Mengapa Selalu “Tidak Beres“

Oleh: Matroni el-Moezany*

Setelah pelantikan para penguasa, ada banyak kasus yang terjadi pada penguasa kita. Mulai dari mentri, KPK, DPR dan MPR semua penuh dengan kasus. Entah mengap? Apakah ini ada unsur politik sehingga rakyat dibingungkan dengan kasus yang tidak jelas. Atau karena mereka ingin dikenal oleh masyarakat bahwa “akulah penerus pencuri negerap ke depan”. Aku juga tidak mengerti.
Negara kita tidak pernah kekuarangan. Tapi mengapa penguasa selalu tidak beres dalam mengurus semua kewajiban dan tanggungjawabnya masing-masing? Misalnya kasus sedikit isi laporan audit BPK atas kasus Bank Century, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Kasus Soeharto, pemberian amplop kepada Panitia Khusus Rancanagan Undang-Undang Pemerintahan Aceh, kasus SBY, Neoliberalisme, dan semua penguasa berkalung kasus yang ujung-ujungnya adalah uang, dan rupiah. Inilah salah satu sekian banyak kasus yang membuat Indonesia menjadi termiskin di dunia.
Anehnya para penguasa bukan berupaya untuk mengantisipasi hal itu, tapi penguasa lebih mementingkan diri sendiri, mulai dari gaji penguasa dinaikkan. Inilah satu bentuk ketidakpedulian penguasa terhadap orang-orang kecil. Penguasa sekarang adalah penguasa raksasa yang hanya berpihak pada penguasa ke penguasa. Anggaran politik lebih besar daripada anggaran ilmu pengetahuan. Apakah itu merupakan dampak dari demokrasi yang dikultuskan, sehingga mereka berbuat seenaknya saja?. Penguasa menganggap sesuatu yang demokratis dapat dikatakan keputusan baik, etis, dan bermoral. Penguasa menganggap proses demokrasi itu selalu menjunjung tinggi martabat kehidupan manusia. Itu benar. Tapi masalahnya adalah nilai praksisnya yang mengalami kematian saat ini.
Penguasa Indonesia saat ini mengidap penyakit akut, yaitu hedonisme, eudemonisme, bahkan kapitalisme. Penguasa menganggap kebahagiaan adalah tujuan utama, tapi masalahnya kebahagiaan mereka hanya dinikmati oleh para penguasa saja, rakyat salam sekali tidak merasakan kebahagiaan apa-apa. Para penguasa tidak memiliki etika politik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura