Tradisi Baayun Maulid, Akulturasi dan Sisi Lain Perayaan Maulid Nabi

Oleh: Matroni el-Moezany*

Kelahiran Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu nikmat terbesar bagi umat Islam. Berkaitan dengan hal tersebut, setiap tanggal 12 Rabiul Awwal, umat Islam nusantara mempunyai tradisi yang unik dan khusus untuk menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW di Kalimantan Selatan dikenal upacara Baayun Mulud.
Hal menarik yang perlu kita angkat dalam kegiatan ini adalah apakah Baayun Maulid sebagai kegiatan ritual ataukah prosesi budaya? Jika kita menyebutnya ritual Baayun Maulid, berarti ia terkait dengan paham, ajaran, keyakinan suatu agama, yang memiliki konsekuensi tertentu bagi mereka yang melaksanakan atau tidak melaksanakannya, tetapi jika kita menyebutnya prosesi budaya, maka ia hanyalah sebuah kegiatan budaya yang sudah mentradisi, membumi dan biasa dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat.
Selama ini kita merayakan Maulid Nabi Muhammad hanya sebatas shalawatan, rebutan buah-buahan seperti yang terjadi di Sumenep, Madura, jadi anak-anak atau bayi tidak bisa memperingati hari Maulid. Tapi lain halnya di Banjarmasin yang sejak dulu menjadi tradisi turun temurun, sampai memiliki nama tradisi yang khas yaitu Baayun Maulid. Proses tradisi tersebut diayun langsung oleh masing-masing ibunya dengan tujuan untuk mendapatkan keberkahan dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW yang lahir pada bulan Maulud.
Bayi dimasukkan dalam ayunan dari tapih bahalai (kain batik panjang) sebanyak tiga lapis. Di atas ayunan, diberi hiasan selendang warna warni dan janur. Bayi-bayi itu kemudian diayun sambil dialunkan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Dulu tradisi ini hanya diselenggarakan di kampung-kampung. Namun dengan perkembangan budaya dan keilmuan, kini sebagian masyarakat Kalsel melaksanakannya dalam skala yang cukup besar pada beberapa tempat.
Jadi tidak heran kalau tradisi tersebut berhasil tercatat masuk dalam rekor Museum Dunia Indonesia (MURI) karena diikuti 1.544 peserta, mulai bari dari umur empat hari hingga orang tua berumur 75 tahun. Inilah tradisi unik yang lestari hingga sekarang. Tradisi Baayun Maulid ini bisa bertahan dengan baik karena menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Banjar. Jadi tidak heran kalau sampai sekarang tradisi budaya yang hidup seperti ini bisa menjadi daya tarik wisata budaya Kalsel, dan sejumlah obyek wisata alam.
Tradisi sebenarnya berasal dari masyarakat Dayak pada waktu itu, setelah masuk kewilayah Kalimantan Selatan pada waktu itu Islam baru masuk di Kerajaan Banjar yang dipimpin oleh Sultan Suriansyah, kegiatan itu kemudian dilangsung dengan membacakan syair-syair Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sebagai sebuah tradisi yang setiap tahun digelar, Baayun Maulid ini sarat dengan makna sejarah, nilai filosofis, akulturasi, dan prosesi budaya yang unik untuk dikaji secara komprehensif. Akulturasi inilah kemudian menjadi tradisi yang terjadi secara damai dan harmonis serta menjadi substansi yang berbeda dengan sebelumnya, karena ia berubah dan menjadi tradisi baru yang bernafaskan Islam.
Sebab bagaimana pun, tradisi Baayun Maulid merupakan sebuah tradisi yang dapat dimaknai sebagai suatu upaya menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Bagaimana pun tradisi kultural menghendaki adanya kecerdikan dalam memahami kondisi masyarakat dan kemudian mengemasnya sesuai dengan pesan-pesan dakwah Islam.
Dengan melihat konteks seperti, kita akan tetap mampu menjaga dan melestarikan sebuah tradisi dengan prinsip “setiap budaya yang tidak merusak akidah dapat dibiarkan hidup”, sekaligus mewariskan dan menjaga nilai-nilai dasar kecintaan umat kepada Nabi Muhammad Saw, untuk dijadikan teladan dalam setiap aspek kehidupan.
Realitas ini menjadi penanda dan pelajaran penting bagi kita sekarang, bahwa kehadiran kita sebagai pemimpin untuk dakwah pada prinsipnya tidak hanya menjadikan manusia yang didakwahi sebagai seorang Muslim, tetapi juga menjadikan spirit, etos, budaya, adat-istiadat, prilaku, pola hidup, sistem, dan semua yang melingkupi kehidupan masyarakat agar sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu, jika gerakan menyeru manusia kepada ajaran Islam agar mereka menjadi seorang muslim yang diistilahkan dengan “dakwah”, sedangkan gerakan untuk menjadikan Islam sebagai pola dasar serta pijakan bagi kehidupan manusia disebut dengan istilah “Islamisasi”. Inilah yang disinggung oleh al-Quran dengan perintah agar kita masuk ke dalam Islam secara kaffah, tidak hanya keyakinan akan tetapi juga sistem kehidupan.
Nilai utama yang hendak ditanamkan dalam tradisi Baayun Maulid dan mengisinya dengan pembacaan syair-syair maulid tersebut tidak lain sebagai bagian dari strategi tradisi kultural, yakni bentuk dakwah yang dilakukan melalui pendekatan aspek penjelasan dan tindakan yang bersifat sosio-kultural dan keagamaan, jadi bukan dengan pendekatan politik, salah satunya adalah dengan mengunakan medium seni budaya (Azyumardi Azra, 2003). Atau oleh Hussein Umar (2003) dimaknai sebagai suatu upaya menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Karenanya pada akhirnya tradisi kultural ini menghendaki adanya kecerdikan dalam memahami konteks masyarakat dan kemudian mengemasnya sesuai dengan pesan-pesan dakwah Islam (Munir Mulkhan, 2003.
Sehingga dengan model dakwah itu mereka tetap menjaga dan melestarikan sebuah tradisi tersebut dengan prinsip “setiap budaya yang tidak merusak akidah dapat dibiarkan hidup”, sekaligus mewariskan dan menjaga nilai-nilai dasar kecintaan umat kepada Nabi Muhammad Saw, untuk dijadikan panutan dan teladan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berpemerintahan.



*Penulis adalah peneliti pada Institute for Social Empowerment Yogyakarta, dan pemerhati masalah kebudayaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura