Kita Butuh Pemimpin Berkualitas

Oleh: Matroni el-Moezany*

Tidak mungkin ada pemimpin bangsa yang berkualitas tanpa para pemilih berkualitas. Tapi saya tidak yakin, kalau misalnya semua pakar pemimpin dan pakar politik Indonesia berkumpul menjadi pemimpin bangsa, mereka bisa membawa rakyat terbebas dari ketertindasan, kemiskinan, pengangguran, dan buruknya pelayanan kesehatan.
Sekitar tiga pekan lagi tepatnya pada tanggal 8 Juli 2009 kita akan memilih secara langsung presiden dan wakil presiden Indonesia. Di tengah gejolak waktu pencontrengan yang semakin dekat ini dan kepungan janji-janji ketiga pasangan kandidat, kita harus lebih berhati-hati melihat sosok pemimpin dan para kandidat pemimpin bangsa, jangan sampai kita memilih pemimpin yang salah apalagi dalam hal kepemimpinan sama sekali kurang mampu.
Demi mencari pemimpin yang berkualitas, maka kita tidak bisa secara drastis menyimpulkan bahwa ketiga pasangan kandidat (capres dan cawapres) semuanya bagus dan berkualitas. Itu tidak pasti, sebab mereka sama-sama masih belajar untuk menjadi pemimpin bangsa. Artinya semangat kemandirian dan rasa percaya diri yang diajarkan oleh Bung Karno, Bung Hatta, H Agus Salim, Syahrir, dan lain-lain kini sudah mati entah dimana dikubur oleh mereka.
Mereka belum sadar akan sejarah bangsa kita. Pada titik itulah tanggungjawab sejarah yang besar kita panggul beramai-ramai. Kita dihadapkan pada tuntutan sederhana belaka menjadi pemimpin yang bertanggungjawab. Kita butuh pemimpin yang bertanggungjawab kepada janji-janjinya sendiri pada kempanye, saya lihat kempanye adalah tempat kata-kata indah dan manis yang disamapaikan oleh kandidat presiden dan wakil presiden.
Kita sudah berusaha bagaimana cara pemimpin Indonesia ke depan, mulai dari diadakannya dialog dengan capres dengan berbagai tema yang di angkat, mereka semua menjawab dengan lantang dan jelas, tapi itu hanya sebuah ilusi besar yang selalu menjadi tanda Tanya besar bagi rakyat, bangsa dan Negara.
Melihat semangat kandidat begitu mengebu-gebu, tapi realitas masyarakat Indonesia belum ada pemimpin yang benar-benar tahu keadaan masyarakat bawah, walau pun ada upaya untuk ke sana seperti yang dijanjikan para kandidat, tapi itu hanya upaya, realisasinya belum tentu, bahka sudah bisa kata tidak mungkin. Mengapa, buktinya masyarakat masih banyak yang mengalami kemiskinan, pengangguran, mahalnya sembako, mahalnya biaya pendidikan dan masih banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan rakyat yang sama sekali belum tersentuh oleh pemimpin kita saat ini.
Di era sekarang semua percaya bahwa bangsa dan Negara kita ada di tangan anak muda, tapi saya sebagai pribadi tidak yakin kalau anak mudah bisa menjadi pemimpin yang benar-benar mandiri dalam kebijakan pemerintahan, sebab sejak SD, SMP, SMA sampai pada perguruang tinggi anak muda kita masih memintah dan menangis-nangis kepada orang tua untuk mengurusi diri sendiri, apalagi mereka ingin mengurusi orang lain, mengurusi diri sendiri saja sudah tidak mampu.
Kemandirian bagi penerus bangsa menjadi peranan yang sangat penting untuk menjaga kemandirian bangsa. Kemandirian dalam ekonomi, budaya, politik dan kemandirian yang lainnya. Indikator lain yang menunjukkan penderitaan rakyat adalah buruknya pelayanan kesehatan, tiadanya pemimpin berkualitas, tidak adanya kemandirian bangsa dan diri pemimpin sendiri.
Pemimpin yang tidak berkualitas dan kurang mandiri akan mengakibatkan tingkat kematian ibu dan kurangnya gizi pada anak-anak. Ketika realitas rakyat kita seperti itu, pemimpin bangsa yang berkualitas dan mandiri sangat dibutuhkan, sebab kalau pemimpin kita masih belum mampu memberi pelayanan terhadap masyarakat akan lambat karena pemimpin kita masih menunggu dari Negara asing.
Pemimpin yang diberi amanah untuk menyelesaikan masalah krusial bangsa kita tampaknya hanya menggunakan posisinya untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya. Rakyat hanya diperhatikan pada saat musim pemilihan tiba. Bila masa pemilihan umum tiba, pemimpin jenis ini berubah sangat drastis dengan menampakkan perhatiannya pada rakyat. Tentunya bertujuan mendapatkan simpati agar terpilih kembali menempati kursi kekuasaan. Namun setelah terpilih, rakyat kembali diabaikan dan menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
Padahal ketika melihat masalah rakyat sejak dulu hingga sekarang adalah masalah kenaikan harga sembako, mahalnya pendidikan, tingkat kamatian ibu, kekurangan gizi, disiksa dengan kelangkaan elpiji bersubsidi, kesehatan dari waktu ke waktu makin mahal ketika banjir tiba, penguasa malah menyalahkan alam dan masyarakat. Dimanakah janji-janji manis yang dikumandangkan saat-saat kampanye?.
Rakyat hanya kerap menjadi garapan empuk para politisi-politisi busuk yang hanya berniat mencari kekuasaan. Mereka tidak sadar bahwa di balik pengaruh tersebut terdapat tanggungjawab besar untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi bangsa ini. Padahal berpolitik, menurut Marwah Daud Ibrahim, adalah seni mengelola pemerintahan. Jadi sangat jelas berpolitik bertujuan untuk mengatur jalannya bangsa mengatasi masalah yang diharapi bangsa dan Negara termasuk masalah-masalah rakyatnya.
Seorang pemimpin tidak akan menelantarkan rakyatnya. Kalau mereka sadar, menyadari dan berusaha untuk menciptakan kesadaran untuk rakyat dan dirinya sendiri. Artinya seoarang pemimpin harus bertanggungjawab penuh terhadap yang dipimpinnya. Seperti orang mengembala kambing, si pengembala tidak akan membiarkan kambingnya kahausan dan kelaparan pengembala tetap memperjuangkan bagaimana kambingnya tetap bisa makan dan minum, begitulah seorang pemimpin yang dibutuhkan bangsa kita saat ini.
Kita butuh seorang pemimpin yang benar-benar ingin berbakti bagi negeri kita dan memperjuangkan rakyat. Kita mendambakan pemimpin yang mendahulukan kepentingan rakyat dibanding kepentingan golongannya. Kita butuh pemimpin yang benar-benar peduli pada rakyat kecil, atau kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap kezaliman dan gejolak ekonomi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani