Pagi Yang Ketiga

Kini akan kumainkan serangkaian matahari
Yang tak terbit lewat jendela biasanya

Kini orang-orang pada makan di kafe
Dengan mulut berasap penuh makna uang
Padahal kami di sini belum juga mendapat makan

Sebelum pada saat makan siang tiba
Kami belum juga mendapatkan air
Inilah kami untuk Indonesia

Begitulah ketika rakyat terluka
Hanya masalah makan saja, mereka saling bunuh
Saling tuduh, bahkan saling-saling

Sedih memang, tapi begitulah adanya
Melampaui ketidakmengertian ini
Mungkin harus seperti itu atau ada yang lain tentang diriku
Karena aku tak mengabdi untuk Indonesia

Kami bukannya tak mau,
Tapi, aku ingin engkau mengabdi untuk kami
Mengabdi untuk rakyat, itu saja

Karena serumpun bunga yang tak kau mengerti apa
Adalah tanda ketakmengabdian penguasa untuk kata
Kata adalah cinta, kata adalah bahasa
Bahasa adalah pengikat kita
Kata-kata adalah rakyat

Di pagi yang ketiga
Semua tertulis rapi untuk disampaikan
Bahwa mereka cicak atau buaya, tikus atau kucing
Di sana akan jelas seperti matahari

Jogja, 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

SADAR, MENYADARI, KESADARAN

Matinya Pertanian di Negara Petani