Rindu Pemimpin Bijak dan Cinta Rakyat

Oleh: Dwi Lestari ST n Matroni el-Moezany*

Dalam situasi dan kondisi deraan krisis dunia, dan juga arus globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia membutuhkan pemimpin yang benar-benar bijak dan mengerti tentang kewajiban serta tujuan dari Indonesia merdeka.
Sangatlah jelas disebutkan dalam pembukaan Udang-Undang Dasar (UUD 1945) terutama pada alinea ke-4, bahwa tujuan dari kemerdekaan dan pembentukan Negara Indonesia adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
Dari pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945, maka tugas utama dari seorang pemimpin adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. Memang secara kasat mata, Indonesia telah merdeka. Tetapi jika dikoreksi dan direfleksikan, dari berbagai segi, baik politik, ekonomi, dan budaya, bangsa kita masih terkekang (terjajah). Hal seperti itu juga disampaikan bupati Bantul, H. Idam Samawi, yang terkenal sangat pro rakyat pada waktu seminar regional di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bukti dari kolonialisme itu misalnya dalam bidang ekonomi, Indonesia dalam membuat kebijakan tentang perekonomian di daerah dan bangsanya sendiri harus amit dulu pada Negara lain yang dianggap Superior (Amerika dan IMF). Jika mereka tidak setuju, maka kebijakan tersebut tidak jadi diberlakukan. Dan Indonesia baru sadar dan bisa melepaskan keterkekangan tersebut pada tahun 2003.
Pada saat ini, ketika Indonesia mulai merangkak, banyak sekali tekanan dan hambatan dari negara yang secara tidak lansung menguasai negara kita. Para pemimpin harus jeli tentang hal itu. Banyak sekali ketimpangan dan kebijakan yang dilakukan pemerintah yang sangat merugikan rakyat. Pada pemilu saat inilah kita selain memilih pemimpin yang bersifat seperti konsep Hastabrata, yang juga penting adalah pemimpin yang berkarakter cinta terhadap Indonesia, yang tidak akan menggadaikan bangsanya sendiri.
Kasus globalisasi memang merupakan kasus lama. Tetapi hal ini perlu mendapatkan tanggapan yang serius, apalagi ditambah dengan adanya krisis dunia. Memang benar, yang mengalami krisis pada dasarnya adalah Amerika, tetapi aneh dan celakanya yang kena imbas paling parah keterpurukannya adalah Negara berkembang (Indonesia).
Keterkekangan yang tidak secara kasat mata dapat kita lihat itu sebenarnya berasal dari kesadaran para tokoh dunia tetang pandangan bahwa ``kelak, yang menjadi penguasa dunia adalah Negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah``. Indonesia merupakan salah satu incaran dari Negara Adikuasa pada saat ini. Seperti Amerika yang secara tidak lansung telah mengendalikan dan mengeruk sumber daya kita. Mereka menggunakan intrik-intrik tertentu untuk menina bobokkan kita,
Secara teorotik, globalisasi dapat membawa perekonomian pada suatu titik efisiensi tertinggi. Namun, bagi Negara yang lemah dan kurang kompetitif dapat menjadi suatu malapetaka. Globalisasi ekonomi layak didukung manakala kekuatan ekonomi negara-negara dunia sudah agak setara. Tetapi pada saat ini, di mana sebagian besar Negara dunia adalah miskin yang belum terbiasa dengan budaya persaingan bebas, maka globalisasi ekonomi bisa melahirkan ketidakadilan. Negara miskin akan semakin tertindas dan hanya dijadikan komoditi. Meminjam bahasa Idam Samawi, globalisasi bagi bangsa Indonesia terbukti menjadi gombalisasi yang menekan dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Salah satu contoh tindakan konkrit yang dilakukan oleh Bupati Bantul sebagai bukti pembelaan atau pro terhadap rakyatnya adalah dengan kebijakan bahwa tidak dibolehkannya ada mol di daerah kekuasan Batul. Dengan dilarangnya berdirinya mol, berarti arus terhadap globlalisasi yang secara tidak langsung bisa mengancam ekonomi kerakyatan dan pasar tradisional yang katanya berkedok untuk melangkah ke tahap lebih dan modern benar-benar ditolak. Sikap seperti ini adalah salah satu sikap yang bisa dikatakan membela dan melindungi rakyat. Beliau bisa melihat, bahwa Indonesia belum bisa bersaing dengan pasar modern, tetapi meskipun setapak kelihatannya melangkah mundur, beliau sangatlah bijak membangun fondasi kuat dalam menuju globalisasi itu.

Konsep Hastabrata dan Filosofi Punakawan
Selain seorang pemimpin harus bisa menunjukkan dan membuktikan kecintaanya terhadap rakyat Indonesia, sorang pemimpin idealnya adalah seperti dalam konsep Hastabrata (ajaran kepemimpinan dalam dunia pewayangan), yaitu harus mencerminkan delapan unsur, yaitu surya, candra, kartika, bumi, agni, banyu, angina, dan angkoso. Seorang pemimpin dituntut bisa menghidupi (surya, cahaya). Pemimpin harus menjadi candra (bulan) sehingga bisa menjadi teladan dan memberikan keteladanan kepada bawahan serta rakyat yang dipimpinnya.
Selain itu, dalam diri pemimpin harus ada kartika (bintang) yang bermakna, figur pemimpin tidak boleh mencla-mencle, esok dele sore tempe, tidak menepati ucapan dan janji-janji, baik janji yang dikumandangkan saat kampanye maupun ketika memegang kekuasaan.
Berikutnya, pemimpin seyogianya meneladani bumi yang tidak diskriminasi terhadap semua benda yang menempel di tubuhnya. Demikian pula pemimpin, dia tidak boleh membeda-bedakan rakyat yang dipimpinnya. Pelayanan yang diberikan kepada rakyat, idelanya, sama dengan yang diberikan kepada keluarga atau pun kerabanyat.
Kelima adalah agni. Di sini berarti dalam diri pemimpin hendaknya ada semangat seperti api yang selalu membara dalam memberantas kejahatan dalam segala bentuk. Kejahatan kriminal menyebabkan hidup rakyat tidak aman. Kenyamanan dan ketenangan sosial juga terganggu, korupsi bisa menyebabkan rakyat sengsara dan Negara bangkrut, kejahatan keterkekangan dari bangsa lain menyebabkan Indonesia tidak merdeka seutuhnya.
Unsur-unsur yang lain adalah banyu (air). Seperti halnya air, seorang pemimpin harus mampu memberikan kesejukan suasana sehingga rakyat merasakan ketenangan dalam situasi dan kondisi apa pun. Selain itu, seorang pemimpin juga harus mampu seperti angin yang siap sedia menolong rakyat. Terutama rakyat kecil yang sedang hidup susah, bukan rakyat yang sudah makmur hidupnya seperti pengusaha.
Hakikat pemimpina dalah seperti pelayan buat rakyatnya. Pemimpin akan merasa melakukan kezhaliman jika ada rakyatnya yang tidak merasa sejahtera atas kepemimpinannya, akan merasa bersalah dan berdosa jika ada rakyatnya yang menderita akan kebijakannya, serta akan menderita jika melihaat rakyatnya menderita. Dia adalah pengayom dan penanggung jawab atas kondisi yang dialami rakyatnya. Inilah yang harus ada dalam diri pemimpin sebagaiman dicontohkan oleh khalifah Sayyidina Umar. Di dalam dirinya terdapat unsur angkasa (langit) yang membimbingnya untuk senantiasa mengayomi semua yang hidup di bawahnya, bukan hanya pegawai pemerintahan, tapi juga kawula alit yang justru sangat membutuhkan perhatian dan bantuannya.
Selain Hastabrata yang merupakan wejangan Prabu Rama, ajaran filosofi Punakawan juga tepat dijadikan acuan untuk menakar seorang pemimpin. Punakawan adalah empat sekawan yang setia mendampingi dan membimbing kepemimpinan Pandawa. Yakni Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong. Semar menggambarkan sosok yang bijaksana, Petruk dikenal cerdas, Gareng rajin, dan Bagong kaya ide dan humoria.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura