FLP



inilah baru pertama aku mengikuti FLP, dn syaratnya adalah menulis esai tentang FLP,

Aku, FLP dan Dakwah Kepenulisan
Oleh: Matroni el-Moezany

Menulis adalah salah satu dakwah kita lewat media, dalam hal ini FLP sudah memberi ruang tersendiri untuk belajar bersama dalam hal dakwa dengan tulisan. Semua orang bisa untuk menulis, karena menulis tidak membutuhkan bakat dan keterampilan, yang dibutuhkan adalah keinginan yang kuat untuk selalu menulis dan menulis. Apakah menulis juga butuh sebuah teori? Tidak. Menulis kalau kita terpaku pada teori, kita tidak akan pernah menghasilan sebuah tulisan, karena teori hanya membuat kita terkungkung dengan teori itu.
Harapan saya bagi FLP agar tidak hanya berkutat di ranah teori atau wacana saja, tapi bagaimana lebih pada menekankan pada kreativitas kepenulisan. Kreativitas, profesionalitas, dan spiritualitas dalam dunia kepenulisan sangat dibutuhkan. Karena ketiganya akan selalu berkelin dan berjalan bersama. Karena tanpa ada sebuah motivasi dari sesuatu termasuk forum ini, kita sangat sulit untuk menjadikan dunia kepenulisan sebagai tradisi, artinya untuk menciptakan tradisi menulis memang membutuhkan semangat yang luar biasa dan perjuangan yang panjang.
AKU, sebagai pelaku kepenulisan, tentunya tidak hanya seenaknya sendiri, tapi bagaimana cara berbagi dalam hal kepenulisan, baik fiksi, maupun nonfiksi. Karena kalau kita hidup sendiri, tanpa diiringi kebersamaan yang kuat dalam Forum Lingkar Pena (FLP) saya tidak yakin FLP akan seperti ini. FLP mulai berdirinya pasti memiliki sejarah panjang.
Dalam dunia kepenulisan, menurut Guz Zainal panggilan akrap K.H. Zainal Arifin Thaha orang sukses adalah yang mampu menyukseskan orang lain. Artinya apa, kita dalam FLP membutuhkan semangat kekeluargaan yang harus dibangun sebagai fondasi keberlanjutan forum ini. Karena satu-satunya dalam dunia kepenulisan adalah semangat yang tinggi untuk berdakwa.
Kunci keberhasilan bukan terletak pada keegoisian kita, tapi kunci keberhasilan terletak pada kebersamaan dalam dakwah. Semangat tapi tidak dibarengi dengan semangat kekeluargaan akan sia-sia. Kita boleh berangkat tanpa bekal apa pun, tapi akankah kita mampu untuk menyelesaikan kompleksitas kepenulisan dengan sendiri? Belum tentu, kita membutuhkan orang-orang untuk berdialog, ngobrol bersama dalam dunia kepenulisan.
Harapan saya adalah suatu yang tidak mungkin kalau kita merana dalam kata-kata. FLP adalah obat untuk menghilangkan kemeranaan itu sendiri. FLP adalah semangat untuk melakukan refleksivitas diri, FLP adalah ladang sebuah Tanya di ladang sunyi. FLP adalah memperlanjutkan realitas. FLP sensitive terhadap keadaan masyarakat di sekitar kita.
Harapan saya yang kedua adalah saya teringat pada pesan guru saya Zainal Arifin Thaha bahwa bertindaklah walau pun sedikit daripada tenggelam dalam angan-angan untuk berbuat banyak. Sedikit lebih berarti daripada tidak ada sama sekali. Yang dibutuhkan adalah membaca, dan menulis. Membaca sebagai syarat untuk memberikan pengalaman agar pengalaman seseorang tidak terulang kembali. Membaca adalah roh dari kepenulisan, karena kata-kata yang lahir dari tubuh kita adalah kita sendiri, ia memiliki roh juga memiliki nyawa. Makannya jangan engkau sia-siakan kata-kata yang lahir dari kreativitasmu sendiri.
Terakhir adalah berjuanglah untuk diri sendiri dan orang lain. Karena orang sukses adalah orang yang menyukseskan orang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura