Band Indonesia Miskin Kritis

Oleh: Matroni el-Moezany*

Akhir-akhir ini banyak bermunculan band-band baru di Indonesia, bahkan acara TV pun memberi ruang gerak bagi mereka untuk memperkenalkan karyanya. Tapi bukan lantas tidak memiliki dampak apa-apa terhadap masyarakat Indonesia. Bahkan saking parahnya band-band itu sudah mendarah daging di jiwa anak-anak SD, apalagi SMP dan SMA, bahkan Mahasiswa.
Kita mengakui betapa sangat sepinya bangsa kita tanpa musik. Tapi musik yang bukan tamba memberi semangat moralitas untuk anak didik bangsa, melainkan hanya sebatas main-main dan romantisme kosong. Mengapa? Band-band yang ada hanya berkutat di ranah cinta, cinta dan cinta. Memang bagus kalau kita memang benar-benar hakikat cinta itu sendiri. Tapi band Indonesia berkarya cinta hanya memuaskan pasar-pasar tanpa makna apa di dalamnya. Bahkan hampa.
Band Indonesia yang banyak mengeluarkan tema cinta hanya sebatas hiburan, setelah pulang, hilang sudah. Artinya tema yang diusung oleh band-band Indonesia cinta untuk anak-anak, walau pun vokalisnya mungkin dewasa. Coba kita lihat tema yang di angkat oleh band Indonesia seperti Ada Band, The Cantuter, Gigi, Vagetos, ST 12, Samsons, The Virgin, Goliath, Dewi Sandra, Lyla, Thito, Black Out, Nidji, Bagindas, Potenzio, Liontin, Malika, Grovi, SKJ 94, Tiket, Number One, Krisdayanti, Sonet 2, Nine Ball, Radja, Salju, Wali, T.R.A.D, Shirer, Roben Unsu, Kotak, The Potter, Shangdydo, D’Masiv, Ungu, Gesha, Mahadewi, Nano, Lantern, Nomata, MU, Armada, Five Menutes, Gita Gutawa Duo Maia, dan lain sebagainya.
Dari sekian banyak band Indonesia, semua mengusung tema cinta. Memang tidak ada masalah kita mengangkat tema apa pun, setidaknya band-band kita mengertit dan menyadari bahwa Indonesia saat ini membutuhkan penyadaran, maka harapan saya adalah kita mengkritisi para penguasa untuk sadar diri mengabdi terhadap rakyat. Kalau dulu ada band yang sedikit menyinggung penguasa, tapi mereka sendiri, jadi kurang kuat, maka seharusnya band-band baru ini mampu mengankat tema-tema aktual yang tujukan terhadap penguasa.
Artinya band-band Indonesia juga membantu menyampaikan suara rakyat, karena rakyat tidak memiliki media untuk menyampaikan aspirasinya, kalau ada rakyat kita masih sendiri, makanya ayo kita bareng-bareng untuk mengkritisi penguasa Indonesia yang haus akan kekuasaan. Kalau tetap tidak mau, ngotot mengusung tema cinta, tidak masalah, tapi bagaimana tema cinta ini di kemas dengan sekritis mungkin untuk membantu rakyat. Jangan lantas cinta-cintaan, seperti senitron-senitron itu.
Harapan penulis bagaimana lahir band-band baru yang mengusung tema yang mampu mengkritisi penguasa. Penguasa bukan macan, dia hanya manusia biasa, jangan takut untuk mengkritisi penguasa. Kritik adalah jalan awal untuk menyadarkan penguasa Indonesia. Karena kalau hanya para penulis atau jurnalis yang mampu peka terhadap realitas Indonesia, itu kurang, karena Indonesia saat ini membutuhkan kebersamaan dalam mengkritis para penguasa. Berpolitik sangat boleh, tapi berpolitik untuk mengambil hal rakyat, itu harus di berantas.
Akhirnya saya berharap ke depan band-band kita lebih kritis dan lebih cerdas memilih tema. Amein.


*Penyair.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura