Rasul sebagai Agent of Change Humanity




Judul : Revolusi Sejarah Manusia, Peran Rasul sebagai Agen Perubahan
Penulis : Dr. Munzir Hitami
Penerbit : Lkis
Cetakan : Pertama, 2009
Tebal : 286 hlm
Peresensi : Matroni el-Moezany*

Al-Qur'an, meskipun bukan kitab sejarah, banyak memuat informasi mengenai dinamika perubahan umat manusia dan juga jatuh-bangunnya sebuah bangsa yang disebabkan oleh tindakan manusia itu sendiri. Al-Qur'an juga banyak mencatat peran penting para Rasul dalam mengubah suatu masyarakat bangsa dari masyarakat tribal tidak bermoral ke arah masyarakat religius berperadaban. Buku ini mengkaji secara detil konsep perubahan umat manusia dalam Al-Qur'an dan peran penting para rasul sebagai agen perubahan.
Manusia sebagai makhkluk yang dinamis yang senantiasa bergerak dan berubah. Dia bergerak bukan tanpa tujuan, tapi dia akan membentuk kultur, tatanan social, dan peradabannya sendiri. Hanya saja pergerakan dan perubahannya seringkali terjadi ketidakseimbangan antara perubahannya dengan kultur yang dia buat sendiri, sehingga memunculkan dinamika dalam sejarah manusia. Sebab perubahan sebuah bangsa itu tidak terlepas dari pergesekan dan perubahan yang dikerjakan oleh manusia sendiri.
Sepuluh tahun terakhir ini banyak sejarawan manaruh perhatian terhadap masalah perubahan manusia dan mereka mencoba untuk membuat persepsi-persepsi masa depan dengan melirik pada sejarah masa lampau. Seperti yang dikatakan Albet Camus bahwa untuk melihat dan merubah suatu bangsa kita harus melirik ke belakang yaitu sejarah. Dari salah kemudian banyak teori yang dihasilkan untuk mengamati perkembangan perubahan sejarah manusia.
Salah satunya adalah buku ini yang mencoba mengamati dan mengkaji konsep perubahan manusia dalam perspektif al-Qur’an. Artinya lewat pendekatan konseo tafsir semantic-tematik, Munzir menemukan informasi yang jelas dalam al-Qur’an menganai perubahan manusia dari masa ke masa. Di sini Munzir mencoba mengadakan perenungan kembali akan makna serta pesan-pesan dari kitab suci itu semakin ditutuntut terutama pada saat ilmu pengetahuan dan teknologi mulai mencapai kemajuan yang sangat dahsyat dengan ditandai meluasnya berbagai cakrawala keilmuan dengan berbagai berbagai aspek penafsiran.
Kalau kita menelaah ulang tentang perubahan seperti sudah tidak asing lagi, tapi dalam buku lebih bagaimana perubahan itu menjadi bermakna ketika ada dinamika social yang dihadapi oleh masyarakat setempat, artinya pemaknaan terhadap perubahan lebih manarik karena Munzir menampilkan tema tentang perubahan menurut terminology sejarah.
Semestinya sekali lagi, semestinya revolusi sejarah manusia ini membikin kita dan masyarakat kita lebih sehat. Bukankah masyarakat yang hidup di tengah keragaman pilihan akan jauh lebih sehat secara sosial ketimbang mereka yang hidup di tengah pemasungan dan keterbatasan (apalagi ketiadaan) pilihan?
Begitulah. Tuturan sejarah dariseberang perubahan, termasuk dari kalangan pelarian, ikut memperkaya kita belakangan ini. Karya-karya ini tak saja menambah panjang deretan panjang sumber-sumber literer untuk memahami kemarin dan hari ini, tetapi juga mengasah kemanusiaan kita dengan caranya sendiri.
Secara pribadi, terus terang saja, buku sangat menarik untuk kita jadikan rujukan bagi orang yang benar-benar ingin tahu seperti apa cara dan politk Rasul dalam merubah bangsanya yang memposisikan manusia secara layak di tengah pergulatan zamannya. Saya lebih suka pendekatan yang menempatkan manusia-manusia sebagai noktah-noktah kecil yang mesti berjuang di tengah pusaran sejarah yang kadang-kadang tidak sepenuhnya mereka pahami. Bagi saja, revolusi, yang memposisikan manusia apa adanya semacam itu, jauh lebih jernih dan menyentuh rasa.
Atas alasan itulah saya tidak terlalu menggandrungi arus baliknya Pram yang memposisikan Wiranggaleng sebagai seorang pahlawan besar yang seolah-olah mengusung dan membawa sejarah nyaris sendirian. Saya lebih terpesona oleh tetralogi Bumi Manusia-nya Pram yang memposisikan Minke sebagai satu butir pasir di tengah pusaran sejarah modern Indonesia. Begitual posisi Rasul dalam buku ini sebagai agen peruabahan.
Maka, saya bukan saja merasa nyaman dan damai ketika ada orang yang berjihad dengan cara Rasul. Lebih dari sekadar itu, saya seperti menemukan kisah seorang manusia dalam sebuah perjalanan panjang dengan segenap romantikanya, termasuk romantika sebuah revolusi sejarah Manusia pada waktu itu.
Lewat buku “Revolusi Sejara Manudia” ini Munzir tidak mempahlawankan siapa pun dan tak mensimplifikasi sejarah sekadar hikayat orang besar. Lebih dari sekadar itu, asahan juga berhasil menggambarkan secara hidup bagaimana komunisme bekerja dalam sistem yang sesungguhnya tidak seragam Lalu, yang membuatnya menjadi hidup adalah dijadikannya pergulatan manusiasebagai unsur utama.
Dalam bahasa sederhana, sebagaimana terwakili oleh judul yang dipilih Munzir, inilah perjalanan syukur seseorang yang masih manusia meskipun revolusi telah berhasil merubah cara berpikir manusia. Bersama dengan sejumlah karya sejenis yang belakangan ini memperkaya khasanah keagamaan kita, buku ini mengasah kemampuan kita untuk menghargai kemanusiaan melintasi sekat zaman dan kungkungan ideologi. Selamat membaca dan mengapresiasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani