Kembali Bapakku Tanam Tembakau

Bapak telah tanam tembakau
Turun ke ladang
Tapi harapan yang di emban
Memeras keringat
Seakan jelas, apa ujungnya

Masih di pegangnya
Cara merawat
Maka, jadilah tembakau tua

Bapakku telah tanam tembakau
Tapi tembakau begitu mesteri
Demikian menjanjikan

Sampai dalam tubuh
Renyuh, bergetar meriang seperti
Ombak seperti petir

Di tepian ladang
Selalu berharap
Seperti harapan pasti

Tanah harapan
Engkau serahkan pada tuhan
Mujur dan gugur, gugur dan hasil

Dan hujan yang masih
Lewat dua bulan kau tunggu
Kuberi pupuk, air, dan kesabaran

Lalu, beberapa hari tembakau itu
Lalu sebuah mendung
Lalu hujan menguyur

Aduh.., kataku

Aku dan tembakau saling berkata
Dan saling berharap
Seterusnya adalah sebuah harapan

Demikian awal mula
Bapakku membikin lahan
Demikianlah selanjutnya bapakku meng-ada

Sambil terus berlipat harap
Sambil terus berpegang teguh
Pada pucuk bulan depan
Yang memberi hasil
Pada tiap buah yang ditunggu
Yang mengitari harapan
Di mana bapakku
Berbaring atau berucap

Mengharap atau di harap
Mengucap atau di ucap
Menanam atau di tanam
Lalu menempeli di keningku
Seperti tempelan pikir
Yang memancar ke cakrawala

Kemudian menghidupi tiap
Diri adik-adikku dan anak dari anakku

Dan membuat mereka tertawa
Jika harapan dan ladang itu
Memang tradisi dari nenek

Dan bukan kosong
“harapan bapak”

Bapakku telah tanam
Memenuhi tradisi
Ruang abadi tempat berharap

Banjar Barat, Sumenep, 12 Juli 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani