Kapan dan Siapa

Dipenghujung bibir malam
Kupandangi jerit sakit perjalanan
Dipersimpangi haluan ronda senja
Yang mengira ada kapan dan siapa

Entah harus kurangkai apa
Kalau semuanya tertaktik politik antik
Semisal lima dikurangi satu menjadi empat, itu benar
Tapi siapa dan kapan tak jadi dua, tapi kecurangan

Kapan dan siapa
Engkau mengurung waktu untuk mereka
Padahal kemewaktuan tak selamanya ada

Sekarang, seminggu, atau kapan dan siapa
Yang mampu mengusik perut lapar
Selain butir nasi yang bertuliskan: aku bisa?

Tapi tak jua kapan dan siapa
ada tanya di balik baris ruci motor raja
sebab contreng tak selamanya menjadi benar
karena mereka masih berkulit hitam

tapi kapan dan siapa
bagi mereka selalu diterima
sebagai pengobat kecewa pada raja
sebagai rasa bersalah pada warga

tapi entah bagi kapan dan siapa?

Yogyakarta, 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

SADAR, MENYADARI, KESADARAN

Matinya Pertanian di Negara Petani