Pentingnya Kesadaran Budaya Cinta Dalam Islam

Oleh: Matroni el-Moezany*

Sebagai jembatan yang menyejukkan bahwa agama pada hakikatnya lahir untuk pembebasan dari penderitaan, penindasan kekuasaan sang tiran untuk kedamaian hidup. Agama Islam dan juga agama-agama yang lainnya, seperti Kristen dan Yahudi, bahkan Budha, Hindu, dan Konghucu, semuanya untuk manusia, agar dapat berdiri bebas dihadapan Tuhannya secara benar, yang kemudian diaktualisasikan dengan taat kepada hukum-Nya, saling menyayangi dengan sesama, bertindak adil dan menjaga diri, dari perbuatan yang tidak baik serta perintah taqwa. Semua pesan sentral dari adanya pembebasannya itu di sampaikan secara jelas dalam kita suci masing-masing agama, baik al-Qur’an, Injil, Taurat, bahkan juga Wedha dan kitab-kitab suci lainya yang sarat dengan ajaran ketuhanan, cinta, moralitas dari kemanusiaan yang holistik-universal. Begitulah kata Musa Asy’Arie dalam bukunya “Dielektika Agama untuk Pembebasan Spiritual”.
Pesan cinta inilah menempatkan agama berada pada posisi yang berlawanan dengan kekuatan-kekuatan yang non-cinta (pembuat kekerasan). Cinta keagamaan yang taat hukum bersikap adil, suka damai dan menegakkan dialog keagamaan, harus dipahami sebagai kekuatan untuk melawan kekuasaan yang zalim, melawan kemaksiatan dan dekadensi kesadaran cinta. Dengan demikian, religius organization seharusnya menjadi pusat perlawanan terhadap kezaliman, ketidakadilan, penindasan hak asasi manusia dan tindakan non-cinta lainnya. Bukan lantas mengharam-haramkan yang tidak haram. Kalau boleh mengambil pendapatnya Seyyed Hossein Nasr bahwa umat Islam harus paham, apa itu Islam? Sehingga tidak serta-merta memahami Islam secara keliru.
Agama pada hakikatnya tidak pernah salah dan tidak akan salah, yang salah adalah pemeluknya, dalam memahami dan melaksanakan paham keagamaan itu. Sehingga tidak heran kalau banyak institusi Islam yang bertindak kekerasan atas nama agama, apakah Islam mengajarkan kekerasan? Itulah dampak ketika agama dipahami secara sempit. Di sinilah ditumbuhkan budaya cinta dalam Islam.
Dengan cinta (kesadaran Islam, kesadaran spiritual) maka kita harus sadar bahwa Islam sudah seharusnya menjadi jembatan utama bagi umat manusia dalam rangka menciptakan semesta yang indah dan penuh cinta (arrahman arrahim), kebahagiaan umat manusia di dunia.
Anehnya, saat ini yang terjadi malah sebaliknya bahwa Islam datang sebagai agama cinta yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, khususnya sains dan teknologi tinggi, dan keperpihakan kepada kaum dhuafa justru tidak terlihat jelas dalam realitas kita sehari-hari. Mengapa orang yang mampu mengusai dan mengembangkan sains dan teknologi tinggi justru orang-orang non muslim? Kalau saya boleh menjawab, bahwa umat Islam terlalu konservatif dalam melaksanakan keislamannya sendiri. Umat Islam lebih peduli pada dirinya sendiri daripada kebanyakan orang. Jadi tidak heran kalau sudah tidak sesuai dengan Islam langsung di bunuh. Apakah seperti itu Islam?.
Dalam realitas hidup, seringkali terlihat adanya peristiwa penyimpangan sosial pemeluk agama dari ajaranya sendiri, seperti adanya tindakan korupsi, dan fatwa MUI yang tidak bermutu. Padahal bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beragama, tapi mengapa realitasnya praktek korupsi dan fatwanya juga amat besar, dan bahkan Departemen Agama yang sehari-harinya selalu mengurusi keagamaan dikenal banyak pula tindakan kourpsi di dalamnya. Di sini manusia mengalami gejolak yang amat dalam antara kesadaran cinta dan realitas lingkungannya. Seringkali realitas lebih kuat daripada kesadarannya, realitas lebih kuat daripada firman, sehingga kita selalu jatuh pada perbuatan melawan kesadaran cinta dalam agama itu sendiri.
Memahami agama perlu paradigma cakrawala pemikiran yang luas dan komprehensif, yaitu lebih pada manusia dan sosial, artinya bagaimana beragama lebih pada menumbuhkan kesadaran cinta dalam diri untuk menyadari bahwa tugas kita adalah memberi kontribusi positif kepada pemberdayaan kaum lemah, pengentasan kemiskinan dan membela kaum tertindas, bukan Allahu Akbar kita berperang atau berjihad. Dalam hal ini kita memerlukan kesadaran Islam yang berbudaya cinta dan gerakan kultural.
Agama mengajarkan kepada kita untuk selalu menghormati orang lain, hidup berdampingan dengan harmonis dan semua itu sejalan dengan kesadaran cinta, maka kekerasan atas nama agama bisa jadi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara semangat agama dan kemampuan untuk memahami ajaran agama.
Dalam agama Islam, cinta harus dipahami sebagai sesuatu yang menyejukkan hati. Ini mengandung makna atau penjabaran arti “mengerti dan memahami kemanusiaan harus selalu terkait dengan tradisi kesadaran dalam diri kita”. Dalam konteks khilafa Allah di bumi. Untuk memfungsikan keilmuan dan kesadaran kita, Allah telah melengkapi kita tempat-tempat untuk selalu menyebarkan konsep cinta (arrahman arrahim) dalam agama kita. Kita memiliki kemampuan untuk menggunakan kebebasannya dalam menciptakan kesadaran sebagai budaya cinta dan nilai-nilai kekhalifahan untuk dipilih oleh manusia.
Kalau kita perhatikan tradisi pemahaman Islam yang ada sekarang, kita akan mendapatkan bahwa sering kali terlepas dari perhatian para ulama tetapi sangat diperhatikan dengan baik oleh kesadaran cinta adalah perluasan makna dan fungsi khilafa. Kepedulian terhadap manusia, misalnya lebih mendapatkan tempat di dalam aturan yang dibuat oleh masyarakat yang memiliki kesadaran dalam menciptakan budaya cinta daripada dikalangan umat Islam.
Jika kita sepakat kekerasan atas nama agama akan membawa petaka terhadap jiwa manusia, maka kekerasan selayaknya mendapat hukuman setara dengan yang melakukan pembubuhan. Namun sejuah ini aturan tentang kekerasan atas nama agama tidak pernah mendapatkan tempat khusus dalam hukum Islam. Apakah kita harus berkaca kepada Barat yang terkadang lebih memanusiakan manusia atau lebih menghargai manusia daripada umat Islam?.
Sebab, semangat keberagamaan yang tinggi tanpa diiringi pemahaman yang mendalam akan dimensi keislaman dari agama dapat mengarahkan kita pada sikap konservatif (fanatik), sikap pemahaman agama yang sempit dan fundamentalisme yang akut. Dalam hal ini, kita benar-benar membutuhkan kesadaran konsep cinta dalam Islam untuk mengentaskan kekerasan yang selalu dilakukan oleh umat Islam sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani