Tiap Pagi

Tiap Pagi

Ketika tiap hari matahari selalu hadir menemani aku

Kujumpai sejumput rasa untuk di simpan dalam ruang

Agar halaman waktu tak lagi kosong dari biji-biji janji

Sementara di depan mata terlihat baju-baju kebohongan

Mengisi keindahan semesta, seharusnya mata ini menjadi indah

Melihat ruang-ruang di sela-sela garis persinaran basi

Kusempurnakan jalan ini pada desah lafal alif

Pada bintang yang akan datang malam nanti

Pada bulan yang akan datang minggu pagi

Semua tertata rapi dalam ketakmengetian waktu

Tiap pagi?

Kutemui buah dada besar juga terlihat

Paha-paha termulai dengan sinar pagi

Pasar-pasar juga ramai dengan kata

Sengerai puisi selalu lahir dari penyair

Untuk diisikan dalam ruang yang kosong

Tiap pagi?

Garis sinar terlihat tua

Entah karena dia takut kuulang lagi perbuatan kosong terjadi

Perbuatan segala macam bahasa, detik, rasa dan gila

Menemui sempalan bunga di depan pintu

Tiap pagi?

Aku melihat orang mencari sampah untuk keluarga

Kadang terlihat ini demi sayangku padamu Tari

Matahari semakin tak tahan lagi melihat itu semua

Melihat aku yang selalu menulis bahasa basi

Untuk menjadi bambu dalam perjalanan nanti

O, tiap pagi selalu begitu, selalu kenapa, entah?

O, tiap pagi selalu merasa, selalu berkata, apa?

O, tiap pagi selalu sewaktu, selalu separuh, lupa?

O, tiap pagi selalu melupa, selalu, selalu dan selalu?

Jogja, 28 Februari 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura