Yang Pertama

Depok, yang Pertama

Satu malam satu wanita
melintasi tepi mataku
laut tak berombak dan
bintang berkabut
kuintip jam dua malam
katanya, menyapa,

Subuh satu wanita
melintas irama sepi
inilah pertama untuk depok
untuk laut yang hampa ombak
inilah wanitawanita yang aku jumpai

Pagi seramai bintang
membiarkan kaki basah
untuk depok

Untuk awal sejarah
kini, lalu, nanti dan akan
adalah wanita
untuk semua persembahan, maka
jadilah depok yang akan lahir
dari wanita

Kau jadi wanita yang terpecah?

Depok, Paris, Yogyakarta, 2008

Monolog Bunga

Kudengar dari ibu
Aku diberi bunga
Bunga apa itu ibu?
Bunga yang membuat kita sejuk,
Damai, dan bahagia
Inilah seharusnya harihari kita

Yogyakarta, 2008

Bersama Cermin

Sepenggal jejak malam
Sejenak langkah
Bersama cermin
Yang jernih
Melawan cakrawala
Di angin cinta

Bagaimana?

Yogyakarta, 2008

Puisi Kehidupan I

Penyebab segala kata
dan semua rasa
tak lain hanya aku

Bukan kau yang menjadi rasa
juga bukan aku yang menjadi cahaya

Aku bukan sesuatu
yang memiliki cahaya
aku adalah kata-kata

Kau anggap
aku memiliki segalanya
dalam menemukan makna

Bagaimana dengan engkau?
dalam nafas yang sama
hati yang sama, bahwa
cahaya sekedar rasa
akankah akan hilang
cahaya dengan rasa
kau dengan aku???

Yogyakarta, 2008

Puisi Kehidupan II

Puisi kehidupan
Bagaimana
nanti, akan, kini, dan lalu,
aku, kami, engkau, kita, dan saudara

Yogyakarta, 2008

Yang Ingin Kukatakan

puisi yang membuat risau, tapi
cahaya lebih terang
dari kata-kata
kau minta kutenang
kuingin cahaya lagi
jika kau luka sepertiku
kau akan lebih luka
dari kelukaanku

tak ada luka diriku
baik puisi dan rasa
kau tak bisa
karena sastrawan
tidak akan mampu
kecuali dirinya

tak kurasa
puisi bisa saja membunuh
atau membuang ke neraka
memangkasnya
dari ruang kosong

kau beranggapan
sebagaimana kau beranggap
kau menimpakan luka
yang tak adil merenguk rasa
jauh lebih luka
dari sekedar kelukaan

Yogyakarta, 2008

Sepotong Sajak

sepotong sajak
mengurai semesta
dalam tatapan mata

kusimpan kepiluan
menepis jejak
satu luka
mengendap

kuingin berlari
untuk tidak tersentuh
sepotong sajak
dalam goresan masa

Yogyakarta, 2008

Sesaat

dimanakah kamu?
aku mencari
di jejak kaki pelangi
yang tak kukira
bersama kita

kehidupan ini

Yogyakarta, 2008

Pohon

jika suara seperti pohon
untuk menuang bahasa
maka, rasa butuh kasih
untuk menaiki

Yogyakarta, 2008

Himpitan

pelan
waktu merambat hati
sepi sendiri
dalam himpitan masa
yang menikam diri
dalam ruangan ini

Yogyakarta, 2008

Monolog Sepi

hari-hari yang terlewat
menyentuh jiwa
mendung menemani pilu
getir ini hanya pasrah
bersujud
di langit kesepian

Jogja, 2008

Tusukan Pisau Dapur

biarlah kematian
yang kau tusukkan di dada, tapi
tetap kuingin mata
dalam kelembutan pisaumu

Jogja, 2008

Hujan

baru kau sadari
hujan tak lagi ada
membasahi hatimu
Jogja, 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura