat tema “Keajaiban Legenda”. Dengan mengundang tiga putri Indonesia sala satunya adalah Nadine Satydharma. Kata “Luar biasa” tidak serta merta bermakna apa adanya, akan tetapi ada dua makna yang harus kita pahami yaitu kekurangan dan kelebihan dari SBC itu sendiri.
Kelebihannya semua anggota carnival tampil maksimal dengan costum yang begitu memukau, beragam pernak-pernik yang disuguhkan mulai dari assesoris, dan warna-warni simbol dari legenda Ande-ande Lumut, Nyi Roro Kudul, Dewi Sekartaji dan Roro Jongrang dan lainnya mampu menyihir ribuan penonton di jalan Slamet Riyadi, Solo.
Kekurangannya, penonton dibiarkan saja, tanpa ada batas dan upaya untuk mengatur kedisiplinan dari satpam, maupun dari pihak panitia. Penonton memenuhi jalan, ada yang naik pagar, bahkan panggung yang disediakan di sepanjang jalan Slamet Riyadi undangan tidak duduk, semuannya berdiri, penonton kacau balau ketika carnival berjalan dan beraksi di jalan. Selesai pertunjukan carnival penonton yang naik motor pulang melewati jalan yang sebenarnya tidak diperbolehkan. Panitia pun menghadangnya, tapi hal itu sebenarnya menandakan tidak professional dalam sebuah event sebesar SBC itu.
Luar biasa lagi menjadi kata yang pantas untuk SCB, sebagai icon budaya Solo yang rutin diadakan tiap tahun sekali. Antusiasme masyarakat ikut mewarnai pergelaran carnival, dari persiapan, asesoris yang begitu khas dan unik. Simbol-simbol yang ditonjolkan dari budaya solo itu sendiri. Mungkin itulah apa yang disebut eksistensi dari sebuah kearifan local yang sebenarnya banyak disukai baik di dalam apalagi luar negeri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura