Pragmatisme Lalai


Oleh: Matroni el-Moezany*

Selama ini kita banyak melihat dan mendengar orang mencari dan belajar dengan mencari nafkah dan materi untuk dirinya dan keluarga, bahkan PSK demikian karena persoalan ekonomi, alias isi perut. Semua orang di dunia juga demikian tujuan akhir dari semua kegiatan, itulah mengapa kehidupan menjadi kompleks di samping ada faktor lain. Kita rela bekerja apa pun demi menghidup keluarga, ada asongan, toko, guru, dosen, presiden, dan lain sebagainya yang tujuan akhirnya sebenarnya adalah pragmatis.
Tak dapat kita pungkiri memang, karena kita butuh makan dan minum. Pragmatisme yang kini menjadi tujuan semua orang bahkan membudaya beluk kita sadar bahwa memiliki dampak yang serius. Kita selalu belajar bagaimana cara melakukan sesuatu, bagaimana cara menjadi guru, bagaimana cara menjadi dosen? Bagaimana cara menjadi dokter? Pertanyaan inilah yang kita lihat di tiap aktivitas manusia masa kini. Mereka bekerja keras bagaimana cara cita-cita dicapai? Mereka belum sadar bahwa dibalik itu semua ada sesuatu yang tersimpan rapat, yaitu “mengapa mereka berbuat seperti itu?”
Tugas kita adalah bagaimana “mengapa mereka berbuat seperti itu” menjadi kesadaran bersama, agar keseharain kita tak terbuang sia-sia untuk diri kita sendiri dan orang lain. Kita hidup memang harus bekerja dan berusaha, tapi apakah kita harus melupakan bahwa aktivitas keseharian itu perlu untuk refleksivitas dengan tujuan membangun tradisi kesadaran.
Kita hidup juga butuh pragmatis, tapi apakah pragmatis harus menjadi daging kita? Apakah prgamatis harus menjadi makanan dan baju keseharian kita? Tentunya tidak melulu. Karena pragmatis juga harus dibajui rasa dan kepekaan agar kegersangan pragmatisme tak membuat diri kita kering dari rasa ingin menolong dan membantu saudara kita yang selalu mengharap-harap.
Kalau Indonesia memiliki hukum, undang-undang, dan pancasila, maka tugas kita adalah bagaimana ke tiga komponen itu benar-benar dirasakan oleh kita. Kalau hukum bagaimana hukum yang adil. Undang-undang bagaimana pasal-pasal berlaku apa adanya, seperi pasal 34 ayat satu. “fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara” sekarang yang terbalik orang miskin tambah miskin, anak-anak terlantar tak di urus. Pancasila juga bagaimana sila-sila itu memiliki roh kemudian masuk ke jiwa-jiwa bangsa sehingga hubungan antar agama, Negara, diri kita, dan orang lain menjadi baik.
Selama ini kita melihat teroris, pembunuhan, pemerkosaan, seks, dan maling-maling Negara masih membudaya dan menjamur di pancasila. Mengotori pancasila, mengotori undang-undang, mengotori janji-janji, mengotori kata-kata, dan mengotori hukum. Hukum dikotori dengan ketidakadilan. Undang-undang dikotori dengan kelalaian dan ketidakpedulian. Pancasila dikotori dengan ketidakharmonisan pemeluk agama yang bertengkar atas nama agama, atas nama masyarakat, dan atas nama keadilan.
Sehingga apa kata Dorothea Rosa Herliany dalam puisi yang berjudul “Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia”
ada yang selalu mengantarmu ke segenap arah,
desa demi desa, tapi akhirnya
kau hanya sendiri di atas catatan duka
di deretan hari, mengapa selalu kau buka buku harian
:sebab katamu, kenangan itu racun.
hari ini aku melihat wajahmu
seperti patungpatung gerabah di Kasongan.
lalu hatiku tertawa, mengejek kenyataan hidup.
sebab masa lalu itu racun, dan kita
bersenangsenang atas kesedihan hari ini.
maka, jika rindu, pulang saja ke hotel, dan gambarlah
rumah dan hirukpikuk kotamu yang angkuh

di puisi yang lain ia juga mengatakan:

tetapi kita tidak melihat apapun. seperti kalau kita berjalan
di ruangruang tanpa cahaya. bahkan ledakan bom dan
tembakan meriam tak bisa kita dengarkan

Mengapa? Mari kita jawab dengan proporsional, menggunakan pikiran, tapi jangan lupa membawa jiwa. Rasional tapi jangan lupa membawa spiritual. Pragmatisme tapi jangan lupa mengapa? Kerja jangan lupa mengapa? Menjadi pemimpin jangan lupa tugasnya. Mengapa? Karena pernyataan inilah yang membuat kita sadar, menyadari, dan menciptakan tradisi kesadaran di dalam keluarga, agama, bangsa dan Negara.



*Penyair


HP: 085233199668
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura