Seperti Rumput Dingin

Di atas jalan yang basah
Rumput di tepi rel memberi mimpi
Tentang rasa basah
Kedinginan dan keamberan
Untuk mengisi

Tapi ketika kereta berlaju
Aku tahu
Ada rumah di bangun, selokan air
Seorang laki-laki tua
Aku tahu arah angina terlukis
Di teras-teras mambu
Di cela cermin hitam berusia
Sampai merindukan sebuah Tanya
Adakah Tanya bertanya tentang tanyaku

Mungkin di setiap rumput
Yang berujung pada ladang Sembilan
Tercatat seperti puisi, tapi
Rumput akan tumbuh mengenang pengelana
Entah, lalu segalanya berubah
Ada yang lahir kuning
Ada yang tak lahir tanpa lahir
Dia ada sebagai sejarah rasa
Bahwa kematian tak pernah ada

Aku membaca sebagai puisi saja
Seperti detik jam tampa baterai
Sebuah langka yang tak pindah
Dari cakrawala ke bahasa
Hingga batas tapi yang tak terbatas
Terus berjejak menuju tiada
Tiada yang tertera pada dinging

Mungkin kita rumput itu
Biru, kuning, hitam dan kering
Bisa mengurainya dari tepi seperti rumput dingin

Yogyakarta, 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura