SADAR, MENYADARI, KESADARAN



Oleh: Matroni el-Moezany*

Selintas judul di atas remeh, tak mutu, tapi tak salah kita mencoba membaca dan berpikir radik, sehingga menemukan apa makna dari ke tiga kata di atas. Dan kita refleksikan bersama, sharing, diskusi bersama, untuk menyatukan kata-kata itu menjadi kehidupan, agar apa yang diharapkan oleh ketiga kata di atas menjadi kenyataan.   
Perjalanan sejarah dan ilmu pengetahuan akhir-akhir ini  menjadi angin yang selalu di serap dan di keluarkan, tanpa di ada unsur refleksivikasi kritis di dalamnya. Ilmu pengetahuan, informasi, globalisasi, kapitalisme, modernisasi, budaya asing, hedonisme, dan gaya hidup, dengan sadar semua di serap dan di rekam oleh kita.
Dalam hal ini, kita membutuhkan refleksi kritis terhadap data yang di serap. Menyadari yaitu melakukan tranformasi, eksplorasi, implementasi, realisasi terhadap data yang  kita serap dari keseharian. Menyadari merupakan aktivitas, keselaluan dalam melaksanakan hasil serapan itu. Menyadari sebuah ruang dimana kita selalu aktif. Imbuhan me-I artinya aktif. Jadi menyadari kita di tuntut untuk memanfaatkan ilmu pengetuan sebagai ladang kita untuk menciptakan menyadari itu sendiri.
Menyadari merupakan hasil atau buah yang sudah bisa kita makan. Tahu seperti apa rasanya. Manis, pahit, kecut. Jadi kita akan tahu apa yang kita serap dalam keseharian melalui menyadari-nya kita terhadap sesuatu yang kita serap selama ini.
Ambil contoh, Karl Marx, dan Nietzsche yang hanya Sadar menjalani kehidpannya dengan melahirkan banyak teori, banyak buku. Marx melalaikan keluarganya dan Nietzsche yang menderita jiwa. Mengapa mereka seperti itu. Karena mereka hanya Sadar. Jadi beda antara Sadar dan Menyadari. Kalau Sadar kita hanya mampu menyerap. Menyadari lebih pada tindakan. Tindakan kita untuk melakukan sesuatu yang di serap oleh ilmu pengetahuan. Dimakah Kesadaran?
Kesadaran adalah keberulangan menyadari. Sudah menjadi adat, atau tradisi. Misalnya berbuat baik, shalat, zakat, atau perbuatan kita yang di dorong oleh ilmu pengetahuan atau diri kita sendiri selalu berulang-ulang, itulah kesadaran. Buah dari menyadari itu adalah kesadaran. Contoh lain, kita sekolah, kuliah, baca buku, menulis, kalau itu selalu berulang, maka itu buah dari menyadari.
Sadar berbuah menyadari. Menyadari berbuat kesadaran. Karena ketiga terori ini kita akan mampu mengatasi kompleksitas kehidupan, budaya, agama, ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan.
Kita boleh melakukan apa saja, asal ilmu pengetahuan yang kita dapat menyeruh. Misalnya Mencuri, korupsi, membunuh, berzinah, minum minuman memabukkan, dan sebagainya, asalkan ilmu pengetahuan menyuruh berbuat seperti itu. Tapi adakah ilmu pengetahuan yang menyuruh seperti itu? Kalau pun ada ilmu pengetahuan seperti apa dia?
Koruptor itu Sadar bahwa dia mencuri, bukan uang baik, salah pada hokum, salah pada rakyat, tapi mengapa masih melakukan hal itu? Karena mereka hanya Sadar. Andai saja koruptor Menyadari, dia tidak akan akan melakukan hal yang di larang hokum. Begitulah seterusnya.  




*Matroni el-Moezany adalah penyair tinggal di Pengok, Demangan, Yogyakarta

HP;085233199668


  

Komentar

Unknown mengatakan…
Ilmu yg didapat dari perjalanan hidup.
Dan gurunya itu dunia.
Pelajaran bahasa indonesia gak ada pertanyaan seperti ini.
Karena yg ngajarin bukan guru bahasa indonesia.
Tapi gurunya itu dunia.
Ladang Sunyi mengatakan…
semoga manfaat, itu murni hasil refleksi saya

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura